Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

10 Pernyataan Temenggung Sikar soal Penemuan Bilqis di Bukit 12 Suku Anak Dalam

Pelaku, Mery Ana, meyakinkan keluarga SAD dengan membawa surat bermaterai yang tampak seperti dokumen resmi. Di hadapan warga, ia menyebut bahwa Bilq

Penulis: Puspita Dewi | Editor: galih permadi
YouTube Tribunnews
PROSES NEGOSIASI - Ipda Supriyadi Gaffar (kiri), Kasubnit II Jatanras Polrestabes Makassar beberkan momen negosiasi dengan Suku Anak Dalam saat menjemput Bilqis (kanan). Ia membantah pakai negosiasi uang. 

 

10 Pernyataan Temenggung Sikar soal Penemuan Bilqis di Bukit 12 Suku Anak Dalam

TRIBUNJATENG.COM – Balita usia 4 tahun bernama Bilqis yang diculik di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), sempat berpindah tangan beberapa kali dan dijual dengan harga berbeda-beda.

 Awalnya Bilqis diculik NH pada 3 November 2025.

Bilqis lantas ditawarkan oleh penculiknya dengan harga Rp 3 juta. 

Terakhir, Bilqis dijual ke salah satu suku di Jambi dan dibeli seharga Rp 85 juta.


 Penemuan Bilqis di kawasan Suku Anak Dalam (SAD) melibatkan pencarian lintas provinsi, koordinasi kepolisian dari Makassar–Jambi, serta peran besar masyarakat adat SAD yang dipimpin Temenggung Sikar.

Untuk pertama kalinya, Temenggung Sikar menyampaikan secara lengkap bagaimana proses awal keluarga SAD menerima Bilqis, bagaimana mereka juga menjadi korban penipuan, hingga detik dramatis saat anak itu dijemput oleh polisi.

Berikut 10 pernyataan penting Temenggung Sikar yang menjadi kunci memahami keseluruhan peristiwa tersebut.


1. “Saya tidak tahu apa-apa soal adopsi itu.”

Temenggung Sikar menegaskan bahwa ia sama sekali tidak mengetahui rencana atau proses adopsi Bilqis.
Ia baru mengetahui keberadaan anak hilang itu setelah polisi datang membawa laporan dan foto-foto ciri fisik Bilqis.

Menurutnya, keputusan menerima anak tersebut dibuat oleh dua warganya, Begendang dan Ngerikai, tanpa sepengetahuan dirinya selaku pemangku adat.

 


2. “Pelaku datang bawa surat bermaterai, bilang itu anak titipan.”

Pelaku, Mery Ana, meyakinkan keluarga SAD dengan membawa surat bermaterai yang tampak seperti dokumen resmi.
Di hadapan warga, ia menyebut bahwa Bilqis adalah “anak titipan” yang sedang diproses pemindahan pengasuhan.

Temenggung menyebut masyarakat SAD yang tidak terbiasa dengan dokumen formal tentu mudah percaya jika melihat materai dan tanda tangan.

 

3. “Anak aku itu tukang percayo, jadi diambilnyo anak itu.”

Ia mengakui Begendang dan Ngerikai adalah sosok polos dan mudah percaya.
Mereka menerima cerita pelaku tanpa curiga, apalagi setelah menunjukkan dokumen yang terlihat sah.

“Kami masyarakat hutan. Orang kota datang ngomong halus, kami anggap betul,” ujarnya.

 

4. “Pelaku minta uang Rp 85 juta, katanya uang perawatan.”

Pernyataan ini menjadi hal paling mengejutkan.

Temenggung mengungkapkan bahwa pasangan SAD itu diminta uang total Rp 85 juta oleh pelaku dengan alasan biaya “perawatan”, “pengurusan surat”, dan “administrasi titip anak”.

Jumlah tersebut sangat besar bagi warga SAD, yang mengumpulkan uang dari hasil panen dan tabungan bertahun-tahun.

 

5. “Waktu polisi datang, barulah kami tahu anak itu hilang.”

Menurut Sikar, keluarga SAD baru mengetahui status Bilqis sebagai anak hilang setelah polisi menunjukkan laporan resmi beserta ciri-ciri yang cocok dengan anak yang mereka asuh.

“Saya langsung bilang, kalau itu benar anak hilang, kami akan bantu cari,” tegasnya.

 

6. “Kami cari sampai subuh di Tanjung Lamin.”

Pencarian berlangsung panjang dan melelahkan.
Temenggung bersama puluhan warga SAD mencari Begendang dan Ngerikai hingga pukul 03.00 dini hari di sekitar Tanjung Lamin.

“Kami jalan pakai senter hutan, tapi tidak ketemu. Mereka masuk jauh ke dalam,” tuturnya.


7. “Hari kedua kami pening kepala, barulah ketemu arah ke Bukit 12.”

Pada hari kedua, pencarian dilanjutkan dengan menelusuri jalur jejak kaki dan keterangan warga lain yang melihat rombongan lewat.

Barulah ditemukan petunjuk bahwa pasangan SAD itu bergerak ke dalam Taman Nasional Bukit 12, wilayah hutan tempat mereka biasa berpindah.


8. “Perundingan panjang terjadi, keluarga minta kejelasan karena mereka juga ditipu.”

Saat berhasil bertemu, terjadi dialog panjang antara keluarga SAD dan pihak kepolisian.
Keluarga Begendang dan Ngerikai meminta penjelasan karena mereka merasa turut menjadi korban penipuan, baik secara emosional maupun finansial.

“Mereka kira proses itu sah karena ada suratnya,” kata Temenggung.


9. “Bilqis menangis, tak mau ikut… sampai polisi bilang harus dipaksa.”

Proses pengambilan Bilqis berlangsung penuh emosi.
Anak itu menolak ikut dan memeluk erat Ngerikai yang merawatnya selama beberapa hari.

Karena situasi mendesak, polisi meminta izin untuk menjemput secara paksa demi keselamatan Bilqis.
“Perempuan SAD itu pun menangis. Dia sayang betul sama anak itu,” ujar Sikar.


10. “Sesudah itu kami serahkan langsung ke polisi Makassar.”

Setelah berhasil menenangkan semua pihak, Temenggung Sikar menyerahkan Bilqis dengan baik-baik kepada tim kepolisian Makassar yang sudah menunggu di kediamannya.

“Kami tidak menghalangi. Kalau itu anak orang, harus dikembalikan,” tegasnya.

 


Alur Penculikan-Penjualan Bilqis

Awlanya Bilqis diculik SY saat ikut dengan ayahnya yang bermain tenis di Taman Pakui Sayang, Makassar pada Minggu (3/11).

 Pelaku SY menawarkan Bilqis kepada seorang wanita inisial NH dengan harga Rp 3 juta. Korban dijemput di Makassar.


Kemudian NH membawa korban ke Jambi. NH menawarkan Bilqis kepada wanita inisial MA (42) dan pria inisial AS (36). Saat itu, Bilqis dijual dengan harga Rp 15 juta.

"Menjual kepada AS dan MA. Pengakuan NH (pelaku AS dan MA) sebagai keluarga di Jambi, (dijual) sebesar Rp 15 juta, dengan dalih membantu keluarga yang 9 tahun belum punya anak," jelas Djuhandhani, Senin (10/11/2025).

Setelah menyerahkan korban, NH langsung melarikan diri ke Sukoharjo, Jawa Tengah. Sementara AS dan MA mengaku membeli korban sebesar Rp 30 juta. Selanjutnya mereka menjual korban kepada salah satu kelompok suku di Jambi seharga Rp 80 juta.

"AS dan MA mengaku membeli korban dari NH sebesar Rp 30 juta dan menjual kembali kepada kelompok salah satu suku di Jambi seharga Rp 80 juta," ungkap Djuhandhani.


(*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved