Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Bullying

Pakar Psikologi SCU Soroti Bullying Marak di Sekolah dan Kampus, Ini Batasan Bercanda dan Bully

Kasus bullying di lingkungan sekolah marak terjadi. Simak batasan bercanda dan bully serta tips menghindarinya.

Editor: Awaliyah P
YOUTUBE.COM
PAKAR PSIKOLOG - Prof. Dr. Christine Wibhowo, M.Si, Psikolog, Pakar Psikologi dari Soegijapranata Catholic University, saat hadir dalam Tribun Topic Tribun Jateng. Ia menyoroti kasus bullying yang marak terjadi di lingkungan pendidikan. 

Menurut Prof. Christin, banyak anak yang cerdas secara akademik namun tidak mampu memahami perasaan sendiri ataupun orang lain.

Kondisi ini membuat mereka sulit berkomunikasi sehat dan rentan melakukan tindak perundungan, baik sebagai pelaku maupun korban.

 
Perbedaan Bercanda dan Bullying


Prof. Christin menjelaskan bahwa banyak orang tua salah paham dengan istilah bullying sehingga setiap kejadian kecil dianggap perundungan.

Ia menegaskan bahwa bullying memiliki ciri jelas, yaitu adanya pengulangan dan ketimpangan kekuatan antara pelaku dan korban.

"Kalau hanya sekali itu namanya nakal atau goda-godaan. Bullying terjadi kalau dilakukan berulang-ulang dan membuat orang lain tidak nyaman," ujarnya.

Menurutnya, bercanda dan bullying dapat dibedakan dari reaksi kedua belah pihak.

"Bercanda itu tertawa bersama. Kalau hanya satu pihak yang tertawa sementara yang lain tertekan, itu bukan bercanda lagi."
 

Pelaku dan Korban Punya Pola Psikologis yang Sama

 

Dalam sejumlah kasus yang ia tangani, Prof. Christin menemukan fakta menarik bahwa pelaku dan korban bullying sebenarnya punya masalah yang sama, yaitu ketidakmampuan memvalidasi diri dan rendahnya kepercayaan diri.

"Pelaku dan korban sama-sama minder dan sama-sama ingin diakui. Bedanya, pelaku bersikap agresif untuk terlihat kuat, sedangkan korban menjadi pasif dan menarik diri," ungkapnya.


Karena itu, ia menilai penyelesaian bullying tidak bisa hanya menghukum pelaku, tetapi harus membangun kemandirian dan prestasi pada kedua belah pihak.

 
Solusi: Asah Emosi dan Prestasi


Prof. Christin menekankan bahwa penanganan bullying tidak cukup hanya melalui pendekatan hukuman.

Anak perlu dibimbing untuk mengenali emosi, bersikap asertif, dan membangun rasa percaya diri melalui prestasi.

"Guru dan orang tua jangan fokus pada kelemahan anak. Fokuslah pada potensi. Kalau anak suka olahraga, dukung dulu di situ. Ketika anak punya prestasi, ia punya posisi sosial yang kuat dan tidak mudah menjadi korban bullying," jelasnya.
 


Menurutnya, anak boleh berbeda dalam prestasi, tetapi sebaiknya tidak menampilkan perilaku yang membuatnya terisolasi sosial.

"Prinsipnya begini: unik itu boleh, aneh jangan. Anak boleh juara kelas, tapi tetap harus bergaul. Kalau teman-teman ke kantin, ya ikut. Jangan membuat diri sendiri terpisah dari kelompok," tegasnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved