Berita Semarang
Dua Ton Sampah Organik per Hari Disulap Jadi Maggot Bernilai Ekonomi di Kota Semarang
Pemerintah Kota Semarang menyebutkan upaya mengatasi permasalahan sampah organik melalui program Gumregah
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Pemerintah Kota Semarang menyebutkan upaya mengatasi permasalahan sampah organik melalui program Gumregah (GErakan terpadU MasyaRakat mEnGelola samPAH).
Dijelaskan, satu di antara capaian dari program ini terlihat di Kelurahan Jabungan, Kecamatan Banyumanik, yang tengah panen perdana budidaya maggot akhir pekan lalu.
Dijelaskan, program yang baru berjalan sejak 1 Agustus 2025 ini telah mencatatkan rata-rata 100 kg maggot dipanen per hari, dengan input 1–2 ton sampah organik yang diolah setiap harinya.
Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti mengapresiasi inovasi yang dilakukan warga Jabungan.
"Ini adalah terobosan nyata dan solusi strategis untuk mengatasi masalah sampah organik di kota kita," katanya dalam keterangannya, Minggu (14/9/2025).
Dipaparkan, angka ini menunjukkan kapasitas konversi sampah organik menjadi pakan ternak alami yang cukup tinggi, sekaligus mengurangi beban TPA Jatibarang secara signifikan.
Sebagai informasi, data dari Pemerintah Kota Semarang, sekitar 60 persen dari total sampah yang masuk ke TPA Jatibarang merupakan sampah organik.
Dengan estimasi total timbulan sampah harian di Kota Semarang mencapai 1.000 ton, maka sekitar 600 ton per hari merupakan sampah organik—sebagian besar berpotensi untuk diolah seperti yang dilakukan di Jabungan.
"Mengingat lebih dari 60 % sampah di TPA Jatibarang adalah limbah organik, maka kehadiran program seperti ini sangat vital," terangnya.
Selain aspek lingkungan, proyek budidaya maggot ini juga diklaim menyentuh aspek ekonomi dan sosial.
Maggot hasil panen dimanfaatkan sebagai pakan ternak bernutrisi tinggi (untuk ayam, lele, dan bebek), serta menghasilkan kasgot (kompos dari bekas maggot) yang digunakan sebagai pupuk organik oleh petani lokal.
Aktivitas ini dilakukan di lahan "Banyumanik Berdaya" dan dikelola oleh warga setempat.
Inovasi ini sekaligus mencerminkan model ekonomi sirkular, di mana limbah tidak dibuang, melainkan diproses kembali menjadi sumber daya.
"Binatang peliharaan (ternak) apa yang akan memiliki nilai ekonomi tinggi jika makan maggot? Ayam, lele, dan bebek," sebutnya.
Wali Kota Agustina juga menyatakan rencana pengembangan lebih lanjut untuk tahun 2026, yaitu integrasi antara rumah maggot dengan usaha peternakan.
"Ya nanti tahun 2026 kita akan turunkan percobaan menggabungkan antara usaha rumah maggot dengan usaha peternakan," imbuhnya. (idy)
Fakta Baru Kematian Iko Mahasiswa Unnes: Saksi Sebut Dilempar Tongkat hingga Isi CCTV RS Kariadi |
![]() |
---|
Kota Semarang Berawan, Berikut Prakiraan Cuaca BMKG Hari Ini Senin 15 September 2025 |
![]() |
---|
Wayang Orang On The Street dengan Lakon "Sang Pinilih" Meriahkan Festival Kota Lama Semarang |
![]() |
---|
Bersama Lawan Kekerasan: LBH Apik Semarang Dorong Intervensi Lewat 'Bantu' |
![]() |
---|
Kuasa Hukum Pertanyakan Sosok Aziz dan Fikri dalam Kasus Kematian Iko Mahasiswa Unnes |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.