Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Muhammadiyah Kota Semarang

Tugas Berat Muhammadiyah Memajukan Kesejahteraan

TANGGAL 18 November 2025 ini menjadi Milad Muhammadiyah yang ke-113, menjadi momentum historis bagi persyarikatan

Editor: abduh imanulhaq
IST
Dr. Fachrur Rozi, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang 

Oleh: Dr. Fachrur Rozi, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang

TANGGAL 18 November 2025 ini menjadi Milad Muhammadiyah yang ke-113. Perayaan ini menjadi momentum historis bagi persyarikatan Muhammadiyah. Namun, pertanyaan reflektif layak diajukan. Apakah tema Milad kali ini, “Memajukan Kesejahteraan Bangsa”, hanya akan berakhir sebagai kaligrafi indah di spanduk, atau ia akan benar-benar terwujud di gang-gang sempit Kota Semarang yang masih menyimpan kantong-kantong kemiskinan?

Harus diakui, di balik label kota metropolitan yang tengah gencar membangun, kesenjangan sosial masih ada di Semarang. Sebagai organisasi yang didirikan di atas spirit Quran surat Al-Ma’un, Muhammadiyah dituntut untuk memberikan jawaban kesejahteraan yang lebih dari sekadar retorika dan seremonial.

Problematika kesejahteraan sendiri merupakan tantangan multisektor yang serius di Kota Semarang. Meskipun pertumbuhan ekonomi tercatat impresif, BPS mencatat persentase penduduk miskin per 2025 masih di angka 3,80 persen, yang berarti sekitar 74,36 ribu orang masih hidup dalam kondisi prasejahtera. Angka ini adalah alarm yang harus kita dengar.

Ketimpangan juga terlihat dari Indeks Ketimpangan (Gini Ratio) Kota Semarang yang per Maret 2025 tercatat 0,359. Nilai ini menunjukkan bahwa manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang kuat (mencapai 7,34 persen pada Triwulan III-2025) belum sepenuhnya terdistribusi secara merata di semua lapisan masyarakat.

Fakta-fakta lapangan—yakni adanya ribuan warga miskin dan ketimpangan pendapatan yang masih terasa—inilah yang mendasari gerakan teologis persyarikatan. Muhammadiyah meyakini, bahwa amal usaha harus menjadi jembatan sosial yang menerjemahkan keyakinan spiritual menjadi aksi nyata dalam penanggulangan kemiskinan.

Jembatan Amal Usaha: Kontribusi yang Tak Pernah Cukup

Melalui semangat Surat Al-Ma’un, Muhammadiyah Kota Semarang telah hadir melalui amal usaha yang kokoh. Di sektor pendidikan, Muhammadiyah mengelola 84 sekolah, dari mulai sekolah kanak-kanak hingga dasar dan menengah. Puluhan sekolah itu menaungi 3.163 anak usia Kelompok Bermain dan TK, serta sekitar 5.290 siswa SD sampai SMA/SMK. Di samping itu, juga ada Rumah Sakit Roemani yang berdiri tegak sebagai rujukan utama pelayanan kesehatan masyarakat Semarang.

Komitmen inklusif ini bahkan terlihat dari besaran tunggakan biaya sekolah siswa sebesar Rp 7 Miliar yang tidak ditagihkan, sebuah subsidi silang riil Muhammadiyah kepada warga yang membutuhkan. Aksi kemanusiaan persyarikatan juga ditopang oleh Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Sadaqah Muhammadiyah (Lazismu).

Penyaluran dana ZISWAF melalui LazismU Kota Semarang tercatat melonjak dua kali lipat dari tahun sebelumnya, atau mencapai Rp 20 Miliar per Oktober tahun ini. Dana tersebut dialokasikan untuk kegiatan pelayanan dakwah, pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi. 

Lebih lanjut, melalui lembaga penanggulangan bencana Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), juga secara aktif merespons krisis kemanusiaan, seperti saat bencana banjir di Genuk Oktober kemarin. 

Meskipun data kontribusi ini sangat masif dan mungkin patut dibanggakan, harus jujur diakui, bahwa semua ini tidak akan pernah cukup untuk membereskan persoalan kesejahteraan yang sedemikian kompleks dan mengakar. Mengapa? karena persoalan kesejahteraan bangsa adalah masalah tanggung jawab kolektif. 

Muhammadiyah tidak bisa memikul beban struktural ini sendirian, apalagi menghadapi ketimpangan yang masih terasa. Kompleksitas masalah di tingkat akar rumput menuntut adanya sinergi total yang melampaui sekat-sekat organisasi.

Oleh karena itu, Muhammadiyah Kota Semarang mendorong dan mengajak Pemerintah Kota untuk membuka ruang dialog dan kolaborasi kebijakan yang lebih erat. Tujuannya jelas: memastikan program kesejahteraan benar-benar inklusif dan menyentuh kelompok marjinal, terutama menekan angka kemiskinan yang masih di atas 3 persen.

Selain pemerintah, Muhammadiyah juga mengajak seluruh komponen masyarakat lain—ormas, organisasi kepemudaan, dan sektor swasta—untuk menyatukan langkah. Tema kesejahteraan harus menjadi agenda bersama yang dieksekusi secara terpadu.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved