Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Solo

Tanda Alam Sebelum PB XIII Wafat, Gusti Neno: Pohon Tumbang di Pesanggrahan Langenharjo

Pohon tumbang di Pesanggrahan Langenharjo pada dua hari sebelum wafatnya Sinuhun Paku Buwana XIII seakan menjadi pertanda.

Penulis: Dse | Editor: deni setiawan
TRIBUN JATENG/WORO SETO
TAKZIAH - Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka takziah atas meninggalnya Paku Buwono XIII di Keraton Surakarta Hadiningrat, Minggu (2/11/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Seakan sudah menjadi bagian dari tradisi keraton, terutama masyarakat Jawa yang meyakininya, tanda-tanda alam kerap dimaknai sebagai sinyal spiritual. Tak terkecuali beberapa sebelum wafatnya Raja Keraton Kasunanan Surakarta Kanjeng Sinuhun Paku Buwana XIII.

Beberapa tanda yang menjadi sasmita (sinyal spiritual) itu di antaranya pohon tumbang, suara binatang malam, hingga perubahan cuaca secara mendadak atau tak seperti biasanya.

Dan tumbangnya pohon jambu mete di Pesanggrahan Langenharjo pada dua hari sebelum wafatnya PB XIII pun diyakini beberapa pihak menjadi peristiwa saling terkait.

Sekaligus pula itu sebagai pengingat kuatnya hubungan alam dan kehidupan spiritual masyarakat Jawa.

Baca juga: Warga Solo Bisa Datang Takziah Sebelum Raja Paku Buwana XIII Dimakamkan, Ini Lokasinya

FAKTA Baru Kasus Salah Tangkap di Magelang, KPAI: Ada Unsur Pelecehan

Seperti halnya yang disampaikan oleh KGPH Surya Wicaksana atau yang akrab disapa Gusti Neno.

Wafatnya Raja Keraton Solo, Kanjeng Sinuhun Paku Buwana XIII pada Minggu (2/11/2025) juga disebut telah menyisakan kisah yang sarat makna bagi keluarga dan masyarakat. 

Sebelum sang raja mengembuskan napas terakhir, muncul tanda alam yang dianggap sebagai pertanda duka. Pohon tua tumbang di Pesanggrahan Langenharjo, Kabupaten Sukoharjo.

Adik PB XIII, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Surya Wicaksana atau yang akrab disapa Gusti Neno menuturkan, pohon besar yang tumbang itu adalah pohon jambu mete yang sudah berusia puluhan tahun.

“Pada 31 Oktober 2025, pohon itu tumbang saat hujan deras dan angin kencang. Menimpa bangunan semi permanen di dekat pendopo pesanggrahan,” ujar Gusti Neno seperti dilansir dari Kompas.com, Senin (3/11/2025).

Peristiwa pohon tumbang tersebut terjadi dua hari sebelum wafatnya Sinuhun Paku Buwana XIII.

Hal ini menimbulkan pembicaraan di kalangan masyarakat sekitar Keraton Solo dan Sukoharjo, yang mengaitkannya sebagai tanda alam atas kepergian sang raja.

“Memang biasanya di Pesanggrahan Langenharjo segala hal terkait alam itu memberikan semacam perlambang atau sinyal atau sasmita (tanda),” kata Gusti Neno.

“Iya apa tidaknya (kebenaran) itu tergantung masing-masing individu yang melihat lambang-lambang alam tersebut,” tambahnya.

Pesanggrahan Langenharjo merupakan tempat bersejarah peninggalan Paku Buwana IX, dibangun pada 1870 sebagai tempat semedi dan meditasi para raja Mataram Islam.

Baca juga: Raja Keraton Kasunanan Solo Paku Buwana XIII Dimakamkan Rabu 5 November di Imogiri

KOMPLEKS KERATON SOLO - Suasana Kompleks Keraton Kasunanan Solo, Minggu (2/11/2025). Raja Paku Buwono XIII disemayamkan Pendapa Paningratan, belakang pendapa utama Keraton.
KOMPLEKS KERATON SOLO - Suasana Kompleks Keraton Kasunanan Solo, Minggu (2/11/2025). Raja Paku Buwono XIII disemayamkan Pendapa Paningratan, belakang pendapa utama Keraton. (TRIBUN JATENG/ARDIANTI WORO SETO)

Lokasinya berada di Desa Langenharjo, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, sekira 10 kilometer atau 20 menit perjalanan dari Keraton Kasunanan Surakarta. 

Tempat ini berdiri di tepi utara Sungai Bengawan Solo, dikelilingi pepohonan besar yang menambah kesan teduh dan sakral.

Masyarakat percaya bahwa Pesanggrahan Langenharjo kerap menampilkan fenomena alam yang dianggap sebagai pertanda spiritual, terutama menjelang peristiwa besar di lingkungan Keraton Surakarta.

Gusti Neno merupakan adik ke-27 dari PB XIII. Keduanya merupakan keturunan Paku Buwana XII yang memiliki 35 anak dari enam istri yang terdiri atas 15 putra dan 20 putri.

Sementara PB XIII adalah putra laki-laki tertua dari PB XII dan meninggalkan tujuh anak, termasuk KGPH Purbaya yang kini disebut sebagai putra mahkota penerus tahta.

Prosesi Pemakaman PB XIII 

Paku Buwana XIII wafat di RS Indriati Sukoharjo pada Minggu (2/11/2025) pukul 07.30 setelah mengalami komplikasi penyakit.

Jenazah dibawa ke Keraton Kasunanan Surakarta sekira pukul 10.45 menggunakan ambulans.

Rencananya, jenazah akan diarak menggunakan kereta kencana pusaka yang ditarik delapan kuda, menuju Loji Gandrung, sebelum melanjutkan perjalanan dengan ambulans ke Kompleks Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Adik kandung mendiang raja, KGPH Puger menjelaskan bahwa kereta kencana pusaka itu terakhir kali dipugar pada masa pemerintahan Paku Buwana X.

“Kereta jenazah digunakan untuk mengantar dari dalam keraton hingga keluar. Dari sini ke Ndalem Wuryoningratan, baru ganti ambulans,” ujar KGPH Puger.

Baca juga: Setelah Pakubuwono XIII Wafat: Ini Filosofi "Paku Buwono", Gelar Raja Solo Yang Tak Akan Hilang

Wapres Gibran Kunjungan di Semarang, Banjir Kaligawe Tiba-tiba Surut, Kebetulan?

Kereta pusaka tersebut disimpan di gedung penyimpanan kereta Talangpaten dan hanya digunakan saat mengiringi jenazah raja. 

Setelah dimandikan, jenazah PB XIII disemayamkan di Masjid Pujosono, yang terletak di belakang Sasana Sewaka, sebelum diberangkatkan menuju Imogiri pada Rabu (5/11/2025).

Prosesi akan melewati Magangan dan Alun-alun Selatan (Kidul).

“Tidak ada prosesi adat khusus. Tata cara pemakaman raja pada dasarnya serupa dengan masyarakat umum, termasuk tradisi berobosan yang dilakukan di Paningrat."

"Hanya saja, lokasi pelaksanaannya berbeda,” jelas KGPH Puger.

Menurutnya, perbedaan utama adalah destinasi akhir pemakaman, karena raja memiliki masjid sendiri serta tempat khusus bernama Parasdya di kompleks makam.

Kondisi Kesehatan Sebelum Wafat

Salah satu kerabat keraton, KPH Eddy Wirabhumi menuturkan bahwa PB XIII sempat dirawat beberapa kali dan kondisinya naik turun selama beberapa pekan terakhir.

“Cukup lama, sebelum Adang Dal beliau sempat masuk rumah sakit, kemudian lumayan sehat dan kondur (pulang)."

"Namun setelah acara Adang Dal itu, beliau sakit lagi, masuk lagi sampai sekarang,” ujar Eddy.

“Sebenarnya sudah lama beliau sakit. Terakhir komplikasi, termasuk gula darahnya tinggi dan seterusnya."

"Sudah sepuh juga,” tambahnya.

Paku Buwana XIII meninggal pada usia 77 tahun, setelah berjuang melawan komplikasi penyakit yang dideritanya. (*)

Sumber Kompas.com

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved