Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Harga BBM Turun

Organda Tolak Turunkan Tarif

Organisasi Angkutan Darat (Organda) belum berencana menurunkan tarif angkutan umum meski harga premium dan solor turun sejak 1 Januari 2015.

Editor: rustam aji

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Organisasi Angkutan Darat (Organda) belum berencana menurunkan tarif angkutan umum meski harga premium dan solor turun sejak 1 Januari 2015. Sebabnya, Organda masih melihat kondisi operasional sejak pemerintah mengerek naik harga BBM bersubsidi beberapa waktu lalu.

"Harga suku cadang masih tinggi akibat kenaikan BBM bersubsidi beberapa waktu lalu," ujar Sekretaris Jenderal Organda, Andriansyah di Jakarta, Jumat (2/1).

Menurutnya, biaya operasional yang merangkak naik adalah biaya perawatan atau pergantian ban dan suku cadang. Biaya operasional itu mesti dikeluarkan demi kendaraan dan kenyamanan penumpang.

"Biaya operasional tersebut dikeluarkan untuk pemeliharaan kendaraan, sehingga mampu menjamin pelayanan dan keselamatan penumpang," katanya.

Bukan hanya itu, biaya suku cadang juga membengkak lantaran nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh level Rp 12000 per dolar AS. "Kalau nanti nilai tukar rupiah turun, kami akan melakukan evaluasi untuk mengkaji penurunan tarif angkutan yang ada," ucapnya seraya menyebut, penurunan harga BBM bersubsidi solar dari Rp 7.500 per liter menjadi Rp 7.250 per liter belum bisa menjadi alasan kuat untuk menurunkan tarif angkutan umum.

"Penurunannya tidak signifikan. Sementara imbas dari kenaikan BBM lalu mengharuskan kami menaikkan harga sebesar 10 persen, yang seharusnya 25-30 persen untuk Angkutan Kota Antar Provinsi," imbuhnya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap pelaku usaha di bidang transportasi menyesuaikan tarif setelah pemerintah memberlakukan harga baru untuk premium dan solar. "Kalau ada hubungannya, ya segera menyesuaikan," kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden.

Ia meyakini harga barang-barang bakal menyusut seiring melorotnya harga BBM. Penyesuaian harga barang ini akan memerlukan waktu. "Tahap pertama tidak, tahap berikutnya efeknya turun. Jangan hanya lihat inflasi," ujarnya.

Kalla menambahkan, langkah pemerintah menghapus subsidi premium dalam upaya menjaga anggaran agar tidak jebol. Alokasi subsidi BBM dipangkas menjadi kurang dari Rp 50 triliun. "Harus seperti itu karena kalau tidak begitu bisa jebol," ungkapnya.

Mantan Menko Kesra itu menyebut, sistem baru akan membuat harga premium naik dan turun sesuai dengan laju perubahan harga minyak dunia. Kendati demikian, pemerintah tetap menjaga harga solar melalui mekanisme subsidi tetap. Pemerintah memberi subsidi solar sebesar Rp 1.000 untuk setiap liter.

"Kan yang penting masyarakat dapat subsisdi kan? Kalau tidak begitu, harga turun masyarakat bayar lebih mahal, ya sama saja," katanya.

Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menyebut, pemerintah tengah membiasakan masyarakat untuk tidak bergantung pada subsidi pemerintah. Masyarakat sudah saatnya terbiasa dengan harga keekonomian BBM.

"Jangan bicara itu (subsidi) dulu. Yang penting sekarang kita lepaskan pada harga keekonomian biar masyarakat terbiasa dengan harga keekonomian dan itu akan membuat masyarakat berhemat. Karena energi biar bagaimana pun barang langka," tuturnya.

Ia menjelaskan, pemerintah akan meninjau harga premium secara berkala. Ia menampik inflasi bakal tidak terkontrol bila harga BBM berubah-ubah. "Masyarakat akan terbiasa. Masalahnya inflasi, karena ini ibaratnya tertunda-tunda, jadi begitu dilepaskan langsung meledak. Kalau naik turun, masyarakat akan terbiasa, ada inflasi, ada deflasi, akan lebih baik, APBN kita lebih baik dan subsidi bisa ke lebih produktif," ungkapnya.

Sofyan optimistis kebijakan penghapusan subsidi BBM jenis premium berdampak pada perbaikan ekonomi nasional, termasuk penurunan inflasi. Ia berharap target inflasi yang rendah tahun depan bisa tercapai.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved