New Normal
Metode Pembelajaran Pascapandemi Berbasis Teknologi, Nadiem Ingin Belajar Jarak Jauh Dipermanenkan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, mengungkapkan, pembelajaran jarak jauh bisa diterapkan permanen setelah pandemi Covid-1
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, mengungkapkan, pembelajaran jarak jauh bisa diterapkan permanen setelah pandemi Covid-19 selesai.
Berdasarkan penilaian Kemendikbud, kegiatan belajar-mengakar dengan memanfaatkan teknologi akan menjadi hal yang mendasar. Ia menyebutkan, pemanfaatan teknologi memberi kesempatan kepada sekolah melakukan berbagai modeling kegiatan belajar.
"Pembelajaran jarak jauh, ini akan menjadi permanen. Bukan pembelajaran jarak jauh pure saja, tapi hybrid model. Adaptasi teknologi itu pasti tidak akan kembali lagi," kata Nadiem dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, Kamis (2/7).
"Kesempatan kita untuk melakukan berbagai macam efisiensi dan teknologi dengan software dengan aplikasi dan memberikan kesempatan bagi guru-guru dan kepala sekolah dan murid-murid untuk melakukan berbagai macam hybrid model atau school learning management system itu potensinya sangat besar," tuturnya.
Menurut Nadiem, hal ini terbukti dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19. Para guru dan orangtua, lanjutnya mencoba beradaptasi dan bereksperimen memanfaatkan teknologi untuk kegiatan belajar.
"Walau sekarang kita semua kesulitan beradaptasi dalam PLJ, tapi belum pernah dalam sejarah Indonesia kita melihat jumlah guru dan kepala sekolah yang bereksperimen dan orangtua juga bereksperimen beradaptasi dengan teknologi.Ini tantangan, dan ke depan akan menjadi suatu kesempatan untuk kita," kata Nadiem.
Mendikbud juga memastikan telah membuat satu tim khusus untuk memaksimalkan sistem pembejalaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19."PJJ ini masih banyak belum optimal, jadi ada satu tim khusus dari Balitbang kami yang sedang merumuskan bagaimana mereformasi atau melakukan perubahan kurikulum selama masa PJJ," kata Nadiem.
Perlu Penelitian dan Kajian Akademis
Mungkinkah pembelajaran jarak jauh diterapkan permanen? Sebagai bagian dari proses pembelajaran Pengamat pendidikan Doni Koesoema menilai, maksud pernyataan Nadiem adalah pembelajaran jarak jauh sebagai bagian dari proses pembelajaran.
"Baik yang sifatnya penuh, maupun hybrid, model daring dan luring. Kalau untuk yang pembelajaran jarak jauh penuh, saya rasa belum siap," kata Doni saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/7).
Jika model pembelajaran jarak jauh tersebut diterapkan, lanjut Doni, hanya ada sebagian satuan pendidikan yang khusus untuk hal itu. Menurut Doni, untuk model pembelajaran jarak jauh dan tatap muka atau blended learning, masih memungkinkan untuk dilaksanakan.
"Kalau untuk pembelajaran jarak jauh permanen, saya rasa harus ada penelitiannya dulu. Karena saat ini pembelajaran jarak jauh masih mempersyaratkan pertemuan tatap muka dengan tutor, terutama di sekolah terbuka.
Namun ini bukan kondisi ideal," ujar Doni.Ia mengatakan, perlu kajian akademis yang berbasis riset untuk melihat tujuan dan sasarannya sebelum penerapan pembelajaran jarak jauh. Sekolah dan guru, lanjut Doni, harus diberdayakan dalam mengembangkan manajemen halaman pembelajaran di sekolah mereka masing-masing.
"Bukan dengan langganan platform daring berbayar," kata Doni.
Alasannya, orientasi pembelajaran yang dikembangkan UNESCO mengarah pada kemandirian guru dan sekolah dalam memanfaatkan teknologi. Oleh sebab itu, guru harus
mendesain sendiri pembelajarannya. "Kalau masing-masing sekolah memiliki platform yang mereka kembangkan, platform ini bisa dishare ke sekolah lain sehingga alternatif pembelajaran semakin banyak," kata Doni.
