Mamat Alkatiri Sebut Jokowi Orang Baik, Tetapi Ada Hal yang Ia Sesalkan
Tokoh Pemuda Papua, Mamat Alkatiri menyebut bahwa presiden Jokowi adalah orang baik. Hal itu diungkapkan Mamat Alkatiri dalam acara Ilc
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Tokoh Pemuda Papua, Mamat Alkatiri menyebut bahwa presiden Jokowi adalah orang baik.
Hal itu diungkapkan Mamat Alkatiri dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (3/9/2019).
Mamat Alkatiri mengaku bosan dengan peseteruan para elit, terlebih orang-orang bawah juga ikut bertengkar.
"Saya komedian yang selalu menertawakan hal-hal dalam kehidupan tapi hari ini sedih karena bapak-bapak kita yang ada di atas bertengkar yang di bawah juga bertengkar jadi bingung saya," ujar Mamat Alkatiri.
Mamat menyebut bahwa kejadian Papua seperti yang ada di Surabaya bukanlah hal yang pertama.
"Ini kan bukan kejadian pertama sebenarnya, kita tiap tahun akan membicarakan soal Papua seperti ini terus." ujar Mamat.
"Dari sudah lama masalah rasisme saya dari 2010 saya alami itu, persekusi saya sudah saya alami itu," imbuhnya.
Mamat menilai, saat ini mahasiswa Papua sudah muak dan melampiaskan kekecewaannya.
"Dan ini bukan kasus pertama, ini kasus yang berulang-ulang sehingga mahasiswa-mahasiswa ini sudah muak, marah lalu melampiaskan kekecawannya," ungkap Mamat.
Mamat mengaku kecewa dengan respons pemerintah yang meminta mahasiswa dan pemuda Papua untuk bersabar.
"Lalu pemerintah dengan gampangnya suruh minta kita untuk meminta maaf, eh saling memaafkan dan segalanya macam itu ya oke kita mau dibilang kita orang Papua harus memaafkan dengan orang lain, kita sudah memaafkan sesama yang lain, kita ini sudah terlalu lama kita sudah terlalu sabar untuk menghadapi kasus-kasus seperti ini, pemerintah juga agak bingung, saya bingung mau bilang apa sama pemerintah sampai saat ini."
Mamat menilai presiden Jokowi sangat baik, namun ia menyayangkan orang-orang di sekitar Jokowi yang menggunakan pendekatan militer.
"Bukan Pak Jokowi, kalau Pak Jokowi saya tahu punya niat baik saya tahu yang seperti yang tadi Politisi dari PDIP bilang tadi Pak Jokowi punya niat baik dan orang Papua membalas itu dengan memilih beliau 90 persen memilih beliau," ungkap Mamat.
"Tapi kan yang sekelilingnya ini adalah orang-orang lama yang menggunakan cara-cara lama pendekatan-pendekatan militer dengan kami orang Papua," imbuh Mamat.
Soal rencana dialog yang akan dilakukan pemerintah, Mamat menyebut bahwa rencana tersebut sudah lama dan tidak terealisasi.
"Bahkan kita tahu yang terlibat dalam kasus Surabaya adalah oknum aparat, lalu apa yang diharapkan, katanya ada diaolog, wacana dialog itu sudah lama, tidak pernah terlaksana, apa yang akan kita harapkan dalam hal-hal seperti ini," ujarnya.
Mamat mengungkapkan bahwa mahasiswa Papua yang ada di beberapa daerah mengaku takut.
"Kita sebagai mahasiswa, adik saya di beberapa daerah takut untuk bersikap, kita merantau di luar daerah, namun mendapatkan hal-hal seperti ini, " ujarnya.
Diketahui, kerusuhan di sejumlah tempat di Papua terjadi, yakni di Manokwari Senin (219/8/2019) dan Fakfak, Rabu (21/8/2019).
Hal ini dipicu adanya penangkapan terhadap 43 mahasiswa Papua di Surabaya, dengan tudingan merusak bendera Indonesia, Sabtu (17/8/2019).
Sejumlah massa menggelar aksi unjuk rasa hingga melumpuhkan jalan Yos Sudarso yang merupakan jalan utama kota Manokwari.
Tak hanya melumpuhkan jalan, massa juga turut membakar Gedung DPRD Papua Barat.
Benny Wenda Disebut Moeldoko Dalangi Kerusuhan Papua
Sosok Benny Wenda langsung menjadi sorotan setelah disebut Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko sebagai tokoh di balik kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Benny Wenda disebut telah memobilisasi diplomatik serta memobilisasi informasi yang salah sehingga menyulut kerusuhan itu.
"Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda itu.
Dia mobilisasi diplomatik, mobilisasi informasi yang missed, yang enggak benar.
Itu yang dia lakukan di Australia, di Inggris," ujar Moeldoko di kantornya, Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Ia menilai apa yang dilakukan Benny Wenda merupakan strategi politik.
Karena itu, pemerintah juga menanganinya secara politis
Akan tetapi, Moeldoko mengatakan, pemerintah telah menempuh berbagai langkah untuk mengatasi persoalan keamanan di Papua dan Papua Barat.
Salah satu cara yang dilakukan tentunya termasuk diplomasi.
"Itulah, seperti diplomasi. Pastilah dilakukan," ujar Moeldoko lagi.
Siapa sebenarnya Benny Wenda?
Benny Wenda adalah petinggi Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang lahir di Lembah Baliem tepat pada HUT Republik Indonesia 1974.
Wenda kemudian menjadi antipati dengan pemerintah Indonesia setelah dirinya mengklaim jika ada serangan udara yang membuat keluarganya menjadi korban.
Dirinya juga mengklaim akibat serangan udara itu kakinya putus satu.
Maka setelah rezim Soeharto tumbang, Wenda lantas angkat senjata meminta papua merdeka walaupun keluarganya sendiri memilih bergabung dengan NKRI
Ia melakukan lobi-lobi kepada pemerintahan Indonesia.
2. Berhasil Membuat Papua sebagai Daerah Otonomi Khusus
Pada pemerintahan Megawati, usaha lobi Wenda sebenarnya berhasil yakni menjadikan papua sebagai daerah otonomi khusus.
Namun apa lacur, Wenda masih kurang puas dan menuntut lagi kemerdekaan papua.
3. Ditangkap
Aparat keamanan Indonesia tak bisa lagi mentolerir lagi Wenda ditangkap karena ia mengacaukan keamanan pada tahun 2001.
6 Juni 2002, Wenda kemudian ditahan di Jayapura.
Dirinya kemudian berhasil kabur dari penjara pada 27 Oktober 2002.
Dibantu simpatisan OPM, Wenda diselundupkan ke Papua Nugini yang lantas ia ngacir ke Inggris bersama LSM Eropa setelah mendapat suaka politik.
Sampai saat ini Wenda hidup aman, nyaman di bawah perlindungan dan pengawasan negeri Ratu Elizabeth II.
Di Inggris ia hanya bisa menyuarakan kemerdekaan Papua lewat media massa dan media sosial.
Sedangkan anak buahnya harus keluar masuk rimba, tidur di hutan, kekurangan makanan dan harus menyabung nyawa berperang dengan aparat keamanan Indonesia.
4. Dapat Penghargaan dari Oxford
Saat ini Benny Wenda tinggal di Oxford, Inggris.
Benny bahkan mendapat penghargaan dari Dewan Kota Oxford.
Pemerintah Indonesia tentu mengecam pemberian penghargaan kepada Benny.
Melalui Kementerian Luar Negeri, Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa Dewan Kota Oxford tak memahami rekam jejak Benny yang terlibat dalam permasalahan separatisme di Papua.
Padahal, pemerintah menyatakan, saat ini Papua telah mengalami kemajuan di bidang pembangunan.
5. Serukan Boikot Upacara Kemerdekaan
Dalam wawancara kepada Majalah Tempo, Benny Wenda mengaku telah mengeluarkan surat edaran yang berisi instruksi agar rakyat Papua tak mengikuti upacara kemerdekaan.
Akan tetapi, Benny menyatakan bahwa aksi demonstrasi yang kemudian disertai kerusuhan di Papua dan Papua Barat dianggap sebagai spontanitas masyarakat di sana.
"Saya memang mengeluarkan surat edaran beberapa pekan sebelum selebrasi kemerdekaan Indonesia. Isinya menyerukan kepada rakyat Papua supaya tidak ikut upacara," ucap Benny.
"Tapi aksi di Surabaya yang merembet ke Papua itu spontanitas saja. Rakyat Papua yang bergerak," ujar dia.
Kepada Majalah Tempo, Benny juga mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo soal Papua yang masih menggunakan pendekatan militer.
Dia memuji presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang melakukan pendekatan kemanusiaan.
Cara yang dilakukan Gus Dur antara lain mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua dan membolehkan pengibaran bendera Bintang Kejora selama bersanding dengan bendera Merah Putih.
"Hanya Gus Dur yang berani membela Papua. Dia juga menyebutkan Bintang Kejora sebagai lambang budaya kami," ujar Benny Wenda. (*)
• Sambil Menggendong Anak, Siti Gantung Diri di Dapur Rumahnya, Begini Kondisi Si Anak
• Kisah Pria Bernasib Mirip Bima KKN Desa Penari, Kawin dengan Kuntilanak hingga Punya Anak
• Video Detik-detik Truk Diduga Rem Blong Seruduk Antrean Mobil di Tol Cipularang