Semarang
Aksi Srikandi di Wayang Orang On The Street Kota Lama Semarang Buat Penonton Takjub
Sorotan lampu panggung dan alunan gamelan menghidupkan suasana malam di tengah area pertunjukan terbuka di Jalan Letjen Soeprapto.
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Sorotan lampu panggung dan alunan gamelan menghidupkan suasana malam di tengah area pertunjukan terbuka di Jalan Letjen Soeprapto, Perempatan Sayangan, Minggu (14/9/2025) malam.
Para penari muncul dari balik layar dengan kostum berwarna emas dan merah menyala. Gerak mereka mantap mengikuti irama.
Saat awal pertunjukan lakon "Sang Pinilih" dimulai, hujan sempat turun membasahi area pertunjukan. Kursi-kursi yang dilapisi plastik di depan panggung tampak basah terkena percikan.
Ratusan penonton yang semula memadati area mulai beringsut meninggalkan lokasi, sebagian berlari kecil mencari tempat berteduh, sebagian lainnya memutuskan pulang.
Baca juga: Bupati Kendal Tekankan Pentingnya Peran Fatayat NU di Masyarakat: Merawat Keislaman dan Kebangsaan
Baca juga: SELAMAT Bertugas, Sadmoko Danardono Jabat Sekda Cilacap
Namun, puluhan orang tetap bertahan. Beberapa orang mengandalkan payung atau berdiri di bawah atap toko-toko di sekitar perempatan.
Lia Herdianti Mulia (18), satu di antara penonton yang tampak masih menyaksikan usai hujan. Pandangannya tertuju ke panggung; matanya mengikuti setiap gerakan Srikandi—tokoh perempuan bersenjata panah yang melangkah ke tengah panggung dengan langkah mantap.
Sesekali, ia tersenyum kecil saat adegan pertempuran dimainkan. Lia, sapaannya, nyaris tak mengalihkan pandangannya dari panggung, tetap tetap berdiri menyaksikan bersama seorang rekannya.
"Saya suka Srikandi," ucap Lia ditemui Tribun Jateng.
Lia berasal dari Pati, daerah yang kental dengan tradisi budaya seperti wayang kulit dan ketoprak. Ia mengatakan, sejak kecil ia telah akrab dengan dunia pewayangan.
Melihat lakon "Sang Pinilih" yang baru saja disaksikannya, Lia merasa cerita itu begitu dekat dengan pengalaman dan pandangan hidupnya sebagai perempuan muda yang tumbuh di tengah perubahan sosial.
"Sekarang untuk 2025, sudah bisa kita lihat dengan jelas bahwa masyarakat itu sudah mulai sadar untuk tidak membandingkan laki-laki ataupun perempuan. Karena kan sejak zaman dulu terutama di masyarakat Jawa itu sering menggap remeh kehadiran ataupun kelahiran bayi perempuan. Akan tetapi pada zaman sekarang, sudah tidak ada hal lagi seperti itu," ungkap Lia.
Lia mengungkapkan, dirinya menangkap pesan kesetaraan gender dalam lakon tersebut, dengan mengisahkan bagaimana perempuan dan laki-laki memiliki hak serta derajat yang sama sejak kelahirannya.
"Kita memang tidak boleh membeda-bedakan perempuan ataupun laki-laki, karena di dunia pekerjaan atau di mana pun, hak dan juga kewajiban bagi laki-laki dan perempuan itu sama," ungkapnya.
Ia menyebut Srikandi sebagai tokoh panutan karena mampu “mematahkan stereotip” bahwa perempuan hanya cocok berada di ranah domestik.
"Srikandi ini adalah sosok perempuan yang tangguh, yang bisa mematahkan statement bahwa perempuan itu lemah," imbuhnya.
Tak Hanya Angkat Wisata Budaya, Festival Barongsai Gerakkan Ekonomi Lokal Semarang |
![]() |
---|
Kota Semarang Disebut jadi Incaran Investor, Wali Kota: Kita Harus Siap |
![]() |
---|
Menyelami Jejak Visual sebagai Penanda Zaman dalam Semarang Punya Cerita |
![]() |
---|
Anton Ajari Anaknya Cintai Produk UMKM Jateng di Gedung Oudetrap Kota Lama Semarang |
![]() |
---|
Anggota Forum Pengurangan Risiko Bencana Kota Semarang Dikukuhkan Untuk Mitigasi Bencana |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.