10 Tahun Letusan Gunung Merapi
Kisah Heroik 7 Petugas Naik Puncak Gunung Merapi Sebelum Meletus Dahsyat 2010
Gunung Merapi meletus eksplosif. Letusan pertama terjadi pukul 17.02, disusul rentetan letusan besar petang itu meluluhlantakkan Kinahrejo dan Kaliade
TRIBUNJATENG..COM, YOGYAKARTA - Hari ini, 10 tahun yang lalu, tepatnya 26 Oktober 2010, Gunung Merapi meletus eksplosif. Letusan pertama terjadi pukul 17.02, disusul rentetan letusan besar petang itu meluluhlantakkan Kinahrejo dan Kaliadem.
Guguran material vulkanik dan awan piroklastika menyapu lereng selatan, menyusuri hulu Kali Opak dan Kali Gendol.
Pada peristiwa hari pertama ini, belasan orang diketahui meninggal dunia.
Baca juga: Kata Dua Saksi Ahli Bahasa di Sidang Jerinx, Beda Makna Kata Kacung WHO
Baca juga: Info Gempa Terkini: Terjadi Lagi Gempa di Pangandaran Pagi Ini M 4,5 Terasa hingga Ciamis
Baca juga: KSPI Tak Jadi Aksi Demo Serentak Tolak UU Cipta Kerja 1 November, Diundur Satu Hari
Baca juga: Putra Sultan Brunei Darussalam Pangeran Abdul Azim Meninggal, Penyebabnya Tak Dipublikasikan
Termasuk di antaranya sang Juru Kunci, Mbah Maridjan. Letusan hari pertama ini sulit dimonitor secara visual, akibat kabut tebal menyelimuti kaki hingga puncak gunung.
Sepekan sebelum erupsi, 19 Oktober 2020, tujuh petugas mendaki ke puncak gunung untuk memeriksa secara visual, mengukur suhu, mengambil sampel gas.
Mereka inilah yang secara rahasia dikirim Kepala BPPTK Yogyakarta– saat itu, Subandriyo..
Tribunjogja.com mendapat kesempatan bertemu para petugas yang ke puncak Merapi dalam sebuah misi rahasia sepekan menjelang erupsi itu.
Kisah heroik mereka ini belum pernah terpublikasikan. “Jujur, waktu itu saya takut ke puncak,” kata Alzwar Nurmanaji membuka kisah.
“Takut, khawatir, waswas, itu pasti. Kami sudah tahu keadaannya. Gunung akan meletus,” ujar Heru Suparwoko.
“Takut itu manusiawi. Siapa orang yang tidak takut dalam situasi seperti itu,” sahut Yulianto.
“Mau bagaimana lagi, tugas harus dijalankan,” timpal Triyono.
“Sebagai petugas, kita hanya menjalankan perintah. Takut, itu lumrah,” jawab Ahmad Sopari.
Demikianlah pengakuan para petugas pengamatan Merapi mengenang peristiwa alam saat itu.
Hasil tugas mereka sangat menentukan keputusan yang diambil terkait aktivitas Merapi, terutama jenis letusan eksplosifnya akan seperti apa.
Satu-satunya di antara tujuh orang yang dikirim ke puncak, dan mengaku tidak terlampau takut adalah Suratno alias Pak Surat.