Bullying
Pakar Psikologi SCU Soroti Bullying Marak di Sekolah dan Kampus, Ini Batasan Bercanda dan Bully
Kasus bullying di lingkungan sekolah marak terjadi. Simak batasan bercanda dan bully serta tips menghindarinya.
Menurut Prof. Christin, banyak anak yang cerdas secara akademik namun tidak mampu memahami perasaan sendiri ataupun orang lain.
Kondisi ini membuat mereka sulit berkomunikasi sehat dan rentan melakukan tindak perundungan, baik sebagai pelaku maupun korban.
Perbedaan Bercanda dan Bullying
Prof. Christin menjelaskan bahwa banyak orang tua salah paham dengan istilah bullying sehingga setiap kejadian kecil dianggap perundungan.
Ia menegaskan bahwa bullying memiliki ciri jelas, yaitu adanya pengulangan dan ketimpangan kekuatan antara pelaku dan korban.
"Kalau hanya sekali itu namanya nakal atau goda-godaan. Bullying terjadi kalau dilakukan berulang-ulang dan membuat orang lain tidak nyaman," ujarnya.
Menurutnya, bercanda dan bullying dapat dibedakan dari reaksi kedua belah pihak.
"Bercanda itu tertawa bersama. Kalau hanya satu pihak yang tertawa sementara yang lain tertekan, itu bukan bercanda lagi."
Pelaku dan Korban Punya Pola Psikologis yang Sama
Dalam sejumlah kasus yang ia tangani, Prof. Christin menemukan fakta menarik bahwa pelaku dan korban bullying sebenarnya punya masalah yang sama, yaitu ketidakmampuan memvalidasi diri dan rendahnya kepercayaan diri.
"Pelaku dan korban sama-sama minder dan sama-sama ingin diakui. Bedanya, pelaku bersikap agresif untuk terlihat kuat, sedangkan korban menjadi pasif dan menarik diri," ungkapnya.
Karena itu, ia menilai penyelesaian bullying tidak bisa hanya menghukum pelaku, tetapi harus membangun kemandirian dan prestasi pada kedua belah pihak.
Solusi: Asah Emosi dan Prestasi
Prof. Christin menekankan bahwa penanganan bullying tidak cukup hanya melalui pendekatan hukuman.
Anak perlu dibimbing untuk mengenali emosi, bersikap asertif, dan membangun rasa percaya diri melalui prestasi.
"Guru dan orang tua jangan fokus pada kelemahan anak. Fokuslah pada potensi. Kalau anak suka olahraga, dukung dulu di situ. Ketika anak punya prestasi, ia punya posisi sosial yang kuat dan tidak mudah menjadi korban bullying," jelasnya.
Menurutnya, anak boleh berbeda dalam prestasi, tetapi sebaiknya tidak menampilkan perilaku yang membuatnya terisolasi sosial.
"Prinsipnya begini: unik itu boleh, aneh jangan. Anak boleh juara kelas, tapi tetap harus bergaul. Kalau teman-teman ke kantin, ya ikut. Jangan membuat diri sendiri terpisah dari kelompok," tegasnya. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.