Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Liputan Khusus

Modin Itu Ngaku Dibayar Rp 25 Ribu Urus Pernikahan

Setahun lalu, Rozidin (45), warga Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan memutuskan berhenti menjadi pekerja serabutan

Editor: rustam aji
zoom-inlihat foto Modin Itu Ngaku Dibayar Rp 25 Ribu Urus Pernikahan
tribunjateng/raka f pujangga
Ilustrasi - Pernikahan

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Setahun lalu, Rozidin (45), warga Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan memutuskan berhenti menjadi pekerja serabutan.

Ia memilih menjadi seorang modin untuk kelurahannya. Membantu mempelai dalam pengurusan surat-surat pernikahan jadi pilihannya untuk bertahan hidup.

Rozidin menegaskan tidak semua modin melakukan pungutan liar biaya nikah terhadap calon mempelai. Sejak 2014, banyak pengalaman yang didapatkannya saat berhadapan dengan masyarakat. Misalnya, ia cekcok dengan warga saat mengurus administrasi pernikahan. Kemudian, sering tidak dibayar sama sekali ketika bersusah payah mengurus keperluan warga.

"Banyak yang mengira modin itu dibayar oleh kelurahan, padahal tidak sama sekali. Saya dapat hasil ya dari mengurus surat ini," ucapnya saat ditemui di kantor kelurahan, belum lama ini.

Ia bercerita pernah dimarahi warga yang meminta bantuannya. Tapi ada juga warga yang memberinya uang jasa karena tahu keadaannya sebenarnya. Tidak jarang bayarannya 'riwa riwi' hanya sebungkus es untuknya.

Selama menjadi modin, ia juga berinteraksi dengan modin lain. Diakuinya ada yang menyarankannya untuk menetapkan tarif. Bahkan, ia tahu ada modin yang membuat tarif untuk mengurus pernikahan dan sebagainya.

"Tapi saya tidak mau seperti itu, bagi saya rejeki itu tidak kemana. Pasti ada jalannya," ucapnya.

Ia mengatakan uang jasa yang diterimanya tidak menentu. Terkadang, ia bisa menerima Rp 25 ribu hingga lebih dari Rp 50 ribu. Tergantung dari penghargaan warga terhadap jasa yang ditawarkannya.

Rozidin tidak hanya bekerja sebagai modin, tapi juga mengajar ngaji di kampungnya. Tidak jarang ia dipercaya warga untuk mengisi ceramah pengajian. Dari situ, ia juga bisa mendapat sedikit rezeki.

Ia ingin masyarakat tahu bahwa profesinya sebagai modin tidak dibayar oleh pihak kelurahan. Selain itu, ia juga berharap ada perhatian untuk para modin yang selama ini kurang penghasilan.

Seperti dilaporkan Tribun Jateng, masih ada pungli biaya nikah di Jateng. Pernikahan gratis di Kantor Urusan Agama (KUA) saat jam kerja sesuai Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2014 tidak dialami oleh sejumlah mempelai di Kendal dan Kota Semarang. Mempelai perempuan diminta biaya total Rp 600 ribu, bahkan ada oknum modin yang meminta biaya Rp 1 juta kalau menikah di luar KUA. Disinyalir praktek pungli juga melibatkan oknum KUA dan kelurahan.

Kepala Bidang Urusan Agama Islam (Urais), Kemenag Jateng, Saifullah mengakui ada oknum yang memutarbalikkan aturan biaya nikah. Ada oknum yang mengatakan biaya nikah di kantor KUA adalah Rp 600 ribu padahal sebenarnya menikah di KUA dan pada jam kerja adalah gratis. Mempelai baru membayar Rp 600 ribu jika pernikahan di luar KUA di luar jam kerja.

Ia tidak menutup mata, menggunakan jasa pihak ketiga tentu butuh dana. Misalnya, si modin tentunya butuh biaya transportasi untuk bolak-balik ke dinas kependudukan dan catatan sipil, kelurahan dan kecamatan.

Baginya untuk uang transpor Rp 100 ribu atau Rp 200 ribu masih wajar jika wilayahnya pelosok. Tapi ketika modin atau pihak ketiga menyampaikan bahwa uang di luar biaya resmi adalah biaya nikah, maka itu tidak dibenarkan.(tim)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved