Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Longsor Pandanarum Banjarnegara

Terungkap, Biang Kerok Longsor di Pandanarum Banjarnegara, Dwikorita: Ada Lempung Biru

Material lempung biru (blue clay) menjadi penyebab utama pergerakan tanah berujung longsor di Banjarnegara.

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: deni setiawan
TRIBUN JATENG/Agus Iswadi
PENCARIAN KORBAN LONGSOR - Tim SAR gabungan melakukan pencarian korban di lokasi longsor Dusun Situkung, Desa Pandanarum, Kecamatan Pandanarum, Kabupaten Banjarnegara, Rabu (19/11/2025) siang. 

TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Penyebab longsor besar di Kecamatan Pandanarum, Kabupaten Banjarnegara hingga pergerakan tanah yang tak kunjung berhenti, mengarah pada satu faktor geologi yang selama ini terabaikan.

Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan UGM, Prof Dwikorita Karnawati menyebut, material lempung biru (blue clay) menjadi penyebab utama pergerakan tanah yang merayap hingga berujung longsor besar di Banjarnegara.

Jenis tanah ini sangat sensitif terhadap air dan mengalami pembengkakan ekstrem saat jenuh air.

Baca juga: Terungkap, Tanda-tanda Sebelum Longsor Terjang 2 Dusun di Majenang Cilacap: Retak 25 Meter

Heboh Spanduk Bernada Sensitif di Gerbang SD Pekalongan, Warga: Kok Aneh, Kapan Pasangnya?

"Ketika kering, keras seperti batu. Saat menyerap air berubah menjadi material mirip pasta atau odol."

"Ketika jenuh, tanah ini kehilangan kekuatan dan mudah bergerak merayap," ujar Dwikorita, Kamis (20/11/2025).

Dwikorita mengungkapkan, longsor di Majenang Cilacap dan Pandanarum Banjarnegara memperlihatkan pola geologi yang serupa meski pemicunya tidak sama.

Keduanya berada di lereng pegunungan selatan Jawa hingga deretan gunung di bagian tengah Pulau Jawa yang memiliki lapisan tanah lapukan tebal, gembur, dan rapuh di atas lapisan kedap air.

Kondisi alamiah ini menyebabkan tanah penutup mudah bergerak ketika volume dan tekanan air meningkat atau saat lereng menerima gangguan luar.

"Polanya sama, pemicunya yang berbeda,"  tegasnya.

Pada beberapa lokasi, longsor dipicu curah hujan ekstrem yang meresap ke tanah dan meluncurkan bidang gelincir.

Namun di lokasi lain, pemicunya bisa dari getaran kendaraan besar, kendaraan berkecepatan tinggi, gempa bumi, atau aktivitas manusia seperti pemotongan kaki lereng untuk permukiman ataupun pertanian.

Diawali Tanda Peringatan

TINJAU LONGSOR - Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo meninjau lokasi longsor di Dusun Situkung, Desa Pandanarum, Kecamatan Pandanarum, Kabupaten Banjarnegara, Kamis (20/11/2025).
TINJAU LONGSOR - Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo meninjau lokasi longsor di Dusun Situkung, Desa Pandanarum, Kecamatan Pandanarum, Kabupaten Banjarnegara, Kamis (20/11/2025). (TRIBUN JATENG/Agus Iswadi)

Dwikorita menyebut, longsor nyaris selalu memberikan sinyal sebelum terjadi.

Retakan tanah yang muncul mendadak, retakan berbentuk tapal kuda, dinding rumah bergeser, pohon atau tiang listrik condong, hingga keluarnya mata air baru dari lereng merupakan tanda bahwa tanah sedang bergerak.

"Begitu tanda-tanda itu muncul, jangan tunggu suara gemuruh atau material mulai turun. Itu sudah fase terlambat," ujarnya.

Baca juga: Pemkab Cilacap Siapkan Lahan 3,5 Hektare untuk Relokasi Warga Rawan Longsor Majenang

DPRD Pati Setujui Rencana Bupati Sudewo Pinjam Rp90 Miliar untuk Perbaikan Jalan

Bencana longsor dalam dua pekan terakhir meninggalkan dampak besar.

Di Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, misalnya. Longsor menimbun beberapa rumah di Desa Cibeunying.

Wilayah tersebut mengalami penurunan tanah hingga dua meter serta retakan sepanjang 25 meter.

Di Kecamatan Pandanarum, Kabupaten Banjarnegara, longsor terjadi setelah hujan deras selama tiga jam.

Sedikitnya 25 orang diduga tertimbun dan dua meninggal.

Menurut Dwikorita, pergerakan tanah di Banjarnegara sudah berlangsung lama dan memburuk karena keberadaan lempung biru dengan mineral smektit (terutama montmorillonite) yang mengembang ekstrem saat basah.

Memasuki puncak musim penghujan, masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan, perbukitan, dan dataran tinggi diminta meningkatkan kewaspadaan.

Dwikorita menekankan pentingnya tindakan cepat.

Dia meminta warga hindari aktivitas maupun pembangunan di bawah lereng terjal.

Warga laporkan kemunculan retakan besar, terutama berbentuk tapal kuda.

"Hentikan pemotongan lereng untuk jalan atau permukiman selama musim hujan. Pemerintah daerah perlu melakukan pemeriksaan berkala dan menyusun rencana evakuasi dini."

"Keselamatan manusia harus menjadi yang utama. Lereng-lereng rawan longsor harus terus dipantau, terutama saat curah hujan tinggi seperti sekarang," tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved