Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

UKSW SALATIGA

Triwarno Purnomo gagas model Otsus Papua berbasis kearifan lokal untuk pembangunan daerah

Dengan ketekunan seorang birokrat yang tumbuh dari tanah Papua, Triwarno Purnomo, S.STP., M.Si., Staf Ahli Gubernur Papua

Penulis: Adi Tri | Editor: galih permadi
IST
Foto bersama dalam Yudisium dan Promosi Program Doktor Studi Pembangunan (DSP) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Jumat (7-11-2025). 

TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA - Dengan ketekunan seorang birokrat yang tumbuh dari tanah Papua, Triwarno Purnomo, S.STP., M.Si., Staf Ahli Gubernur Papua Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik, meraih gelar doktor ke-97 Program Doktor Studi Pembangunan (DSP) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Jumat (7/11/2025). Dalam disertasinya yang berjudul “Implementasi Otonomi Khusus Papua: Studi di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua,” Triwarno menelaah efektivitas kebijakan otonomi khusus dengan pendekatan partisipasi masyarakat dan kearifan lokal, refleksi mendalam dari kiprah panjangnya sebagai abdi negara di tanah Papua.

Suasana Ruang Probowinoto UKSW terasa khidmat saat prosesi sidang dipimpin oleh Dekan Fakultas Interdisiplin (FId), Aldi Herindra Lasso, S.Pd., M.M.Par., Ph.D., dengan jajaran promotor dan penguji yang terdiri atas Profesor Dr. Gatot Sasongko, S.E., M.S., sebagai Promotor, Profesor Daniel Daud Kameo, S.E., M.A., Ph.D., sebagai Kopromotor sekaligus Ketua Program Studi (Kaprodi) DSP, Profesor Dr. Umbu Rauta, S.H., M.Hum., Dr. Wilson M.A. Therik, S.E., M.Si., Dr. Jeferson Kameo, S.H., L.L.M., sebagai penguji, serta Profesor Dr. Ngabiyanto, M.Si., dari Universitas Negeri Semarang (UNNES) sebagai penguji luar.

Dengan latar belakang pengabdian panjang di dunia pemerintahan daerah, Triwarno Purnomo dikenal sebagai sosok birokrat yang berorientasi pada pelayanan publik dan kemajuan Papua. Lahir di Jayapura pada 25 Agustus 1977, ia menapaki kariernya dari level teknis hingga jabatan strategis, termasuk sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung Kabupaten Keerom, Penjabat Bupati Asmat pada 2020, dan Penjabat Bupati Jayapura pada 2022–2024. Kini, sebagai Staf Ahli Gubernur Papua Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik, Triwarno dikenal sebagai figur yang berpikir sistematis dan berjiwa melayani, perpaduan antara nalar akademik dan empati sosial yang kuat.

Dalam orasi ilmiahnya, Triwarno memaparkan bahwa implementasi kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) di Kabupaten Jayapura masih menyisakan kesenjangan antara idealisme kebijakan dan realitas sosial di lapangan. Ia menegaskan bahwa semangat Otsus semestinya tidak berhenti pada mekanisme transfer dana atau regulasi administratif, melainkan harus menyentuh akar budaya, partisipasi masyarakat, dan penguatan ekonomi lokal.

20251113_ukswng
Triwarno Purnomo, S.STP., M.Si., Staf Ahli Gubernur Papua Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik, meraih gelar doktor ke-97 Program Doktor Studi Pembangunan (DSP) UKSW.

Melalui pendekatan ilmiah dan pengalaman praktisnya sebagai kepala daerah, Triwarno menunjukkan bahwa kebijakan yang berpihak pada rakyat Papua hanya dapat berhasil bila pemerintah adaptif terhadap kearifan lokal. “Kebijakan yang berakar pada budaya dan melibatkan masyarakat adat bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan,” ujarnya dalam presentasi disertasinya yang juga merekomendasikan perlunya pembentukan tim pendamping Otonomi Khusus di tingkat kampung hingga kabupaten untuk memastikan efektivitas dan dampak program terhadap kesejahteraan masyarakat.

Panggilan untuk Menghadirkan Kebijaksanaan

Dalam sambutannya, Profesor Gatot Sasongko, menyampaikan apresiasi atas kedalaman analisis dan kematangan refleksi yang ditunjukkan Triwarno. “Implementasi kebijakan bukan sekadar laporan keuangan, tetapi tentang bagaimana program benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat dan menghidupkan nilai budaya lokal. Melalui penelitian ini, Pak Tri telah menunjukkan pemahaman yang utuh antara teori dan praktik, sesuatu yang tidak mudah dicapai seorang birokrat,” tutur Profesor Gatot dengan penuh kebanggaan.

Sementara itu, Profesor Daniel Daud Kameo, selaku Kopromotor sekaligus Kaprodi DSP UKSW, menegaskan bahwa capaian ini bukan hanya milik pribadi, melainkan juga kebanggaan bagi program studi. “Doktor Tri menjadi doktor ke-97 DSP UKSW, hal yang menegaskan peran universitas ini dalam melahirkan pemikir kebijakan pembangunan yang berakar pada realitas lokal. Semoga penelitian ini menjadi inspirasi bagi birokrat lain untuk menjadikan ilmu sebagai alat transformasi sosial,” ujarnya.

Dekan Fakultas Interdisiplin, Dr. Aldi Herindra Lasso, menambahkan pesan bernuansa reflektif. “Menjadi doktor bukan sekadar gelar, tetapi panggilan untuk menghadirkan kebijaksanaan. Kami bangga melepas Bapak kembali ke Papua sebagai agen perubahan membawa api pengetahuan yang lahir dari kawah candradimuka UKSW untuk menerangi jalan pembangunan di tanah timur,” ungkapnya penuh makna.

Sambutan hangat juga datang dari Anggota DPRD Kabupaten Semarang sekaligus Ketua Komisi B H. Syaiful Hadi, S.Pt., yang hadir sebagai tamu kehormatan. Dalam sambutannya, ia menegaskan pentingnya peran pendidikan tinggi dalam memperkuat tata kelola pemerintahan daerah. “Kami menyaksikan bahwa Pak Tri tidak hanya berjuang untuk meraih gelar, tapi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga ilmu yang diperoleh memberi manfaat bagi rakyat Papua dan menjadi teladan bagi para pemimpin daerah lainnya,” ujarnya seraya mengucapkan selamat atas pencapaian tersebut.

Dengan pengukuhan ini, Triwarno Purnomo resmi bergelar Doktor Studi Pembangunan ke-97 dari UKSW. Perjalanan akademik dan profesionalnya menjadi teladan tentang harmoni antara pengetahuan, budaya, dan pengabdian sebuah dedikasi dari putra Papua untuk kemajuan bangsanya.

Capaian akademik Triwarno Purnomo sejalan dengan komitmen global dalam Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin SDGs 4 Pendidikan Berkualitas, SDGs 10 Berkurangnya Kesenjangan, dan SDG 16 Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh. Selaras dengan Astacita UKSW, karya ilmiah ini merefleksikan Asta Cita Presiden poin ke-4, yaitu pemerataan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan, serta poin ke-6, transformasi tata kelola pemerintahan yang efektif dan melayani. 

Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 65 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 34 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai "Creative Minority" yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat.(***)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved