Berita Regional
ICW Desak Jokowi Copot Yasonna Laoly yang Sering Bikin Kontroversi, Kurnia : Presiden Menikmati
Indonesia Corruption Watch ( ICW) mendesak Presiden Joko Widodo segera mencopot Yasonna Laoly dari jabatan Menteri Hukum dan HAM.
ICW Desak Jokowi Copot Yasonna Laoly yang Sering Bikin Kontroversi, Kurnia : Presiden Menikmati
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Beberapa kali sikap dan pernyataan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly membuat kontroversi.
Indonesia Corruption Watch ( ICW) mendesak Presiden Joko Widodo segera mencopot Yasonna Laoly dari jabatan Menteri Hukum dan HAM.
Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Yasonna sudah terlalu banyak menimbulkan kontroversi selama menjabat sebagai Menkumham.
• HEBOH Donald Trump Presiden AS Bikin Keputusan Teken Perintah Eksekutif untuk Menambang Bulan
• Janda Ini Kaget Saat Cek Calon Suaminya di Kodim Pemalang, Tidak Ada Nama Kapten Rendi
• Fakta di Balik SA Tipu Driver Ojol Mulyono, Pelaku Ditolak Keluarga dan Kini Dikarantina di Solo
• RESMI, Pemerintah Revisi Libur Nasional 2020, Cuti Bersama Lebaran Idul Fitri Digeser Akhir Tahun
"Yasonna ini sudah terlalu sering membuat kontroversi dan kami sudah berulang mendesak agar ia dicopot.
Tapi itu juga tidak diindahkan dan rasanya ia (presiden) menikmati kontroversi yang dihasilkan Yasonna," kata Kurnia dalam diskusi online yang diselenggarakan Kode Inisiatif, Kamis (9/4/2020).
Beberapa kontroversi Yasonna disebutkan Kurnia antara lain terkait revisi UU KPK dan revisi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Yasonna bahkan diduga tidak melaporkan secara rutin dan terperinci hasil pembahasan undang-undang dengan DPR kepada presiden.
"Belum selesai dengan revisi UU KPK, lalu UU MD3 beberapa tahun lalu, meski tidak ditandatangani presiden.
Bahkan diduga Yasonna tidak melaporkan hasil pembahasan regulasi kepada presiden," ucapnya.
Belum lagi polemik dan teka-teki keberadaan eks Caleg PDI-P Harun Masiku yang disebut terlibat dalam kasus dugaan suap dengan salah satu mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.
Menurut Kurnia, Yasonna memiliki banyak kepentingan karena menduduki jabatan Menkumham sekaligus Ketua DPP PDI-P.
Kurnia menilai berbagai fakta dan peristiwa tersebut mestinya cukup menjadi bahan pertimbangan Jokowi mencopot Yasonna.
"Ini harus menjadi bahan pikiran presiden untuk tetap mempertahankan Yasonna di kabinet. Sekarang ini Menkumham juga Ketua DPP PDI-P, sehingga kebijakan-kebijakannya cenderung bias antara pribadi, politik, dan pemerintah," tuturnya.
"Tidak ada hal yang salah dan tidak bertentangan dengan keadilan jika dia (presiden) mencopot Yasonna," tegas Kurnia.
Apalagi, lanjut Kurnia, DPR dan pemerintah akan melanjutkan pembahasan revisi UU Pemasyarakatan (RUU PAS).
Kurnia memandang Jokowi perlu bersikap tegas untuk membatalkan RUU PAS, karena dianggap tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi.
Ia menilai substansi RUU PAS secara umum memberikan keringanan hukuman bagi narapidana korupsi.
"Artinya perspektif negara lagi-lagi tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi," ujarnya.
Konflik dengan Najwa
Najwa Shihab kembali menyinggung nama Menkumham Yasonna.
Trending topik di Twitter dengan tagar Najwa Shihab, Senin (6/4/2002) dengan 2981cuitan. Ada apa gerangan dengan presenter Mata Najwa ini?
Penulusuran Wartakotalive.com lewat twitter dan Instagram Najwa Shihab, ada pesan yang disampaikan lewat Presiden Jokowi untuk Menkumham Yasonna.
Clear. Terima kasih Pak @jokowi. Titip sampaikan juga ke Menteri Yasonna, usulan revisi PP tidak perlu dilanjutkan lagi.
Reposted from @narasinewsroom Presiden Jokowi mengatakan pembebasan napi untuk mencegah penyebaran COVID-19 di lapas hanya untuk napi tindak pidana umum, bukan koruptor. Hal itu disampaikan Jokowi saat rapat terbatas via teleconference, Senin (6/4/2020).
Sebelumnya, isu pembebasan napi koruptor mengemuka ketika Menkumham Yasonna Laoly menyampaikan usulan revisi PP no. 99 tahun 2012 di dalam rapat resmi Menkumham dengan Komisi III DPR RI pada 1 April 2020.
Revisi PP ini, menurut Yasonna, adalah langkah Kemenkumham mengambil langkah darurat pencegahan virus corona di lapas yang melebihi kapasitas.
Rencana ini mengundang kritik dari berbagai kelompok masyarakat atas usulan pembebasan napi korupsi yang menggunakan isu virus corona.
Belakangan, Menkumham Yasonna Laoly menegaskan kembali bahwa napi koruptor memungkinkan untuk dibebaskan namun dengan kriteria dan syarat yang begitu ketat: berusia di atas 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly rupanya terpantik dengan kritikan yang dilayangkan oleh presenter Najwa Shibab.
Najwa, sebelumnya melalui video produksi Narasi TV, mempertanyakan kebijakan Yasonna yang akan membebaskan narapidana, termasuk 300 napi koruptor berusia 60 di atas 60 tahun dengan alasan pandemi Covid-19.
Najwa beranggapan, napi korupsi akan lebih aman ketika berada di dalam penjara.
Sebab, mereka menempati sel khusus yang lebih nyaman dibandingkan dengan napi kasus lain.
Pada Minggu (5/4/2020) pagi, Yasonna mengirimkan pesan melalui aplikasi WhatsApp kepada Najwa.
“Saya heran dengan tuduhan tak berdasar Najwa, tentang pembebasan koruptor. Suudzon banget, sih,
provokatif dan politis. Belum ada kebijakan itu. Tunggu, dong, seperti apa," protes Yasonna dituliskan kembali Najwa Shihab di akun Instagramnya.
Najwa menerangkan, saat memberikan protes itu, Yasonna juga mengiriminya dokumen keterangan pers.
"Itu sapaan awal Menteri Yasonna ke saya tadi malam melalui aplikasi WA sembari mengirimkan rilis keterangan pers," sebut Najwa dikutip Warta Kota dari akun Instagramnya
Menurut Menteri Yasonna, pembahasan revisi PP 99/2012 soal pembebasasan napi koruptor karena alasan COVID-9 belum dilakukan.
“Ini baru usulan yang akan diajukan ke Presiden dan bisa saja Presiden tidak setuju,” tulis keterangan pers tersebut.
Dalam keterangan pers itu, terang Najwa, juga disebutkan bahwa “Pemerintah bila ingin mengurangi over kapasitas di Lapas memang dimungkinkan dengan revisi PP 99/2012. Namun dengan kriteria syarat begitu ketat [...]"
"Napi kasus korupsi yang berumur di atas 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan. Pertimbangan kemanusiaan usia di atas 60 tahun. Sebab daya imun tubuh lemah. Itu juga tidak mudah mendapatkan bebas."
Najwa juga menulis, Menteri Yasonna menyebut pihaknya berhati-hati, namun pihak lain yaitu media tidak melakukannya. “Kami masih exercise (usulan revisi itu). TIDAK gegabah. Beda dengan media, gegabah, berimajinasi dan provokasi," tulis Najwa mengulangi bunyi siaran pers itu.
Najwa pun mengkomentari siaran pers yang ditujukan kepadanya itu.
Najwa justru menganggap, Menteri Yasonna terlalu berlebihan dengan menuduh media provokatif apalagi berimajinasi.
"Menteri Yasona agak berlebihan. Kami sama sekali tidak berimajinasi," jelas Najwa.
Menurut Najwa, media hanya menulis, menanggapi atau mengkritisi setelah kabar tersebut muncul dalam rapat Menkumham dengan Komisi III DPR RI beberapa waktu lalu.
"Pemberitaan media muncul dari rapat resmi Menkumham dengan Komisi 3 DPR melalui teleconference pada 1 april 2020."
"Semua keterangan soal usulan revisi PP No 9/2012 yang menyebut kriteria dan syarat yang
memungkinkan pembebasan napi koruptor berasal dari penjelasan Menteri Yasonna sendiri dalam rapat itu. (Lihat video terlampir)," tulis Najwa.
Najwa menganggap, bahwa usulan revisi itu memunculkan beragam reaksi adalah hal wajar.
"Memang banyak yang bingung, curiga bahkan marah. Bukan hanya masyarakat umum, aparat penegak hukum pun keberatan dengan usulan itu."
"KPK, misalnya, mengeluarkan pernyataan resmi: 'KPK Menolak Pandemi COVID-19 jadi Dalih Pembebasan Koruptor'. Kajian KPK menunjukkan, napi koruptor bukan penyebab kapasitas berlebih lapas," tandas Najwa.
Jokowi Pastikan Takkan Bebaskan Napi Korupsi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pembebasan narapidana (napi) sebagai bentuk antisipasi penyebaran Covid-19, hanya untuk napi pidana umum.
Pembebasan narapidana dilakukan karena kondisi Lapas yang kelebihan kapasitas.
"Jadi pembebasan untuk napi hanya untuk napi pidana umum," kata Presiden dalam Rapat terbatas mendengar laporan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona, Senin (6/4/2020).
Presiden mengatakan bahwa kondisi Lapas yang sesak tersebut sangat berisiko mempercepat penyebaran Covid-19, sehingga pemerintah melakukan pembebasan dengan sejumlah syarat, kriteria serta pengawasan kepada napi pidana umum.
Pemerintah menurut Presiden tidak akan membebaskan narapidana kasus korupsi.
Bahkan menurut Presiden rencana tersebut sama sekali tidak pernah dibicarakan dalam rapat.
"Saya ingin menyampaikan bahwa mengenai napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita. Jadi, PP 99 tahun 2012, perlu saya sampaikan tidak ada revisi untuk ini," katanya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menjelaskan simpang-siur informasi di masyarakat terkait wacana pembebasan pelaku tindak pidana korupsi di tengah pandemi coronavirus disease (Covid)-19.
Dia mengusulkan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Tetapi, kata dia, upaya pembebasan narapidana korupsi, terorisme, dan bandar narkoba dengan cara merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 itu diberikan secara ketat.
Dia mencontohkan, untuk narapidana kasus narkotika hanya yang masa tahanan mulai dari 5 sampai 10 tahun.
Sehingga, bandar narkoba yang pada umumnya divonis 10 tahun tidak termasuk yang dibebaskan.
Selain itu, dia mengungkapkan, untuk narapidana kasus korupsi yang berumur di atas 60 tahun dan sudah menjalani dua per tiga masa tahanan berdasarkan pertimbangan daya tahan tubuh lemah.
"Sayangnya, banyak beredar kabar di publik dari pegiat antikorupsi seolah napi kasus korupsi yang umur 60 tahun ke atas pasti bebas," ujar Yasonna, dalam keterangannya, Sabtu (4/4/2020) malam.
Dia membantah meloloskan narapidana kasus korupsi.
"Saya disebut mau meloloskan napi korupsi dan kasus korupsi. Seperti sudah beredar beberapa waktu lalu di media massa. Itu tidak benar," ujar Politisi PDI Perjuangan itu.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengusulkan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Upaya itu dilakukan untuk mengatasi over capacity (kelebihan penghuni) di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas). Kondisi over capacity itu mengkhawatirkan di tengah situasi pandemi coronavirus disease (covid)-19.
"Perkiraan kami adalah bagaimana merevisi PP 99 dengan beberapa kriteria ketat yang dibuat sementara ini," kata Yasonna, dalam sesi rapat kerja virtual dengan Komisi III DPR RI, Rabu (1/4/2020).
Dia menjelaskan, kriteria pertama, narapidana kasus tindak pidana narkotika yang masa hukuman di antara 5 sampai 10 tahun dan telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana.
"Kami berikan asimilasi di rumah. Diperkirakan 15.482 per hari ini. Data mungkin bertambah hari bertambah jumlah," ujar Politisi PDI perjuangan itu.
Yasonna Laoly sempat wacanakan pembebasan napi korupsi dengan alasan wabah virus corona (Kompas.com)
Untuk kriteria kedua, narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun dan telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana.
Kriteria ketiga, dia mengungkapkan, narapidana yang melakukan tindak pidana khusus, yang sedang menjalani sakit kronis.
Untuk kriteria ini, dia menegaskan, harus ada surat keterangan dari dokter di rumah sakit pemerintah.
"Narapidana tindak pidana khusus dengan kondisi sakit kronis dan dinyatakan dokter rumah sakit pemerintah yang telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana. Sebanyak 1457 orang," ujarnya.
Kriteria terakhir, narapidana warga negara asing (WNA).
"Napi asing, karena ini juga tidak boleh diskriminasi ada 53 orang," kata dia.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menkumham Yasonna Laoly Dinilai Sudah Terlalu Banyak Bikin Kontroversi"
• Tak Mau Jalani Karantina 14 Hari, 2 Pemudik Tiba di Solo Pilih Balik Lagi ke Cirebon dan Surabaya
• TNI-Polri Tangkap Pemasok Sembako KKB Papua, Ternyata Juga Penyelundup Amunisi
• Video Detik-detik Bukit Longsor di Cianjur, Miris Warga Sibuk Merekam Tanpa Ingatkan Pengendara
• Takut Menulari, Perawat Diusir Dari Kos karena Bekerja di Rumah Sakit Tangani Virus Corona