Visit Kudus
Kisah Sukses HM Hartopo Menjadi Doktor : Dulu Cita-cita Saya Cuma Ingin Lulus SD
HM Hartopo tampak gembira seusai melaksanakan ujian terbuka program doktoral Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang.
Penulis: raka f pujangga | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM -- HM Hartopo untuk menulis disertasi dalam studi doktoral di Unussila Semarang.
Di sela-sela kesibukan sebagai Plt Bupati Kudus, dia sempatkan mengerjakan tugas kuliah.
Raut muka HM Hartopo tampak gembira seusai melaksanakan ujian terbuka program doktoral Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang.
HM Hartopo yang juga Plt Bupati Kudus ini melaksanakan ujian terbuka doktoral secara daring dari kediamannya di Perumahan Muria Indah - A/482 Kudus, Senin (12/10).
Hartopo mampu menuntaskan gelar S3 (doktoral) tersebut hanya dalam kurun waktu enam semester.
Di sela-sela kesibukannya memimpin Kabupaten Kudus, Hartopo juga sibuk mengerjakan tugas perkuliahan.
"Bahkan saya mengerjakan disertasi itu sampai jam satu malam," jelas pria yang memperoleh promotor dari Prof Ahmad Rofiq itu.
Dia menyampaikan, selalu fokus untuk menuntaskan segala sesuatu yang sudah dimulainya.
Bahkan satu angkatannya di program doktoral yang terdiri dari 80 orang tersebut, hanya tujuh orang yang sudah menyelesaikan studinya.
"Saya hanya berpikiran kalau yang lainnya bisa. Kenapa saya tidak," jelas dia di hadapan tujuh dosen penguji.
Pencapaiannya menyelesaikan studi hingga S3 tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Pasalnya Hartopo pernah putus sekolah saat kelas 4 SD. Dia terpaksa mengutamakan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hingga dia akhirnya mengulang kembali duduk sekolah di SD.
"Dulu cita-cita saya cuma ingin lulus SD. Lanjut SMP saja tidak, karena saat itu tidak ada biaya. Makanya sekarang bisa sampai lulus doktoral tentu saya senang," ujar dia.
Hartopo angkat judul disertasi "Rekonstruksi Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Tanah yang Beritikad Baik Berbasis Nilai-nilai Keadilan".
Dia pilih judul itu karena berkaitan dengan pengalaman hidupnya sendiri.
Hartopo mengatakan, pernah dua kali tertipu saat bertransaksi membeli sebidang tanah yang merugikannya.
Sehingga dia menilai, perlindungan hukum bagi pembeli tanah di Indonesia belum kuat.
"Berdasar pengalaman pribadi yang dirugikan dalam pembelian tanah itulah saya angkat judul ini.
Ternyata banyak orang juga mengalami hal sama," terang HM Hartopo tampak lega seusai Ujian Terbuka S3 itu.
Hartopo menceritakan kasus yang dialaminya yakni membeli sebidang tanah yang ternyata bersertifikat ganda.
Kemudian salah satu sertifikat tersebut dijaminkan kepada pihak bank tanpa sepengetahuannya.
"Sertifikat senilai Rp 2 miliar dijaminkan bank sebesar Rp 50 juta atau Rp 100 juta mudah sekali. Karena tidak diroya, jadi BPN (Badan Pertanahan Nasional-red) juga tidak tahu," jelas dia.
Kasus kedua terjadi saat diminta untuk membeli sebidang tanah senilai Rp 260 juta yang saat itu sertifikatnya masih berada di bank.
Kemudian Hartopo menebus sertifikat tersebut ke bank dan membayar sisanya kepada penjual rumah.
Penjual awalnya meminta untuk menyewa rumah yang sudah dibeli itu selama tiga tahun. Namun berjalannya waktu, penjual tidak membayar sewa dan tak mau pergi dari sana.
"Sudah saya niatnya membantu dengan membeli rumah itu, malah saya dituduh memalsukan tanda tangan. Prosesnya panjang dalam persidangan," jelas dia.
Dia berharap, melalui penelitiannya tersebut dapat menekan risiko kecurangan atau sengketa bagi pembeli tanah.
"Karena yang dirugikan itu biasanya pembeli, makanya perhatikan juga notaris untuk benar-benar memverifikasi sertifikat tanah itu di desa dan BPN," ujarnya.
Selain itu, tidak adanya sanksi yang berat bagi para mafia tanah sehingga mereka tidak jera melakukan kejahatannya berulang-ulang.
"Hukumannya cuma kurungan tiga bulan, sehingga itu tidak membuat jera. Makanya saya mengusulkan sanksinya Rp 100 juta atau kurungan penjara 10 tahun," ujarnya.
Rencananya, lewat penelitian disertasinya tersebut Hartopo akan mengadopsi ke dalam Ranperda.
Yang nantinya Ranperda itu untuk memberikan pengamanan perlindungan kepada pembeli tanah.
Mekanismenya yakni dengan membentuk tim pengawasan verifikasi legalitas tanah yang terdiri aparat penegak hukum, biro hukum dan lainnya.
Sehingga setiap pembeli tanah bisa mengajukan sertifikat tanah yang akan dibelinya untuk memastikan tidak ada masalah di kemudian hari.
"Setelah satu minggu ke belakang ada kajian, untuk mengamankan pembeli tanah. Dan ini merupakan pertama kalinya di Indonesia ada di Kabupaten Kudus," ujarnya.
Hartopo memprediksi nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) setelah menyelesaikan disertasi ini mencapai 3,91.
"Saya hitung sendiri perkiraan nanti IPK 3,91, karena nilai saya kebanyakan A. Jadi lulus dengan cumlaude," ujar dia. Hartopo akan menjalani wisuda doktoral pada 24 Oktober 2020. (Raka F Pujangga)
Baca juga: Gandeng Telkom, SMK Muhammadiyah Kudus Cetak Lulusan yang Mampu Kuasai Fiber Optik
Baca juga: Pegawai Kontrak PDAM Kudus Wajib Bayar Pungli Rp 75 Juta Agar Jadi Pegawai Tetap
Baca juga: Varietas Parijoto Kudus Punya Potensi Lahan Lebih Luas Dibandingkan Jepara
Baca juga: SMA Taruna Nusantara Buka Peluang Studi Gratis bagi Pelajar Berprestasi yang Kurang Mampu di Kudus
