Berita Pati
Aturan 60 Hari Pengembalian Dana yang Diselewengkan Bikin Warga Dengkek Pati Merasa Kecewa
Gelombang kekecewaan warga Desa Dengkek, Kecamatan Pati, mencapai puncaknya ketika sang Kades bebas dari jerat hukum.
Penulis: Nal | Editor: M Zainal Arifin
Ringkasan Berita:
- Warga Desa Dengkek mendatangi DPRD Pati untuk memprotes penyelewengan anggaran desa Rp 345 juta yang dilakukan Kades Dengkek.
- Kasus tersebut tidak dapat diproses hukum karena dana sudah dikembalikan dalam 60 hari.
- Perwakilan warga menyatakan kecewa dan merasa buntu karena aturan pengembalian dana dianggap memberi celah bagi korupsi di tingkat desa.
- Kades Dengkek mengakui pengembalian dana dan sudah mendapat teguran Bupati.
TRIBUNJATENG.COM, PATI - Gelombang kekecewaan warga Desa Dengkek, Kecamatan Pati, mencapai puncaknya ketika Aliansi Masyarakat Dengkek Bersatu (AMDB) mendatangi DPRD Pati, Selasa (18/11/2025).
Namun, bukan sekadar dugaan penyelewengan anggaran desa yang menjadi sorotan, melainkan kebuntuan hukum yang dirasakan warga akibat regulasi “60 hari pengembalian kerugian negara”, yang dinilai memberi celah bagi pelaku korupsi untuk lolos dari jerat pidana.
Dalam forum audiensi yang menghadirkan Komisi A DPRD Pati, Inspektorat Daerah, hingga Kepala Desa Dengkek Muhammad Kamjawi, perwakilan AMDB, Kunardi, menyuarakan kekecewaan yang mendalam.
Ia menilai, aturan yang memungkinkan kepala desa lepas dari proses hukum setelah mengembalikan dana temuan justru menjadi ironi besar dalam upaya pemberantasan korupsi.
Kades Dengkek sebelumnya dinyatakan menyelewengkan anggaran pembangunan tahun 2024 senilai Rp 345 juta.
Dana tersebut telah dikembalikan ke kas desa dalam batas waktu yang diatur.
Baca juga: Warga Dengkek Pati Kecewa Kades Lepas dari Hukum Usai Kembalikan Dana Desa yang Diselewengkan
Namun bagi warga, pengembalian itu justru dipandang sebagai bentuk “jalan pintas” yang membuat proses hukum terhenti.
“Siapa pun bisa mengembalikan uang dalam kondisi terjepit."
"Kalau aturan memungkinkan bebas begitu saja, itu seperti menyuruh para Kades untuk korupsi asal tidak ketahuan,” keluh Kunardi.
Namun bagi warga, persoalan bukan lagi soal bangunan atau dana yang sudah kembali.
Masalah terbesarnya adalah rasa buntu, sebuah keyakinan pahit bahwa regulasi justru menempatkan mereka sebagai pihak yang tidak berdaya ketika korupsi terjadi di tingkat desa.
“Kalau maling ayam tetap dihukum meski barang dikembalikan. Kenapa korupsi ratusan juta bisa selesai hanya dengan pengembalian?” ujar Kunardi.
Komisi A DPRD Pati membenarkan adanya pengembalian dana tersebut, namun menegaskan bahwa pemrosesan hukum tidak bisa lagi dilanjutkan karena aturan berlaku.
Ketua Komisi A, Narso, berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi desa lain dan mendorong agar inspektorat meningkatkan pengawasan.
Baca juga: Kata Kades Dengkek Pati Ihwal Tudingan Penyelewengan Dana Kas Desa Rp 345 Juta: Itu Tidak Sengaja
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/ilustrasi-korupsi_20160727_204032.jpg)