Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Jaringan Anti Kekerasan Seksual Jawa Tengah Protes ke Baleg DPR Soal RUU-PKS: Ada 85 Pasal Dipangkas

Jaringan Anti Kekerasan Seksual Jawa Tengah menanggapi Draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) versi Baleg DPR RI yang dirilis bulan ini. 

Penulis: iwan Arifianto | Editor: moh anhar
AFP
Jumlah kekerasan seksual terhadap anak selama tiga tahun terakhir mencapai lebih dari seratus kasus. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Jaringan Anti Kekerasan Seksual Jawa Tengah menanggapi Draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) versi Baleg DPR RI yang dirilis bulan ini. 

Dalam tanggapan, Jaringan tersebut memprotes beberapa poin. 

Di antaranya dari 128 pasal menjadi 43 pasal. 

Artinya, ada 85 pasal yang dipangkas dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI. 

Baca juga: Bagaimana Foto Produk Bisa Memikat Konsumen saat Jualan Online, UKM Makanan Kudus Pelajari Tipsnya

Baca juga: Ikut Pelatihan Menjahit Busana di BLK, Febi Ingin Buka Lapangan Pekerjaan Usaha Sendiri

Baca juga: Pagi saat Mayat Tuti dan Amalia Ditemukan Ditumpuk di Bagasi, Wanita Ini Turun dari Mobil Dekat TKP

"Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Baleg DPR R merupakan suatu progress yang baik.

Namun, adanya perubahan-perubahan yang mendasar merupakan suatu kemunduran," tutur Perwakilan Jaringan Anti Kekerasan Seksual Jawa Tengah Umi Hanik saat dihubungi Tribunjateng.com,Senin (13/9/2021).

Selain itu, sambung dia, perubahan judul dan elemen-elemen kunci dalam RUUPKS adalah kemunduran bagi pemenuhan dan perlindungan hak korban kekerasan seksual.

Elemen-elemen yang dihilangkan adalah pengaturan lebih lanjut mengenai pemenuhan hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan. 

Sementara hal ini dapat menghilangkan jaminan pemenuhan hak korban selama proses peradilan pidana.

Di sisi lain, terdapat penghapusan ketentuan tindak pidana perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi.

"Tak sampai di situ, penyiksaan seksual dan perbudakan seksual masuk dalam penghapusan," paparnya. 

Ia mengatakan, dalam naskah RUU PKS versi baleg DPR RI hanya memuat empat bentuk kekerasan seksual. 

Yakni pelecehan seksual (fisik dan non fisik),pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, dan  eksplotasi seksual. 

Sedangkan iringan Masyarakat Sipil merumuskan sembilan bentuk kekerasan seksual sebagaimana berdasar pada temuan kasus kekerasan seksual yang dikumpulkan oleh Forum Pengadaan Layanan dan Komnas perempuan.

"Selain itu, dalam draft RUU baleg terbaru terdapat perubahan definisi perkosaan menjadi pemaksaan hubungan seksual," katanya. 

Oleh karena itu, lanjut dia, Jaringan Anti Kekerasan Seksual mendesak DPR RI untuk membuka ruang usulan perubahan naskah dan ruang diskusi yang melibatkan masyarakat.  

Memasukkan enam elemen kunci yang telah disusun oleh iringan Masyarakat Sipil, di antaranya  sembilan tindak pidana kekerasan seksual,  pemidanaan,  penyidikan. 

Kemudian penuntutan dan Pemeriksaan di Persidangan atau Hukum Acara Khusus Penanganan Perkara pidana Kekerasan seksual.

Berikutnya  pemulihan bagi korban, keluarga korban dan saksi, pencegahan,  Koordinasi dan Pengawasan. 

Baca juga: Aplikasi Penghasil Uang Earn Money, Nonton Satu Video Dapat Gaji Rp 1.400

Baca juga: Antisipasi Banjir Saat Musim Hujan, DPU Kota Semarang Keruk Sedimentasi Saluran Air

Baca juga: Wawali Tegal Jumadi Sambangi Rumah Balita Suka Makan Tanah, Akan Diusahakan Bantuan

Hal ini sebagai bentuk pengakuan terhadap pengalaman kekerasan seksual yang beragam dan upaya penanganan kekerasan seksual yang komprehensif.

"Terakhir mengubah judul RUU tindak pidana kekerasan seksual menjadi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," pintanya. 

Menurutnya, perkembangan terbaru, saat ini Baleg DPR sedang membahas draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagaimana daftar Prolegnas 2021.

RUU PKS penting dikawal dengan berbagai alasan, seperti tingginya angka kekerasan terhadap perempuan di Jateng. 

Merujuk monitoring LRC- KJHAM pada tahun 2020 mencapai 155 kasus dengan angka kekerasan seksual yang mendominasi, yakni 81 persen atau sebanyak 127 kasus. 

Berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Anti Kekerasan terhadap perempuan (Komnas perempuan) sepanjang 2020 terdapat 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan kekerasan seksual sebanyak 1.731 kasus kekerasan seksual.

"Di tengah tingginya kasus kekerasan seksual kami juga banyak memiliki hambatan dalam penanganan kasus," ungkapnya. 

Berdasarkan pengalaman pendampingan yang dilakukan lembaga pendamping korban seperti LRC -KJHAM LBH Semarang, LBH Apik Semarang, SPRT Merdeka.

Berikutnya Spekham Solo, Sahabat Perempuan Magelang, UPIPA Wanosobo, LKP3A Fatayat NU Tengah dan IPPI  Jawa Tengah kasus kekerasan mengalami berbagai hambatan yang dialami korban.

Hanik menyebut, korban sering didamaikan dengan pelaku bahkan dikawinkan oleh oknum aparat penegak hukum, aparat pemerintah setempat dan masyarakat.

Ditolaknya laporan korban kekerasan seksual karena dianggap bukan kejahatan. 

Mandegnya proses penyidikan karena hambatan pembuktian.

"Putusan pengadilan yang tidak adil bagi korban, dikeluarkan atau diminta mengundurkan diri dari sekolah, dan sebagainya," jelasnya. 

Baca juga: Jual Rumah Baru - Bekas dan Tanah Murah Semarang Senin 13 September 2021

Baca juga: Giono Berharap Bisa Mendapat Pekerjaan

Baca juga: Menarik Perhatian di Lini Belakang PSIS, Alfeandra Dewangga Santosa Kirim Kode ke Shin Tae Yong

Terlebih dimasa pandemi covid-19, kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) begitu sulit di proses hukum 

Lantaran minimnya pembuktian dan lemahnya perlindungan hukum bagi korban. 

Korban dalam kasus KBGO hanya berhenti di konseling saja. 

"Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang menjadi harapan bagi korban sampai saat ini belum juga disahkan," tandas Hanik. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved