Di Warung Nasi Baru Kabupaten Pati, Dhuafa Cukup Bayar Rp 1.000 Makan Sepuasnya
Piring-piring pastik hijau berisi nasi, lalapan, dan lele goreng bertumpuk dalam etalase kaca sebuah gerobak berwarna hijau.
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, PATI - Piring-piring pastik hijau berisi nasi, lalapan, dan lele goreng bertumpuk dalam etalase kaca sebuah gerobak berwarna hijau.
Pada gerobak yang mangkal di pelataran Pasar Puri Kabupaten Pati itu, terpasang spanduk bertulisan mencolok: "Warung Nasi Baru. Bayar Seribu untuk Kaum Dhuafa & Fakir Miskin; Bayar Rp 1.000,- Silakan Makan Sepuasnya".
"Dahar , Pak? Dahar, Bu?" Ratih Wijayanti dan teman-temannya, pengelola Warung Nasi Baru, menawari setiap orang yang datang atau kebetulan lewat untuk makan di warung mereka, Jumat (9/8/2019) pagi.
"Seribu, Pak.
Uangnya monggo dimasukkan ke dalam kardus," ujar Ratih pada seseorang yang baru saja selesai makan.
Dengan Rp 1.000, pengunjung Warung Nasi Baru bukan hanya memperoleh nasi dan lauk.
Mereka juga dipersilakan menikmati es buah serta aneka gorengan, buah, jajan pasar, kerupuk, dan air mineral yang ditata rapi di atas karpet yang digelar di depan dan belakang gerobak.
Ratih merupakan inisiator Komunitas Bunda Pati Berbagi, komunitas filantropi berbasis media sosial dan beranggotakan para ibu yang mengelola Warung Nasi Baru.
Ia mengatakan, lapak makanan murah di Pasar Puri bagi kaum duafa ini dibuka setiap Jumat pagi. Jumat ini merupakan pekan kedua.
Sebelum Komunitas Bunda Pati Berbagi berdiri sekira akhir Juni 2019, Ratih sendirian rutin membagikan makanan di kawasan Taman Stasiun Puri setiap Jumat.
"Kemudian, seorang kawan saya yang ada di Hongkong atau Taiwan bergabung.
Kami kemudian lihat video kegiatan semacam ini (warung murah bagi duafa-red.).
Kami nilai bagus, apalagi di Pati belum ada.
Kami tertarik meniru, tapi kalau hanya berdua kami belum mampu," ujarnya.
Ratih kemudian menawarkan ide ini di Facebook.
Unggahannya kemudian mendapat banyak respons positif.
Bahkan, hari itu juga ada yang menyumbang termos dan perlengkapan masak lainnya.
"Sekarang anggotanya 30-an orang, semuanya teman-teman di Facebook.
Awalnya saya buat fanpage dan unggah rencana ini.
Kemudian banyak yang komentar ingin ikut, ada juga TKI di Singapura.
Kemudian ada yang namanya Endang Puji, dia ini aktivis, ikut banyak komunitas.
Dia share postingan saya ke banyak grup, sampai unggahan saya dilihat hampir 10 ribu orang," ujarnya.
• Dinas Perdagangan Kota Semarang Target Seluruh Pasar Tradisional Terapkan E-Retribusi pada 2020
• Sinoeng Sebut Akhir Tahun 2020 Stadion Jatidiri Sudah Bisa Digunakan
Jumat lalu, pada pekan perdana, Ratih dan kawan-kawannya menyediakan 250 porsi makanan yang habis hanya dalam 1,5 jam.
"Kemarin itu nasinya habis, tapi beberapa lauk masih.
Akhirnya hari ini berasnya kami tambah 2 kilogram.
Total 12 kilo yang kami masak.
Menu lauknya bervariasi tiap pekan," jelasnya.
Modal untuk memasak, terang Ratih, bersumber dari donasi dan perolehan uang dari pengunjung sepekan sebelumnya.
Tidak ada iuran anggota.
Siapa pun yang ingin menyumbang, tidak harus anggota komunitas, ia persilakan.
"Tapi sementara ini kami belum punya rekening khusus.
Rencananya Sabtu besok mau membahas soal ini," ucapnya.
Ada alasan khusus mengapa Ratih membuka warung murahnya pagi hari.
Menurutnya, banyak di antara pengunjungnya yang berprofesi sebagai tukang parkir, tukang becak, sopir angkot, dan bakul pasar, belum sarapan ketika berangkat kerja.
"Mereka tunggu dapat uang dulu hari itu, baru bisa makan.
Ini hal yang kedengarannya sepele, tapi makan pagi bisa meningkatkan semangat bekerja.
Sementara ini kami buka pukul 9 pagi, ke depan kami usahakan buka lebih pagi di jam sarapan," ungkapnya.
Ratih mengatakan, meski fokus pada kaum dhuafa, pihaknya tidak menyaring pengunjung.
Siapa pun yang datang, ia persilakan makan dengan membayar seribu.
Saat ini, pihaknya butuh dukungan berbagai pihak untuk mewujudkan rencananya ke depan, yakni membuka warung murah setiap hari, bukan hanya sepekan sekali.
Ia juga ingin melebarkan sayap ke kegiatan sosial lainnya.
Gunawi (60), pengemudi angkot jurusan Pati-Tlogowungu, mengaku terbantu dengan adanya Warung Nasi Baru.
Menurutnya, meski ia memasukkan uang Rp 1.000 ke dalam kardus yang disediakan, makan paginya ini bisa dibilang gratis.
"Seribu itu apalah artinya. Pia (bakwan) saja harganya satu seribu.
Uang itu paling ya buat bantu isah-isah (cuci piring).
Saya berterima kasih pada yang memberi makan, apalagi sekarang ini cari penumpang sulit," ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pasar Puri Kartono mengatakan, ia mendukung kegiatan Ratih dan kawan-kawan membantu masyarakat kurang mampu.
"Sebelum membuka ini, mereka sudah izin pada kami. Kami fasilitasi tempat tanpa kami tarik retribusi.
Sebab ini betul-betul untuk kegiatan sosial.
Kami harap kegiatan ini bisa dilestarikan," tandasnya. (Mazka Hauzan Naufal)
• Salut, Anggota Polres Purworejo Sisihkan Penghasilan Beli 15 Kambing Dibagikan ke Panti Asuhan
• Ifan Bustanuddin: Sering Dianggap Murahan, Produk Pangan Lokal Pati Sebenarnya Berpotensi Luar Biasa