Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Buronan Djoko Tjandra

BERITA LENGKAP: Mahfud Perintahkan Tangkap Djoko Tjandra, Buronan Kejagung Kasus Bank Bali Ajukan PK

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, memerintahkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin segera menangkap Dj

Kompas/Danu Kusworo
Djoko Tjandra 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, memerintahkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin segera menangkap Djoko Sugiarto Tjandra, terpidana kasus hak tagih Bank Bali yang telah buron sejak 2009. Perintah Mahfud ke Burhanuddin itu disampaikannya melalui sambungan telepon.

”Tadi saya tadi sudah bicara dengan Jaksa Agung, supaya segera menangkap buronan Djoko Tjandra,” kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/7). Keterangan itu disampaikan Mahfud di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, sebelum melakukan kunjungan kerja ke Medan, Sumatera Utara.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan bahwa Djoko merupakan buron yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Atas dasar itu, Polri dan Kejaksaan Agung harus segera menangkapnya, meski Djoko diketahui sedang mengajukan peninjauan kembali (PK) perkaranya.

”Tidak ada alasan bagi orang yang DPO, meskipun dia mau minta PK, lalu dibiarkan berkeliaran,” kata Mahfud.

Mahfud mengatakan berdasarkan Undang-undang, terpidana yang mengajukan PK harus hadir di Pengadilan. PK tak bisa dilakukan jika terpidana absen saat persidangan berlangsung.

Karena itu dia kembali meminta Polri dan Kejaksaan Agung menangkap Djoko ketika hadir di Pengadilan sebagaimana putusan yang sudah inkrah. “Itu saja demi kepastian hukum dan perang melawan korupsi,” kata dia.

Djoko Tjandra sebelumnya diketahui mengajukan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun keberadaannya dia tak terdeteksi oleh pihak Imigrasi ketika pulang ke Indonesia tanggal 8 Juni lalu untuk mengajukan PK tersebut.

Terkait perintah penangkapan Djoko Tjandra, Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono mengaku pihaknya siap bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) menangkap buron kasus korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali itu. "Kami selalu terbuka dengan instansi terkait apalagi dengan BIN," kata Hari Setiyono, Kamis (2/7).

Hari menyebut Kejagung juga siap bekerja sama dengan lembaga lain dalam mengusut suatu perkara. Apalagi, kata dia, hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara. "Karena kejaksaan merupakan salah satu penyelenggara intelijen negara," ujar Hari.

Awal Mula Kasus

Kasus pengalihan hak tagih Bank Bali yang menjerat Djoko Tjandra bermula pada saat bank tersebut kesulitan menagih piutang dengan nilai total Rp3 triliun yang tertanam di Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional (BUN), dan Bank Tiara pada 1997. Tagihan tak kunjung cair meskipun ketiga bank tersebut masuk perawatan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Kejaksaan Agung kemudian mengendus kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengalihan hak tagih ini. Sepuluh orang ditetapkan menjadi tersangka, tetapi hanya tiga orang yang dijatuhi hukuman penjara. Mereka adalah Djoko Tjandra (Direktur PT EGP), Syahril Sabirin (mantan Gubernur BI), dan Pande N. Lubis (mantan Wakil Kepala BPPN).

Djoko ditahan oleh Kejaksaan pada 29 September-8 November 1999. Kemudian ia berstatus tahanan kota hingga 13 Januari 2000. Pada Agustus tahun 2000, Djoko Tjandra dinyatakan bebas dari segala tuntutan karena kasus Bank Bali bukan pidana, melainkan perdata. Kejaksaan Agung lalu mengajukan kasasi. Kasasi ditolak pada 2001. Djoko Tjandra dilepaskan dari segala tuntutan. Kemudian pada 2008, Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.

Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang mengatakan, pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Djoko dilakukan atas permintaan KPK. Permintaan itu berlaku mulai 24 April 2008 hingga 6 bulan ke depan. Kemudian, red notice dari Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra terbit pada 10 Juli 2009. Pada 29 Maret 2012 terdapat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung RI berlaku selama 6 bulan.

Pada pada 12 Februari 2015 terdapat permintaan DPO dari Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia terhadap Joko Soegiarto Tjandra. Ditjen Imigrasi lalu menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved