Berita Semarang
Hendi akan Tutup Tempat Karantina Pasien di Semarang, Jika Kasus Covid-19 Sudah Turun
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi akan menutup tempat karantina jika kasus Covid-19 di ibu kota Jawa Tengah kian menurun.
Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: moh anhar
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi akan menutup tempat karantina jika kasus Covid-19 di ibu kota Jawa Tengah kian menurun.
Dia akan melihat terlebih dahulu tren kasus dua pekan pasca Iduladha.
Kota Semarang memiliki tujuh isolasi terpusat. Saat ini, bed occupancy ratio (BOR) atau keterisian tempat isolasi memang sudah berkurang yakni 28 persen.
Begitu pula BOR di rumah sakit juga kian menurun yang mana saat ini berada pada angka 56,27 persen.
Namun, keterisian ICU isolasi masih cukup tinggi, yaitu 92 persen.
Baca juga: Kue Cucur Khas Tegal, Rasanya Manis Ada Gurihnya, Dijamin Bikin Ketagihan
Baca juga: Selama Pandemi, Apindo Kudus Yakini Belum Ada Anggotanya yang Merumahkan Karyawan
Baca juga: 6 Tahun Lalu Yusra Mardini Berenang 3 Jam di Lautan untuk Selamatkan Diri, Kini Jadi Atlet Olimpiade
Baca juga: Purbalingga Turun Status Menjadi PPKM Level 3, Dandim: Prokes Jangan Kendor
"Kita lihat dua minggu setelah Iduladha. Ini kan masih seminggu lagi. Kalau terus turun, kami akan tutup beberapa tempat karantina untuk pertimbangan efisiensi," papar Hendi, sapaan akrabnya, Selasa (27/7/2021).
Menurut Hendi, ada penurunan yang cukup signifikan selama diterapkan PPKM.
Kasus Covid-19 saat itu meningkat signitikan mulai 26 Mei.
Dari semula 300 kasus bergerak hingga puncak tertinggi 2.400 kasus pada 5 Juli.
Pada saat itu, rumah sakit penuh. Mobilitas ambulan juga sangat tinggi. Kebutuhan oksigen sangat besar.
"Dengan PPKM darurat diperpanjang lagi fan saat ini PPKM level 4 sangat membantu mengatasi percepayan penanganan Covid-19," ujarnya.
Di sisi lain, kata dia, tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Kota Semarang cukup tinggi, yakni 93,8 persen.
Namun, angka kematian masih berada pada 6,2 persen.
Angka tersebut harus terus ditekan lantaran masih tergolong tinggi jika mengacu pada kasus kematian secara nasional.
"Kami masih berupaya mengedukasu masyarakat supaya tidak sampai telat penanganan, supaya pasien bisa disembuhkan," tambahnya.