Pembelajaran Tatap Muka Lebih Efektif
Doni berpendapat, hingga saat ini, pembelajaran dengan metode tatap muka lebih efektif dan efisien. Berdasarkan riset di AS, kata dia, mahasiswa di Negeri Paman Sam tersebut tidak terlalu menyukai pembelajaran jarak jauh. Para mahasiswa ingin kembali ke kampus mereka karena menginginkan proses pendidikan berlangsung dengan tatap muka.
"Karena sebenarnya pendidikan itu jarak dekat, bukan jarak jauh. Pembelajaran jarak jauh hanyalah alternatif belajar saat situasi normal belum bisa dilaksanakan. Kalau sudah normal, pendidikan itu akan efektif lewat perjumpaan langsung," kata Doni.
Menurut Doni, pendidikan secara tatap muka tidak akan dihapuskan karena sudah terbukti efektivitasnya. Dengan memaksakan semua sekolah dan perguruan tinggi belajar dengan pembelajaran jarak jauh, menurut dia, akan mendiskriminasi kelompok-kelompok tertentu yang tidak memiliki kemampuan dan akses pada sarana teknologi digital.
"Kalau pembelajaran jarak jauh nantinya dilakukan sebagai satu-satunya metode belajar, ini justru akan mempermiskin berbagai macam metode belajar yg selama ini sudah terbukti efektif membentuk karakter siswa," kata Doni.
Doni menyebutkan, hidup adalah tanggapan terhadap realitas. Bila semua dilakukan secara daring atau online, akan ada hal fundamental yang hilang dalam pembelajaran. Sesuatu yang hilang itu adalah sentuhan pengalaman pada realitas melalui interaksi dalam pembelajaran.
Banyak sekolah luar biasa ( SLB) yang tidak memiliki sarana dan prasarana memadai sehingga saat penerapan pembelajaran jarak jauh menjadi kendala bagi anak penyandang disabilitas.
Hal tersebut dikatakan Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ciput Eka Purwianti, dalam diskusi daring, Jumat (3/7).
"Banyak SLB yang tidak ada atau tidak punya cukup sarana untuk pembelajaran jarak jauh sehingga anak penyandang disabilitas sudah tidak dapat sekolah secara formal tapi saat harus belajar jarak jauh sarana prasarananya tak cukup dimiliki SLB," kata dia.
Padahal, kata dia, anak-anak penyandang disabilitas yang berada pada tahap rehabilitasi harus melakukan terapi di SLB-SLB tersebut. Terapi tersebut harus dilakukan berkesinambungan, tetapi akibat pandemi ini rehabilitasi menjadi terlambat dengan keterbatasan SLB beroperasi akibat pandemi.
Selain itu, kata dia, kesulitan lainnya adalah ketidaksiapan guru atau tenaga pendidik dalam memberikan pembelajaran jarak jauh.
"Atau bisa jadi materi pembelajaran tidak bisa disampaikan secara jarak jauh, kemudian gawai terbatas baik di pihak guru atau murid," kata dia. Termasuk juga soal menurunnya motivasi orangtua dalam membimbing anak disabilitasnya di rumah akibat kesulitan ekonomi sebagai dampak Covid-19. Hal tersebut, kata dia, menjadi tantangan tersendiri yang harus diselesaikan dalam menangani anak-anak penyandang disabilitas selama masa pandmei Covid-19. (dendi/deti/kpc/tribun network/fah/aji)
• Hotline Semarang : Pembayaran Pajak Kendaraan Tahunan dan 5 Tahunan
• FOKUS : Mencari Djoko Tjandra
• Mike Tyson Nyaris Ditembak Mati gara-gara Pacari Wanita Ini
• Harga Vaksin Virus Corona Diperkirakan Sekitar Rp 75.000 Per Orang