Berita Internasional
Kisah Battle of Idlib : Pertempuran Pamungkas Rakyat Suriah
Pasukan Suriah hampir menjangkau pusat pertahanan kelompok bersenjata antipemerintah di Provinsi Idlib
Ini kelompok besar, diperkuat para petempur asing, termasuk dari Indonesia.
Benih perpecahan kedua kelompok ini mulai terlihat 2017.
Jatuhnya Aleppo timur, utara dan selatan, serta Old City Aleppo, mengindikasikan mereka sudah tidak solid.
Perpecahan itu makin dalam, dan pertumpahan darah mulai terjadi di antara dua kelompok militan bersenjata itu.
Sejak awal 2020, Ahrar al-Sham dan sejumlah kelompok militan lain yang didanai Turki, menggabungkan diri menjadi National Front of Liberation.
Meski dingin, kelompok ini masih menjalin komunikasi dengan Hayat Tahrir al-Sham. Front al-Nusra berganti nama jadi HTS untuk menyembunyikan diri dari label Al Qaeda.
Sesudah Ahrar al-Sham merger jadi NFL, mereka mendapat pasokan dana, senjata, peluru, seragam, uang makan, dan menerima senjata canggih seperti rudal antitank dari Turki.
Di saat yang sama, HTS menerima pasokan kurang lebih sama dengan yang diterima NFL. Sumbernya juga sama, Turki.
NFL mengklaim memiliki 70.000 anggota. Namun sumber lokal di Idlib menginformasikan riil anggota NFL sekitar 25.000 orang.
Setelah kehilangan bagian barat Aleppo, Hama bagian utara dan selatan Idlib, HTS atau Jabhat al-Nusra masih relatif menguasai Idlib Raya.
Markas pusat dan kegiatan politik HTS ada di jantung Kota Idlib.
Mereka juga memiliki gudang-gudang senjata dan sarana perang di tengah kota. Mereka mengklaim punya 70.000 anggota.
HTS menjadikan warga sipil di Idlib sebagai tameng hidup.
Warga sipil dilarang keluar Idlib, meski Damaskus sudah membuat sekurangnya 5 koridor kemanusiaan bagi non-kombatan.
Depot senjata HTS paling besar terletak di Khan dan Sarmada.
