Berita Kendal
Kisah Pelajar 13 Tahun Asal Kendal Berjuang Lawan Penyakit Anemia Akut
Ahmad Nur Hakimi pelajar 13 tahun asal Dusun Slento Rt 05 Rw 03 Desa Kaliputih Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal kini harus istirahat total di ruma
Penulis: Saiful Ma sum | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Ahmad Nur Hakimi pelajar 13 tahun asal Dusun Slento Rt 05 Rw 03 Desa Kaliputih Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal kini harus istirahat total di rumahnya.
Remaja yang sebelumnya menuntut ilmu di daerah Boja itu terpaksa menjalani rutinitas di gubuknya lantaran mengidap penyakit anemia akut.
Orangtuanya sementara waktu harus menghentikan semua aktivitas sang anak baik pembelajaran, mengaji, hingga bermain selama menjalani perawatan.
• Kota Pekalongan Masuk Zona Merah, Dinkes: Ada Penambahan 17 Kasus Dalam Sehari
• Update Virus Corona Kota Semarang Senin 28 September 2020, Pedurungan Tertinggi Disusul Ngaliyan
• Suasana Riang Tiba-tiba Tegang saat Pak Kades Kejar Penari Jaipong, Warga Histeris
• Siapa PNS dengan Gaji Tertinggi di Indonesia? Sebulan Minimal Rp 117 Juta
Ahmad pun tercatat sudah beberapa kali keluar masuk IGD rumah sakit karena terbaring lemas disertai panas tinggi hingga keluar darah dalam hidungnya saat melawan penyakitnya.
Semua yang dialami Ahmad pada awalnya tidak diketahui oleh orangtuanya. Ia lahir dari seorang ibu bernama Sofiyatun (31) dalam keadaan normal.
Sedangkan ayahnya sudah meninggal saat ia masih dalam kandungan.
Saat ditemui di kediamannya, Senin (28/9/2020), Sofiyatun menceritakan, tumbuh kembang Ahmad dibawah asuhan dirinya dan ayah angkatnya Mukhlasin (42).
Saat usia 6 tahun, Sofiyatun banyak dilapori para tetangganya yang melihat wajah Ahmad sering pucat.
Ia pikir kondisi tersebut wajar lantaran sang anak tidak mengeluh sakit dan tidak timbul gejala-gejala lainnya.
"Memang saat itu banyak yang bilang, anakmu wajahe (wajahnya) pucat, sakit?," katanya menirukan perkataan warga 6 tahun lalu.
Meski awalnya tidak diambil pusing, Sofiyatun mulai mencemaskan anaknya hingga memperhatikan kondisinya setiap hari.
Sempat dikira terkena sawan, Ahmad pun sempat dibawa ke dukun desa untuk berobat, namun tidak ada hasilnya.
Hingga memasuki usia ke-12 tahun, ia merasa kondisi Ahmad mulai menurun drastis.
Katanya, setiap kali kelelahan, kehujanan, kepanasan, dan banyak kegiatan lain, wajah Ahmad pucat disertai tubuh lemas dan panas tinggi.
Kondisi Ahmad mulai memburuk ketika menempuh pembelajaran di Kecamatan Boja.
Saat itu, anak pertama Sofiyatun itu mengalami panas tinggi, wajah pucat membiru, tubuh lemas, disertai keluar darah pada hidungnya.
Mendengar kabar dari pihak sekolah, Mukhlasin pulang dari perantauan sebagai pekerja bangunan di luar kota. Ia dan Sofiyatun membawa anaknya ke Puskesmas setempat pada Februari 2020 lalu.
"Di puskesmas, dokternya bilang harus dirujuk. Kemudian dirujuk ke rumah sakit Tugurejo Kota Semarang dirawat di ICU 1 pekan," ujarnya.
Selama dirawat, Ahmad menghabiskan beberapa kantong darah untuk mengembalikan kondisi tubuhnya.
Hingga dia didiaknosa awal mengidap penyakit anemia akut.
Meski diperkenankan pulang dan rawat jalan, kondisi Ahmad kembali memburuk 1 pekan setelahnya dan dirujuk ke RSUP dr Kariadi Semarang.
Setelah menjalani perawatan, kondisi laki-laki yang kini sudah memiliki seorang adik itu kembali stabil dan dibawa ke rumahnya.
Selama rawat jalan, Ahmad diharuskan transfusi darah minimal sekali dalam sebulan.
Setiap hari, ia juga wajib mengkonsumsi tablet tambah darah agar menjaga kondisi tubuhnya.
Termasuk wajib kontrol kesehatannya setiap 3 bulan sekali di rumah sakit yang telah ditentukan, juga cek laboratorium untuk memastikan perkembangan penyakitnya.
Sang ayah kini tidak merantau kembali dan memilih fokus menjaga serta merawat anaknya.
Meski berstatus sebagai ayah tiri, namun Mukhlasin sangat sayang kepada Ahmad sebagaimana sayangnya seorang ayah kepada anak kandungnya.
"Sementara fokus dulu ngrawat anak sampai sembuh.
Sekarang saya kerja serabutan di desa sekitar guna memenuhi kebutuhan keluarga. Yang tadinya mau benahi rumah harus ditunda dulu.
Sementara waktu Ahmad tidak saya ijinkan main, belajar maupun ngaji agar kondisinya benar-benar sembuh," tambah Mukhlasin.
Dalam satu pekan terakhir, Ahmad sempat ngedrop kembali pada 21 September lalu dan harus dirawat intensif selama 2 hari.
Mukhlasin bersyukur, semua pengobatan anaknya dicover oleh BPJS Kesehatan.
Termasuk tablet tambah darah yang dibawa dari rumah sakit.
Meski begitu, orangtua Ahmad harus mengeluarkan dana lain-lain untuk kebutuhan perawatan sang anak.
Seperti biaya tambah kantong darah jika diperlukan lebih dari 1 kantong, biaya ongkos perjalanan selama kontrol yang bisa menghabiskan ratusan ribu sekali jalan, serta biaya kebutuhan rumah tangga dan makan keluarganya.
"Sudah cukup banyak yang peduli terhadap Ahmad.
Dari tetangga, guru-gurunya di sekolahan, serta bantuan dari pihak lain untuk Ahmad.
Semoga anak bertahan serta dipermudah semua jalannya agar anak kami kembali sembuh, sehat seperti sediakala," tutupnya. (Sam)
• Istri Denny Cagur Sukses Turunkan 10 Kg Dalam Sebulan tanpa Olahraga Meyiksa, Ini Menu Dietnya
• Haryanto Sebut Pemkab Demak Belum Siap Hadapi Masalah Pedagang Kaki Lima
• Ditarget Rampung Akhir September, Progres Tugu Gada Rujakpolo di Purwokerto Sudah 99 Persen