OPINI
OPINI Riza Maulana : Vaksinasi dan Tetap Disiplin Protokol Kesehatan
Vaksin merupakan produk yang mengandung senyawa antigenik yang digunakan untuk menghasilkan suatu kekebalan tubuh
oleh Apt. Riza Maulana, S.Farm., M.Pharm. Sci.
VAKSIN menjadi kata sangat popular akhir-akhir ini di kalangan masyarakat umum. Vaksin merupakan produk yang mengandung senyawa antigenik yang digunakan untuk menghasilkan suatu kekebalan tubuh, guna menghadapi suatu penyakit. Tentu saja, tujuannya adalah untuk mempersiapkan tubuh agar lebih siap jika suatu saat terpapar penyakit.
Vaksin umumnya mengandung agen mikroorganisme penyebab penyakit tertentu, yang sudah dimatikan atau dilemahkan. Agen ini akan merangsang sistem imun tubuh sehingga tubuh mampu mengenali agen mikroorganisme ini sebagai ancaman yang berbahaya, untuk kemudian menghancurkannya.
Tidak sebatas itu, jika nantinya di kemudian hari tubuh terpapar oleh mikroorganisme yang sama maka tubuh akan lebih siap dan mampu untuk melawannya. Kekebalan tubuh yang sudah terbentuk nantinya diharapkan mampu untuk mencegah atau mengurangi infeksi penyakit sehingga tidak menyebabkan fatalitas pada penderitanya.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, kehadiran vaksin virus corona ini sangat dinantikan. Sebuah penangkal atau antidotum yang mampu untuk mematikan virus sehingga dapat memperbaiki kondisi seseorang yang terindikasi positif sekaligus mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut.
Vaksin corona yang beredar dan sudah digunakan secara luas di Indonesia adalah Sinovac, Astra Zeneca, dan Bio Farma yang sudah mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dilansir dari kemenkes.go.id, efikasi vaksin Sinovac mencapai 65,3%, sedangkan vaksin Astra Zeneca memiliki tingkat efikasi 62,1%. Tingkat efikasi tersebut memenuhi persyaratan efikasi EUA yang ditetapkan oleh WHO yaitu minimal 50%.
Kenapa harus tetap prokes?. Ada sebuah teori yang dinamakan efek Peltzman. Teori ini dikemukakan pertama kali oleh seorang pakar ekonomi dari University of Chicago bernama Sam Peltzman pada tahun 1975.
Salah Persepsi
Efek Peltzman menjelaskan bahwa persepsi seseorang mengenai bahaya atau ancaman akan menurun ketika merasa sudah aman dengan adanya perlindungan yang didapatkan. Hal tersebut akan membuat seseorang cenderung mengambil tindakan yang beresiko yang membahayakan.
Peltzman, melakukan penelitian mengenai penggunaan sabuk pengaman pada mobil terhadap angka kecelakaan, yang hasilnya justru jumlah kecelakaan meningkat. Hal ini disadari bahwa orang yang mengendarai mobil ketika sudah menggunakan sabuk pengaman akan cenderung untuk bertindak ugal-ugalan karena dia berpikir dirinya sudah aman dengan menggunakan sabuk tersebut.
Orang pada kondisi ‘normal’ akan lebih berhati-hati dan waspada ketika ada bahaya atau ancaman yang sedang mendekatinya. Sedangkan, orang yang sudah merasa terlindungi justru akan bertindak ceroboh dan berisiko membahayakan dirinya.
Sayangnya analogi ini berkorelasi dengan perilaku seseorang yang sudah vaksinasi Covid-19. Menurut literatur pada British Medical Journal, efek Peltzman ini dapat terjadi setelah gencarnya vaksinasi Covid-19. Orang-orang yang sudah mendapatkan vaksin akan berpersepsi bahwa dirinya kebal dan aman terhadap ancaman virus Covid-19 sehingga akan mengabaikan protokol kesehatan.
Prokes yang selama ini sudah diterapkan akan cenderung dilanggar, semisal tidak disiplin dalam memakai masker ketika bertemu dengan orang lain, mengurangi frekuensi cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, hingga enggan melakukan social distancing serta mulai tidak membatasi interaksi dan mobilisasi.
Varian Baru
Pertama, vaksinasi Covid-19 tidak serta merta memberikan kekebalan dalam tubuh kita terhadap virus Covid-19. Perlu dibutuhkan beberapa waktu agar vaksin tersebut dapat bekerja dengan baik. Selanjutnya bahkan vaksin yang sudah bekerja dengan maksimal dalam tubuh, tidak bersifat mutlak yang artinya orang yang sudah tervaksin tetap ada kemungkinan untuk tertular Covid-19.
Kedua, tidak semua vaksin Covid-19 bekerja untuk memberikan efikasi atau khasiat pada tingkatan yang sama. Bahkan masing-masing individu memiliki kemampuan yang bervariasi setelah diberikan vaksin ini.
Ketiga, perilaku virus Covid-19 yang terus bermutasi sehingga memberikan dampak kerja vaksin tidak efektif untuk melindungi tubuh. Banyak varian-varian virus Covid-19 yang muncul di berbagai negara, sebut saja virus varian British, Jepang, Afrika Selatan.
Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin menyampaikan varian virus baru yang berasal dari India sudah masuk ke Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 yang terus meningkat seperti di Eropa setelah dilakukan vaksinasi massal.
Tentunya, kita perlu bercermin pada hal-hal ini untuk terus berperilaku hidup sehat dan menjalankan prokes dengan baik agar kita dan keluarga tetap terlindungi dari ancaman virus Covid-19. (*)
Baca juga: Kasus Siswa SMK Gantung Diri, Psikolog: Jangan Anggap Remeh Anak yang Bilang akan Lakukan Bunuh Diri
Baca juga: Kecelakaan Mobil Pikap Jatuh dan Tenggelam Akibat Jalan Ambles, Warga Sebut Beton Sangat Tipis
Baca juga: Tjahjo Kumolo Ultimatum PNS Radikal dan Korup di Kendal: Tak Loyal Ganti Saja!
Baca juga: Gelar Tes PAT Tatap Muka, Begini Prokes yang Di Lakukan oleh SDN Podosugih 1 Pekalongan