Pemerintah RI Tunda Penggunaan Vaksin AstraZeneca karena Ada Kasus Pembekuan Darah
emerintah belum melakukan distribusi vaksin AstraZeneca. Pemerintah terus memantau hasil kajian yang dilakukan oleh BPOM maupun ITAGI.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Menanggapi adanya laporan pembekuan darah usai disuntik vaksin AstraZeneca, Indonesia menunda pendistribusian vaksin asal farmasi Inggris ini. Hal itu didasari rapat antara BPOM dan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) seperti yang disampaikan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI, Dr dr Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS saat menanggapi pertanyaan media dalam kegiatan daring bersama Ombudsman RI, Senin (15/3).
"BPOM dan ITAGI dua hari lalu sudah rapat dan hasil rapat itu menyarankan kita menunda dulu distribusi AstraZeneca," ujar Maxi.
Sampai saat ini Maxi melanjutkan, pemerintah belum melakukan distribusi vaksin AstraZeneca. Menurutnya pemerintah terus memantau hasil kajian yang dilakukan oleh BPOM maupun ITAGI.
"Terkait astrazeneca kami masih menunggu hasil kajian data dari BPOM. Kita belum mendistribusikannya menunggu hasil kajian BPOM dan ITAGI," ungkap Maxi.
"Bukan tidak memakai tapi kita menunggu hasil kajian dari negara-negara yang sudah memakai," lanjut dia.
Diketahui, sebanyak 1.113.600 dosis vaksin AstraZeneca tiba di Indonesia pada Senin (8/3). Vaksin tersebut didapat Indonesia melalui jalur multilateral Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI)/COVAX).
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan akan mengalokasikan vaksin tersebut untuk vaksinasi tahap kedua yakni lansia dan petugas pelayanan publik. Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir sebutkan dari 14 juta Vaksin Covid-19 sudah mendapat lot rilis dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dari 14 juta tersebut, sebanyak 13,9 juta distribusikan ke provinsi. Ia mengungkapkan jika saat ini masih ada sekitar 600-an ribu dosis masih berada di inventori Biofarma. Nantinya vaksin sebanyak 600.000 ribu dosis vaksin Covid-19 akan didistribusikan sesuai permintaan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Selain itu, pemerintah masih berusaha menghadirkan vaksin.
"Hingga minggu kemarin sudah ada produksi vaksin 19 sampai 20 juta dosis," katanya.
Selain itu Honesti juga mengatakan sudah tercatat ada 806 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang disiapkan untuk vaksinasi gotong royong. Terdiri dari 65 fasyankes yang dimiliki PT Bio Farma dan jaringannya, 504 fasyankes BUMN dan 237 fasyankes milik swasta. Hanya saja, angka ini tidaklah pasti.
Tergantung dari kecepatan klasifikasi terhadap kesiapan fasyankes itu sendiri. "Kalau kita asumsikan kesiapan seandainya bisa melakukan vaksinasi 75-100 perhari, dari 806 fasyankes, bisa mendapatkan 2-3 jt vaksin perbulan. Nah ini yang akan kita coba untuk melakukan percepatan dalam membantu program pemerintah," katanya.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mencatat sejak 14 Maret setidaknya sudah ada 11.542 perusahaan yang mendaftar program vaksinasi gotong royong atau vaksin mandiri. Angka tersebut adalah total keseluruhan dari tahap registrasi yang dibuka sebanyak dua kali. Ketua Umum Kadin Rosan Rosan P. Roeslani mengungkapkan bahwa registrasi tahap pertama sudah dilakukan sejak 28 Januari- 28 Februari lalu. Tahap pertama ada sekitar 9176 perusahaan yang mendaftar. Total jumlah yang divaksin adalah 6.998.235 mencakup karyawan dan keluarga.
Sedangkan pada tahap kedua, pendaftaran dibuka pada 10 Maret hingga 24 Maret. Data per 14 Maret terjadi penambahan 2.372 perusahaan. Sehingga totalnya adalah 11.542.
Rosan mengatakan jika pemerintah menargetkan pekerja yang akan divaksin sebanyak 7.403.356 orang. Di sisi lain, program vaksin ini tidak hanya menyentuh perusahan besar saja. Namun juga untuk perusahaan menengah dan kecil.
Bahkan menurut penuturannya tidak sedikit UMKM yang mendaftarkan pekerjanya untuk vaksin mandiri ini. Oleh karenanya, ia mengajak untuk perusahaan kecil untuk tidak ragu mendaftarkan diri mendapatkan vaksin mandiri ini.