Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Edit Foto Tak Senonoh Siswi SMA Semarang

Chiko Pelaku Konten Porno AI SMA 11 Semarang Anak Polisi, Polda Jateng: Tak Ada Pengaruhnya

Kepolisian Daerah Jawa Tengah memastikan proses penyelidikan terhadap seorang mahasiswa Universitas Diponegoro

Penulis: Lyz | Editor: muh radlis
Istimewa
EDIT PAKAI AI - Chiko alumnus SMAN 11 Semarang mengedit video dan foto tak senonoh menggunakan AI 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kepolisian Daerah Jawa Tengah memastikan proses penyelidikan terhadap seorang mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang bernama Chiko Radityatama Agung Putra alias Chiko, yang diduga membuat konten digital bermuatan asusila berbasis kecerdasan buatan (AI), akan berjalan secara profesional tanpa intervensi pihak mana pun.

Mahasiswa tersebut diketahui tinggal di kompleks asrama polisi di Kabluk, Gayamsari, Kota Semarang, bersama salah satu orang tuanya yang merupakan anggota kepolisian.

Meski demikian, pihak kepolisian menegaskan status keluarga pelaku tidak akan memengaruhi proses hukum yang sedang berjalan.

"Terduga berstatus sebagai anak polisi tidak akan berpengaruh (proses penyelidikan)," jelas Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng, Kombes Pol Artanto kepada Tribun, Senin (20/10/2025).

Artanto menambahkan, penyidik akan tetap bekerja secara objektif dan transparan dalam menangani perkara tersebut.

Ia menegaskan, Polda Jateng berkomitmen menegakkan hukum tanpa pandang bulu, termasuk dalam kasus yang melibatkan keluarga aparat kepolisian.

"Jadi semua sama, tidak ada pengaruhnya (sebagai anak polisi)," bebernya. 

 

Cari Alat Bukti

Polda Jateng dalam kasus ini menurunkan tim dari Direktorat Reserse Siber (Ditsiber). Tim yang diterjunkan untuk mencari sejumlah alat bukti sebagai pintu masuk dalam proses penyelidikan.

"Iya betul, kami proaktif dengan menerjunkan  tim dari Direktorat Reserse Siber Polda Jateng untuk mencari potensi pidana dalam kasus tersebut," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Pol Artanto kepada Tribun, Senin (20/10/2025).

Diakui Artanto, kasus ini belum ada laporan secara resmi dari para korban.

Namun, sejumlah anggota Siber sudah diturunkan karena  menilai kasus ini sudah menjurus ke arah pidana.

Ia menyebut, tim di lapangan sedang melakukan identifikasi para korban melalui kerjasama dengan sekolah dan dinas terkait.

"Korban belum melapor. Tapi, kami melihat sudah ada salah satu pidana (yang dilanggar) untuk itu kami harus menemukan bukti-bukti awal untuk mengarah ke penyelidikan,"  terang Artanto.

Ia menyebut, sejumlah bukti yang masih dicari tim Siber di lapangan yakni  keterangan saksi, alat atau aplikasi yang digunakan terduga pelaku, dan media sosial yang digunakan.

"Penyidik Siber harus menemukan alat bukti pendukung tersebut dan kami komitmen untuk memantau kasus ini," bebernya.

Sebagai kejahatan yang terhitung baru, Artanto mengimbau kepada masyarakat untuk bijak bermedia sosial. Menurutnya, perkembangan teknologi kecerdasan buatan sangat baik dalam mendukung kerja-kerja manusia. Namun, jangan sampai disalahgunakan.

"Apalagi yang menjurus negatif hingga memakan korban," imbuhnya.

Bisa Dijerat UU ITE dan UU TPKS

Sebagaimana diberitakan, Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) menyebut kasus edit foto dan video dengan korban ribuan siswi di sebuah sekolah menengah atas (SMA) di Kota Semarang termasuk kasus Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE).

Organisasi yang memperjuangkan hak-hak perempuan ini menegaskan, pelaku edit foto dan video yang menyebar konten para korban ke media sosial bisa kena hukum pidana.

"Kasus ini bisa masuk ke ranah pidana karena masuk pelanggaran UU ITE (Undang-undang Informasi & Transaksi Elektronik) dan UU TPKS (UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual)," ucap Koordinator Divisi Informasi dan Dokumentasi LRC-KJHAM, Citra Ayu Kurniawati kepada Tribun, Selasa (14/10/2025).

Kasus ini bermula dari tautan viral di X (dulu Twitter) yang menampilkan ribuan foto dan video siswi SMA yang telah dimodifikasi dengan kecerdasan buatan (AI).

Para pemeran foto dan video tak senonoh itu diubah wajahnya menggunakan para pelajar dari sebuah SMA tersebut.

Citra melanjutkan, kasus itu masuk sebagai kasus kekerasan seksual berbasis elektronik lantaran pelaku dengan sengaja mengubah wajah maupun anggota tubuh korban dengan muatan seksual lalu menyebarkannya ke media sosial.

"Harusnya pelaku bisa kena UU ITE dengan ancaman 6 tahun dan UU TPKS bisa 12 tahun," paparnya.

Belakang diketahui, terduga pelaku bernama Chiko alumni SMA tersebut angkatan 2025.

Chiko telah meminta maaf atas perilakunya itu. Melihat fakta ini, Citra menyayangkannya.

Ia menilai, pelaku meskipun sudah meminta maaf tetapi kasus pidananya harus tetap jalan.

"Kasus kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan di luar hukum dengan meminta maaf. Seharusnya proses pidana harus terus jalan," bebernya.

Kendati demikian, Citra mengakui, kasus ini merupakan delik aduan.

Karena itu, proses pidananya harus menunggu laporan dari korban.

"Perlu mendorong korban untuk berani speak up karena mereka juga berhak mendapatkan perlindungan dan pemulihan akibat dari kasus ini," ucapnya.

Citra mendesak kepolisian dan pemerintah harus proaktif terhadap kasus ini.

Polisi bisa menindaklanjutinya dengan ikut menjamin keamanan korban sehingga berani melapor.

Di samping itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak harus melakukan pemulihan psikis para korban.

"Korban bisa didorong untuk berani berbicara dalam kasus ini dan hak-hak pemulihan korban juga harus dipenuhi," ucapnya. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved