Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Jejak Berdarah G30S/PKI di Plumbon Semarang Jadi Situs Memori Dunia CIPDH UNESCO, Ini Kata Yunantyo

Jejak berdarah Gerakan 30 September 1965 atau dikenal G30S/PKI ternyata terjadi di Kota Semarang.

Penulis: Akhtur Gumilang | Editor: galih permadi
TRIBUN JATENG/AKHTUR GUMILANG
jejak berdarah berupa nisan yang bertuliskan sejumlah nama korban dari tragedi G30S PKI di Plumbon, Wonosari, Ngaliyan, Kota Semarang, Senin (20/1/2020). 

Sebab, kala itu, kuburan massal Plumbon diresmikan dan dihadiri oleh sejumlah pejabat Pemkot Semarang, aparat TNI/Polri, tokoh lintas agama, serta masyarakat umum.

Yunantyo mengungkapkan, kuburan massal Plumbon itu dinilai UNESCO memiliki nilai sejarah edukasi yang sangat kuat.

Sebab, kini di sana terdapat jejak sejumlah lubang kuburan yang berisi tubuh para korban tragedi G30S.

Dia mengatakan, kelompok PMS HAM membuat sebuah nisan di sekitar kuburan sebagai penanda nama korban yang terpendam di dalam liang kubur.

"Mungkin karena itulah, UNESCO memilih Plumbon jadi satu dari tiga situs edukasi sejarah persekusi korban perang," pungkasnya.

Tribunjateng.com pun berusaha menelusuri jejak berdarah G30SPKI di Kuburan Massal Plumbon itu. Lokasinya, masuk ke sebuah gang di samping timur SDN Mangkang Kulon 1.

Di san, Tribunjateng.com menyusuri sepanjang Jalan Plumbon III hingga menemukan hutan.

"Terus ke arah selatan mas. Sampai ketemu pohon yang ditandai cat merah. Di sana berhenti, lalu berjalan melewati rerumputan lebat," ujar Umi Asti (62), warga sekitar kepada Tribunjateng.com, Senin (20/1/2020).

Tribun Jateng menempuh sekitar 200 meter dengan berjalan kaki ke tengah hutan, lokasi dimana Nisan kuburan massal berada.

Dalam nisan itu, ternyata ada sembilan nama korban G30SPKI yang turut ditulis. Namun, korban nomer ke sembilan hanya ditulis 'Dan Lain-lain'.

"Ya masih ada beberapa orang yang ke sini. Mereka bertanya juga ke saya letak posisi kuburannya. Memang cukup sulit ditemukan. Biasanya harus tanya ke warga sekitar. Saya sering ditanyai saat orang-orang sedang mencari makam tersebut," ujar Umi, pedagang di sekitar Jalan Plumbon III.

CIPDH-UNESCO didirikan pada 2007 di Buenos Aires, Argentina, untuk meningkatkan kesetaraan dan nondiskriminasi melalui program-program yang mempromosikan kesetaraan gender, keberagaman dan antarbudaya.

CIPDH-UNESCO mengandalkan potensi pendidikan warisan budaya dan sejarah sebagai elemen penting dalam membangun identitas kolektif.

Selain itu, CIPDH-UNESCO juga memprioritaskan pendidikan HAM sebagai pendorong untuk mempromosikan budaya koeksistensi demokratis dan akses yang setara terhadap HAM.

Untuk itu, CIPDH-UNESCO berupaya memvisualisasikan situs-situs terkait dengan memori pelanggaran HAM berat di seluruh dunia sebagai bagian dari warisan budaya kolektif komunitas dalam bentuk peta interaktif

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved