Opini
OPINI : Peranan Artificial Intelligence (AI) untuk Profesi Akuntan
Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat menuntut segala bidang profesi untuk terus mengembangkan cara bekerja dengan cepat dan tepat
Cristeddy Asa Bakti
Konsultan Akuntansi Manajemen dan Perpajakan di Semarang, Konsultan Sistem Informasi Akuntansi di Semarang
Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat menuntut segala bidang profesi untuk terus mengembangkan cara bekerja dengan cepat dan tepat agar tidak tertinggal oleh jaman serta dapat mencapai tujuan dengan efisien. Hampir semua sektor kehidupan tersentuh oleh kemajuan teknologi. Hal tersebut memacu munculnya inovasi-inovasi yang sebelumnya mungkin belum terbayangkan bahkan terpikirkan.
Begitu pula dengan bidang Akuntansi, sebuah cabang ilmu dari ekonomi, mempelajari berbagai macam analisis keuangan. Dengan teknologi yang semakin modern menuntut agar akuntansi dapat lebih memanfaatkan teknologi untuk mempercepat dalam pengambilan kepuitusan langkah strategis. Hal itu terbukti adanya Artificial Intelligence (AI) yang marak diperbincangkan dalam akuntansi.
Kecerdasan Buatan (AI) adalah istilah umum yang mengacu pada teknologi yang mampu membuat mesin menjadi “cerdas”. Jika sebelumnya mesin hanya “benda mati” yang pasif menerima perintah dari pengguna sekarang mesin bisa diberi “otak” untuk berpikir bahkan mengambil keputusan. Mesin (komputer) sebetulnya hanyalah perangkat bodoh yang hanya bisa menjalankan perintah dalam sistem bilangan biner - sistem bilangan sederhana terdiri dari angka 0 (representasi tegangan 0 volt) dan 1 (representasi tegangan 5 volt).
Meskipun begitu komputer mempunyai sifat penurut dan menjalankan perintah dengan cepat. Kelebihan inilah yang coba dimanfaaatkan dan dieksplorasi oleh manusia untuk membantu menyelesaikan pekerjaan dan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari Organisasi berinvestasi dalam penelitian dan aplikasi AI untuk mengotomatisasi, meningkatkan, atau mereplikasi kecerdasan manusia – analisis dan pengambilan keputusan manusia – dan profesi audit internal harus siap untuk berpartisipasi penuh dalam inisiatif organisasi dalam menerapkan AI.
AI bukan hal yang baru. Menurut makalah diskusi McKinsey Global Institute’s (MGI) tahun 2017, gagasan AI sudah ada sejak tahun 1950 ketika Alan Turing pertama kali mengemukakan bahwa sebuah mesin dapat berkomunikasi dengan cukup baik untuk meyakinkan seorang manusia yang bertindak sebagai evaluator bahwa mesin tersebut juga adalah manusia.
AI mewakili serangkaian kemajuan signifikan dalam teknologi, namun ini bukanlah kemajuan yang pertama, dan sepertinya tidak akan menjadi yang terakhir. Melihat kembali pada beberapa dekade terakhir, kemunculan komputer mulai generasi tabung hingga generasi mobile, spreadsheet, database relasional, konektivitas yang canggih, dan kemajuan teknologi serupa, semuanya mempengaruhi bagaimana organisasi beroperasi dan mencapai tujuan mereka. AI siap melakukan hal yang sama dengan potensi untuk menjadi atau lebih disruptive (menyebabkan perubahan) daripada banyak kemajuan teknologi sebelumnya.
Tapi bukan hanya aktivitas baru saja yang dipengaruhi AI. Aktivitas rutin yang telah dipraktekkan selama beberapa dekade turut terpengaruh dan dapat ditingkatkan kualitasnya oleh AI seperti pemodelan rugi, analisa kredit, penilaian, pemrosesan transaksi, dan sejumlah hal lainnya. AI memberi nilai tambah terhadap proses bisnis yang sudah dijalankan bertahun-tahun lamanya. Jika sebelumnya proses-proses bisnis tersebut dijalankan secara manual kemudian mulai ditingkatkan menjadi otomatisasi sekarang dengan hadirnya AI bisa mendorong kecepatan dalam pengambilan keputusan suatu organisasi atau perusahaan. Efektifitas pekerjaan meningkat sehingga sumber daya bisa dialihkan ke hal lain yang lebih penting dan strategis.
Sangat penting bagi auditor internal untuk memperhatikan penerapan praktis AI dalam bisnis, dan mengembangkan kompetensi yang memungkinkan profesi audit internal untuk memberikan layanan konsultasi dan assurance atas AI yang diterapkan organisasi di semua sektor dan di semua industri.
AI bergantung pada Big Data dan Algoritma, hal ini mungkin dapat mengintimidasi, terutama untuk kegiatan audit internal dan organisasi yang belum menguasai Big Data. Namun auditor internal tidak harus menjadi seorang Data Scientist atau analis kuantitatif untuk memahami apa yang AI dapat lakukan untuk organisasi, pemerintah, dan masyarakat pada umumnya.
Audit internal mahir dalam mengevaluasi dan memahami risiko dan peluang terkait kemampuan organisasi dalam mencapai tujuannya. Dengan memanfaatkan kemampuan ini, audit internal dapat membantu organisasi dalam mengevaluasi, memahami, dan mengkomunikasikan sejauh mana AI memberi dampak (negatif atau positif) pada kemampuan organisasi untuk menciptakan nilai dalam jangka pendek, menengah, atau panjang. Audit internal dapat melakukan setidaknya lima aktivitas penting yang terkait dengan kecerdasan buatan: Pertama, untuk seluruh organisasi, audit internal harus memasukkan AI dalam penilaian resikonya dan mempertimbangkan apakah akan menyertakan AI dalam rencana audit berbasis risikonya.
Kedua, bagi organisasi yang sedang mengeksplorasi AI, audit internal harus dilibatkan secara aktif dalam proyek AI sejak awal, untuk dapat memberikan saran dan masukan yang berkontribusi terhadap keberhasilan implementasi. Namun, untuk menghindari persepsi atau penurunan actual terhadap independensi dan objektivitas, audit internal seharusnya tidak memiliki, atau bertanggung jawab atas pelaksanaan proses, kebijakan, atau prosedur AI.
Ketiga, untuk organisasi yang telah menerapkan beberapa aspek AI, baik dalam operasinya (seperti pabrikan yang menggunakan robot pada kegiatan produksi) atau digabungkan ke dalam produk atau layanan (seperti retailer yang menyesuaikan penawaran produk kepada pelanggan berdasarkan riwayat pembelian), audit internal harus memberikan keyakinan (assurance) terhadap pengelolaan resiko terkait dengan keandalan algoritma dan data yang dipergunakan. Keempat, audit internal harus memastikan isu moral dan etika yang mungkin ada di sekitar penggunaan AI telah dipertimbangkan dan dinilai.
Kelima, seperti penggunaan system lainnya, struktur tata kelola (governance) yang baik perlu dibentuk dan audit internal dapat memberikan assurance mengenai governance tersebut.
Profesi audit internal tidak boleh tertinggal dalam apa yang mungkin menjadi kemajuan digital berikutnya, yaitu Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan). Untuk mempersiapkan diri, auditor internal harus memahami dasar-dasar AI, peran yang harus dilakukan oleh audit internal, dan resiko serta peluang AI. Untuk memenuhi tantangan ini, auditor internal harus melakukan metode yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses manajemen resiko, pengendalian, dan tata kelola organisasi yang berkaitan dengan AI. (*)
• Putri John Kei Melan Refra Ungkap Hubungan Ayahnya dengan Nus Kei, Sudah Renggang Sekitar 3 Tahun
• Irish Bella Dipuji Aura Keibuannya Muncul, Masuki Usia Kehamilan 6 Bulan
• Petani Bawang Merah di Tegal Beralih Tanam Sayuran, Dampak Harga Bibit Mahal