Jejak Berdarah G30S/PKI di Plumbon Semarang Jadi Situs Memori Dunia CIPDH UNESCO, Ini Kata Yunantyo
Jejak berdarah Gerakan 30 September 1965 atau dikenal G30S/PKI ternyata terjadi di Kota Semarang.
Penulis: Akhtur Gumilang | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Jejak berdarah Gerakan 30 September 1965 atau dikenal G30S/PKI ternyata terjadi di Kota Semarang.
Jejak itu berupa sebuah kuburan massal korban tragedi berdarah G30S, Kampung Plumbon, Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang.
Diperkirakan sekitar 12-24 jenazah dimasukkan ke dalam kuburan tersebut.
• Kecelakaan di Semarang - Arif Lihat Mobil Honda Jazz Melaju Kencang, Serempet Pengendara Motor
• Apa Pertimbangan PSIS Semarang Rekrut 3 Bek Sekaligus? Ini Jawaban Wahyu Liluk Winarto
• Innalillahi Siswa SMK Maarif Kudus Mendadak Meninggal, Sempat Turun Motor Lalu Rebahan di Jalan
• Viral di Medsos Cerita Ningsih Tinampi Mengaku Dapat Peringatan Kiamat dari Utusan Tuhan
Kuburan massal yang berukuran tak lebih dari empat meter persegi ini ternyata ditetapkan jadi salah satu situs memori CIPDH UNESCO.
Kuburan yang berada di pinggiran Semarang itu dipilih oleh organisasi dalam naungan UNESCO bernama The International Center for the Promotion of Human rights Rights (CIPDH).
Kuburan massal bagi korban G30S PKI itu menjadi situs sejarah korban perang bersama dua lokasi pemakaman massal lainnya seperti di Spanyol, Priaranza del Bierzo dan Argentina, Space of Memory and the Promotion and Defense of Human Rights (FORMER ESMA).
Dipilihnya kuburan massal Plumbon itu terkonfirmasi dari seorang pegiat sejarah di Semarang, Yunantyo Adi Setiyawan.
Pada 1 Mei 2019 lalu, Yunantyo, sapaannya sempat dikontak langsung oleh organisasi sayap UNESCO tersebut.
Dia tak menyangka kuburan korban G30S di kawasan hutan belantara dengan banyak ditumbuhi rumput-rumput liar itu menjadi situs warisan dunia.
"Ini istimewa dan sarat makna yang mendalam. Terus terang, ini di luar dugaan. Plumbon sebagai kuburan massal korban tragedi 30 September yang dulunya kita rawat. Ternyata dipilih UNESCO jadi situs resmi," urai Yunantyo kepada Tribunjateng.com, Senin (20/1/2020).
Lelaki yang pernah jadi pengurus Perkumpulan Masyarakat Semarang peduli HAM (PMS HAM) itu sempat ditanya berbagai rekam jejak kuburan massal korban G30S di Plumbon saat dikontak tim CIPDH UNESCO pada awal 2018.
Dia pun menjelaskan awal mula kuburan massal itu ditemukan.
Awalnya, kata dia, hanya segelintir orang yang berziarah.
"Namun lambat laun, banyak pihak mencari kebenaran jasad yang dikubur di sana. Hingga akhirnya diresmikan pada 1 Juni 2015 lalu," ungkapnya.
Saat diresmikan lima tahun lalu, dia menemukan hal menarik.