Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Sengketa Lahan 82 Hektare di Semarang: Wihara Sima 2500 Terancam Digusur Perusahaan Produsen Besi

Wihara Sima 2500 Buddha Jayanti bersengketa dengan sebuah perusahaan produsen besi asal Banyumanik, Kota Semarang.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG/Iwan Arifianto
KONFLIK TANAH - Ketua Yayasan Vajra Dwipa, Loekito Rahardjo Hidajat dan Ketua FKUB Kota Semarang Mustam Aji menunjukkan peta dari Kodam IV Diponegoro yang mencantumkan tanah milik yayasan tersebut yang kini hendak diklaim oleh perusahaan produsen besi di Banyumanik, Kota Semarang, Selasa (14/10/2025).  

Pada tahun 1992, tanah tersebut juga tumpang tindih dengan data dokumen dari Kodam IV Diponegoro.

Menurut Loekito, atas inisiatif Zeni Kodam muncullah peta yang menggabungkan antara tanah Kodam IV Diponegoro dengan tanah milik Yayasan Vajra Dwipa.

"Di dalam peta Kodam tertulis wihara Sima 2500 dan nama yayasan, berarti Kodam mengakui tanah itu milik yayasan Vajra Dwipa," paparnya.

Loekito menyebut, penyerobotan tanah dari perusahaan produsen besi itu sudah mulai dilakukan sejak tahun 2012 akhir hingga awal tahun 2013. 

Kala itu, ia memergoki orang-orang suruhan perusahan menanam sengon dan memasang patok. 

"Saya menegur perusahaan itu melalui surat tapi surat itu tidak pernah dibalas sampai sekarang," ujarnya.

Pihaknya juga berulang kali mengajak mediasi perusahaan tersebut akan tetapi ajakan mediasi bertepuk sebelah tangan.

Padahal, mereka sudah melakukan pemanfaatan lahan dengan menanam sejumlah pohon dan pematokan di sejumlah titik tanah yayasan. Loekito belum bisa merinci jumlah tanah yang dipatok oleh perusahaan tersebut. 

"Mereka selalu menghindar ketika kami ajak mediasi. Jadi, selama ini belum pernah ada pertemuan," katanya.

Sebaliknya, perusahaan tersebut akhir-akhir ini menyuruh sejumlah orang untuk melakukan pematokan dan pemagaran tanah. 

Loekito menduga, tujuan pematokan karena perusahaan itu mengajukan pengukuran tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Kami minta petugas yang melakukan pematokan berhenti tapi mereka tidak peduli dengan alasan diperintah oleh atasan," jelasnya.

Pihaknya sejauh ini telah berusaha melakukan penyertifikatan tanah tersebut.

Di tengah proses itu, Loekito meminta BPN agar memahami betul persoalan ini.

Ia meminta pula kepada BPN agar tidak mengabulkan permintaan pengukuran tanah dari perusahaan tersebut terlebih sampai menerbitkan sertifikat tanahnya. 

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved