Berita Semarang
Kisah Sarimo Pedagang Mainan Tradisional Sudah 30 Tahun Jualan di Semarang : Ora Obah Ora Mamah
Teketeketek, begitu bunyi mainan etek-etek yang dimainkan Sarimo (56) penjual mainan tradisional di Kota Semarang.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Teketeketek, begitu bunyi mainan etek-etek yang dimainkan Sarimo (56) penjual mainan tradisional di Kota Semarang.
Meski sudah berusia senja, dia terus bersemangat mencari sesuap nasi dengan berjualan keliling mainan di penjuru Kota Semarang.
Tiga dasawarsa bergelut dengan mainan tradisional, dia sudah berjualan di seluruh kecamatan di Semarang.
Kini, lantaran sudah tak kuat mengayuh sepeda jarak jauh, dia hanya bekeliling di pusat Kota Semarang seperti di area Johar, Pasar Burung Kartini, Kota Lama, Simpang Lima,dan seputaran Tugu Muda.
Baca juga: Warga Tegal Diimbau Manfaatkan Masa Pemutihan Pajak Kendaraan, Syafii: Denda Otomatis Hilang
Baca juga: Pemkab Karanganyar Persiapan Tempat Isolasi Terpusat di BLK Karangpandan
Baca juga: Kakak Nia Ramadhani Ajak Anak-anak Ardi Bakrie Nobar dan Liburan di Rumahnya
Setiap berjualan dia membawa barang dagangan yang ditempatkan ditata khusus di boncengan belakang sepeda jengki tua buatan jepang.
"Kalau musim Corona gini saya berangkat pukul 08.00 WIB pulang Magrib.
Sebelum Corona tiap keliling bisa sampai malam," ujarnya kepada Tribunjateng.com, Sabtu (10/7/2021).
Sarimo tak kenal pantang menyerah, meski di tengah gempuran gadget yang terus maju, dia tetap bertahan jualan mainan tradisional.
Prinsipnya, rezeki sudah diatur Tuhan sehingga tak takut jika barang tak laku lantaran anak sekarang lebih suka main handphone daripada mainan tradisional seperti barang dagangannya.
"Ya rezeki pasti ada kalau dicari. Ora obah ora mamah. Saya bisanya jualan seperti ini jadi tetap saya jalani sampai sekuatnya," bebernya.
Pelbagai mainan tradisional yang dijualnya bervariasi dari etek-etek, Kluntung, suling, gangsingan, boneka dari akar wangi berbentuk gajah, jerapah, dan kuda.
Harga yang dipatok paling murah Rp10 ribu dan paling mahal Rp40 ribu.
"Saya kulakan barang di Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Ambil untung ga banyak yang penting bisa buat makan dan nabung buat anak istri di kampung," jelas warga Pakisan, Cawas, Klaten ini.
Masa pandemi Covid, tentu sangat berpengaruh terhadap penghasilannya.