Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Jejak Gedung Kawasan Kota Lama Semarang yang Terbakar, Bagian dari the Big Five di Awal Abad 20

Gedung cagar budaya yang terbakar di Kawasan Kota Lama Semarang itu pernah digunakan sebagai kantor perusahaan Geo Wehry & Co Cabang Semarang

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: deni setiawan
TRIBUN JATENG/REZANDA AKBAR
Pengendara motor melintasi sisa bangunan yang terbakar di Kawasan Kota Lama Semarang, Kamis (28/8/2025). Bangunan itu dahulunya merupakan kantor perusahaan Geo Wehry & Co cabang Semarang, yang pada saat itu disebut the Big Five atau lima perusahan besar Hindia Belanda. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Ahli Bangunan Cagar Budaya, Tri Subekso meyayangkan insiden terbakarnya bangunan peninggalan era kolonial di Kawasan Kota Lama Semarang beberapa waktu lalu.

Sebuah bangunan cagar budaya itu terbakar pada Rabu (27/8/2025) dini hari.

Gedung yang saat ini ditempati Resto Sego Bancakan, gerai es krim Mixue, dan pusat oleh-oleh Distrik 22 di Jalan Letjen Suprapto Semarang itu sejatinya memiliki riwayat panjang sejak era Hindia Belanda.

Baca juga: Pemkot Evaluasi SOP Pengelolaan Gedung Cagar Budaya Setelah Kebakaran Resto di Kota Lama Semarang

Baca juga: Gedung Terbakar di Kota Lama Semarang Merupakan Peninggalan Perusahaan Dagang Hindia Belanda

Dari kondisi saat ini, atap gedung tersebut sudah hangus terbakar, pada lantai dua. 

Namun dinding masih berdiri kokoh meski terlihat sedikit ada bekas hangus terbakar.

Tri Subekso menyebut, gedung tersebut yang pada masa kolonial dikenal sebagai Heeren Straat

Merujuk pada catatan sejarah, bangunan berlantai dua tersebut telah berdiri sejak awal abad ke-20.

“Kalau lihat data, salah satunya peta Semarang pada 1935 dan Telefoongids 1931, gedung itu pernah digunakan sebagai kantor perusahaan Geo Wehry & Co Cabang Semarang,” jelas Tri Subekso.

Geo Wehry & Co merupakan salah satu perusahaan besar di Hindia Belanda.

Didirikan di Batavia pada 1862, perusahaan ini bergerak di bidang perkebunan dan ekspor hasil pertanian, khususnya tembakau, kopi, yang kemudian merambah ke teh serta karet.

“Pada masa itu ada lima perusahaan besar di Hindia Belanda yang disebut The Big Five."

"Geo Wehry & Co termasuk salah satunya dan cabangnya di Semarang berdiri di gedung yang terbakar itu,” tutur Tri.

KEBAKARAN - Kondisi saat ini usai bangunan cagar budaya di Kota Lama Semarang Hangus Terbakar, Rabu (27/8/2025) sekira pukul 03.20.
KEBAKARAN - Kondisi saat ini usai bangunan cagar budaya di Kota Lama Semarang Hangus Terbakar, Rabu (27/8/2025) sekira pukul 03.20. (TRIBUN JATENG/Rezanda Akbar)

Di lahan seluas sekira 1.600 meter persegi, Geo Wehry & Co memanfaatkan lantai bawah gedung untuk gudang.

Sementara lantai atas difungsikan sebagai kantor. 

Status gedung ini kemudian ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, dengan nomor registrasi 28. 

Pendataan resmi menyebut tahun pendiriannya pada 1908, meski menurut Tri Subekso, ada kemungkinan bangunan itu sudah ada sejak awal 1900-an.

Itu bersamaan dengan pembukaan cabang Geo Wehry di Semarang pada 1899.

“Kalau lihat fasad dan struktur, memang khas bangunan kolonial awal abad 20."

"Data dari tim Departemen Sejarah Undip Semarang yang dipimpin Dewi Yuliati juga mencatat hal serupa."

"Jadi kemungkinan besar berdirinya memang tahun itu,” kata Tri.

Perusahaan Geo Wehry & Co berkembang pesat pada awal abad ke-20, bahkan ikut merambah industri manufaktur. 

Namun aktivitas mereka mulai terhenti ketika Jepang masuk pada 1942. 

Setelah kemerdekaan, status perusahaan pun melemah, hingga akhirnya bangunan itu beralih fungsi. 

Kini, gedung bersejarah itu dimanfaatkan untuk aktivitas komersial, sejalan perkembangan kawasan Kota Lama sebagai destinasi wisata di Semarang.

Baca juga: Kronologi Kebakaran di Kota Lama Semarang: Titik Awal Api Muncul di Sego Bancakan

Baca juga: BREAKING NEWS: Kebakaran Landa Gedung di Kota Lama Semarang Dini Hari

Optimis Bisa Dipulihkan

Tri Subekso menyayangkan musibah kebakaran yang meludeskan sebagian besar lantai dua gedung. 

Dia menilai peristiwa ini menjadi pengingat bahwa merawat cagar budaya membutuhkan perhatian ekstra.

“Merawat cagar budaya itu sulit dan mahal."

"Tapi warisan seperti ini harus dijaga."

"Kebakaran itu menjadi refleksi bagi semua pihak untuk lebih siap menghadapi risiko,” ujarnya.

Meski demikian, Tri Subekso optimistis bangunan masih bisa dipulihkan.

Dari foto yang beredar, struktur tembok bagian bawah dinilai masih cukup kokoh.

“Tentu perlu kajian teknis."

"Tapi dengan metode restorasi, desainnya bisa dikembalikan tanpa merubah otentisitas."

"Itu prinsip pelestarian cagar budaya,” tegasnya.

Bagi Tri Subekso, yang paling penting adalah memastikan gedung ini tidak kehilangan nilai sejarahnya. 

“Kalau nanti direhabilitasi, yang dijaga adalah keasliannya."

"Jangan sampai bentuknya berubah."

"Karena itu bisa mengurangi nilai sejarah."

"Kami sudah punya banyak contoh bagaimana bangunan bersejarah yang rusak direstorasi kembali, misalnya Pasar Johar Semarang,” pungkasnya. (*)

Baca juga: Isak Tangis Keluarga Peluk Korban TPPO Setibanya di Brebes, Pemulangan Dibiayai Baznas

Baca juga: Jurnalis FC Gandeng SSB Emerald Semarang di HUT ke-3, Satukan Kebersamaan di Lapangan Hijau

Baca juga: Dahlan Dahi, CEO Tribun Network Raih Penghargaan MTA 2025 Kategori Tokoh Media Berpengaruh

Baca juga: Kisah Pelarian RS dalam Kasus Pembunuhan Kacab Bank BUMN, Rumah di Nyatnyono Semarang Jadi Saksi

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved