Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jakarta

Kompolnas Minta Polisi Tak Reaktif atas Penyaluran Aspirasi, Ini Tanggapan Kapolri dan Jokowi

Kompolnas mendukung intruksi Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang meminta anggota dan jajarannya tidak bersikap reaktif

Dokumentasi BEM UNS
Sejumlah mahasiswa UNS yang menyampaikan pendapat melalui poster yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo saat kunjungan di Kampus UNS, Senin (13/9/2021). 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Kompolnas mendukung intruksi Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang meminta anggota dan jajarannya tidak bersikap reaktif saat menyikapi penyampaian aspirasi masyarakat.

Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti menyebut, tindakan asal tangkap dinilai tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Hal itu juga berpotensi melanggar Undang-undang yang berlaku.

"Tindakan main tangkap dengan dalih apapun tidak dapat dibenarkan, kecuali orang yang ditangkap membahayakan jiwa Presiden dan masyarakat di sekelilingnya. Alasan melakukan pembinaan dengan cara menangkap seseorang tidak dapat dibenarkan. Hal tersebut melanggar KUHAP, dan merupakan bentuk represif aparat kepolisian," kata Poengky saat dikonfirmasi, Kamis (16/9).

Anggota Polri, kata Poengky, diharapkan bisa memahami dan menganalisa tindakan yang dianggap membahayakan Presiden/VVIP dan tindakan yang merupakan wujud kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat.

"Indonesia adalah negara demokrasi, di mana pendapat dihargai dan dihormati. Jangan sampai tindakan polisi yang berlebihan justru malah merusak citra Presiden dan merusak citra Indonesia sebagai negara demokrasi," jelasnya.

Atas dasar itu, Poengky mengharapkan dapat melaksanakan tugas pengamanan Presiden dengan baik. Khususnya dengan memperhatikan wajah Polri yang humanis, melayani, melindungi, mengayomi, serta menghormati kebebasan mengemukakan pendapat.

"Sebelum kunjungan Presiden dilakukan, polisi di lapangan seharusnya dapat menganalisa potensi-potensi yang akan terjadi, sehingga dapat melakukan upaya-upaya preventif preemtif, dan tidak represif saat Presiden berkunjung," tukasnya.

Poengky sempat menyayangkan adanya penangkapan terhadap para mahasiswa UNS. Pasalnya, para mahasiswa itu dinilai hanya menyampaikan aspirasinya kepada Presiden Jokowi saat berkunjung ke UNS.

"Kami menyayangkan adanya penangkapan pihak Kepolisian, kepada seseorang di Blitar dan beberapa mahasiswa di Solo, pada saat mereka membentangkan poster pada saat Presiden Jokowi lewat," ujarnya.

Menurut dia, yang dilakukan polisi kepada 10 mahasiswa UNS ini merupakan penangkapan, bukan pengamanan seperti yang ditegaskan polisi. Karena yang ada di dalam KUHP adalah penangkapan, bukan pengamanan.

Untuk itu Poengky meminta agar polisi tidak melakukan tindakan represif kepada para mahasiswa atau warga lain yang ingin mencoba memberikan kritik kepada pemerintah. "Nah tindakan penangkapan yang dikatakan sebagai pengamanan ini sebetulnya, kalau pengamanan itu tidak dikenal di KUHP. Yang ada adalah penangkapan."

"Mereka yang melakukan hal ini jangan disikapi dengan cara yang represif, penangkapan terus kemudian mengedepankan penegakan hukum. Ini adalah cara-cara yang bisa dikatakan represif," ucapnya.

Selain itu, Poengky juga ingin aparat kepolisian bisa berhati-hati dalam bertindak dan lebih mengedepankan tindakan preventif. "Oleh karena itu agar kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat serta demokrasi di Indonesia tidak tercederai," tukasnya.

Senada, anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, meminta agar Polri bijak dan sesuai dengan semangat restorative justice yang diserukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit. "Jadi jangan gampang tangkap orang secara paksa, coba dikembangkanlah dialog pendekatan dengan orang-orang kritis itu yang kita minta," ucapnya.

Jika memang polisi masih menangkap masyarakat sipil tanpa pendekatan humanis dan keadilan restoratif, Arsul mengatakan seruan Kapolri tak dihargai. "Ya sama saja tidak menghargai seruan dengan pimpinannya sendiri kalau di jajaran polisi daerah itu masih melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan semangat keadilan restoratif yang ditekankan Kapolri," tukas politisi PPP itu. 

Kapolri Minta Polisi Tak Reaktif

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta anggota dan jajarannya untuk tidak bersikap reaktif saat menyikapi penyampaian aspirasi masyarakat. Instruksi itu disampaikan Sigit melalui surat telegram kepada jajarannya.

Telegram itu tertuang dalam Nomor STR 862/IX/PAM.III/2021 yang ditandatangani langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Telegram itu sekaligus merespon tindakan anggotanya saat pengamanan kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke sejumlah daerah.

Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono menyampaikan, ada sejumlah kasus yang telah menjadi sorotan lantaran anggotanya dianggap bersikap reaktif saat mengamankan warga yang mengkritik ketika rombongan Presiden lewat poster ataupun spanduk.

Adapun kasus yang menjadi sorotan dimulai dari pengamanan peternak di Blitar hingga pengamanan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo saat membentangkan poster berisikan kritik ketika presiden Jokowi melintas.

Argo menuturkan, surat telegram tersebut berisikan pedoman kepada jajarannya agar tidak mudah bersikap reaktif terhadap pengkritik Jokowi. Setidaknya ada beberapa poin yang harus diperhatikan. "Pertama, setiap pengamanan kunjungan kerja agar dilakukan secara humanis dan tidak terlalu reaktif," katanya, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (15/9).

Selain itu, apabila terdapat sekelompok warga yang berkerumun untuk menyampaikan aspirasi kepada Jokowi, maka tugas Polri hanya mengawal rombongan tersebut agar dapat berjalan tertib dan lancar. "Jadi pada saat ada Pak Presiden lewat, lalu ada sekelompok masyarakat, kami mengamankan, mengawal agar tertib," jelasnya.

Selanjutnya, Argo menyatakan, Kapolri juga meminta jajarannya menyiapkan ruang bagi masyarakat atau kelompok yang akan menyampaikan aspirasinya, sehingga dapat dikelola dengan baik. "Jadi kepolisian setempat dapat memberikan ruang kepada masyarakat yang akan menyampaikan aspirasinya sehingga bisa disampaikan," jelasnya.

Kemudian, dia menambahkan, apabila ada keluhan masyarakat yang akan menyampaikan aspirasi, maka akan dikomunikasikan dengan baik bahwa tindakan untuk menyampaikan aspirasi tidak boleh mengganggu ketertiban umum.

"Secara humanis tetap kami sampaikan kepada kelompok tersebut agar tidak mengganggu ketertiban umum. Semua kami kelola dan kawal, sehingga semua berjalan dengan baik dan lancar," paparnya.

"Itu arahan dari Bapak kapolri berkaitan dengan setiap ada kunjungan kerja Bapak presiden ke daerah, baik saat maupun pasca kunjungan tersebut. Ini kami sampaikan kepada jajaran agar dipedomani dan dilaksanakan dengan baik," tambahnya. (Tribunnews)

Saya Sudah Biasa Dihina

Presiden Joko Widodo (Jokowi) rupanya menanggapi serius aksi reaktif aparat terkait dengan kritik terhadap pemerintah antara lain kasus penghapusan mural yang belakangan muncul di sejumlah daerah.

Jokowi bahkan telah menegur Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait dengan tindakan reaktif aparat tersebut. "Saya sudah tegur Kapolri soal ini," ujar Jokowi, dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/9), seperti dikutip dari Kompas.TV.

Presiden mengaku tidak mengetahui perihal adanya penangkapan pelaku hingga penghapusan mural tersebut. Namun, menurut dia, tindakan represif itu merupakan inisiatif petugas di lapangan.

"Kapolri mengatakan itu bukan kebijakan kita, tapi Kapolres. Dari Kapolres juga menyatakan bukan kebijakan mereka, tapi di Polsek," terangnya.

Jokowi pun meminta agar jajaran Polri tidak berlebihan memberantas mural dan menindak segala bentuk kritikan dari masyarakat. “Saya minta agar jangan terlalu berlebihan. Wong saya baca kok isi posternya. Biasa saja. Lebih dari itu, saya sudah biasa dihina," katanya.

Jokowi pun menegaskan bahwa dirinya tidak antikritik seperti yang dituduhkan. "Saya tidak antikritik. Sudah biasa dihina. Saya ini dibilang macam-macam, dibilang PKI, antek asing, antek aseng, planga-plongo, lip service. Itu sudah makanan sehari-hari," ucapnya.

Adapun sebelumnya, Jokowi dianggap alergi terhadap kritik lantaran sikap reaktif terkait dengan unculnya sejulah mural dan protes. Sejumlah karya itu dihapus dan pembuatnya diburu.
Satu di antaranya, gambar wajah Presiden Jokowi yang disertai tulisan '404: Not Found' yang dituliskan menutupi mata gambar itu. Pembuatnya lantas dicari polisi.

Selain itu, sebuah mural di sudut jalan di Bangil, Kabupaten Pasuruan, mendadak dihapus jajaran pemkab. Penghapusan mural bertuliskan 'Dipaksa Sehat di Negara Yang Sakit' itupun sempat menjadi viral di media sosial.

Selain itu juga terjadi penghapusan mural bertuliskan 'DIPENJARA KARENA LAPAR' di Jalan Gatot Subroto, kolong Fly Over Taman Cibodas, arah menuju Jatiuwung, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang.

Adapun, aksi Polri menangani kritik masyarakat terhadap pemerintah juga menjadi sorotan, terkait dengan penangkapan terhadap pelaku aksi membentangkan spanduk protes di tengah kunjungan Presiden.

Hal itu antara lain dialami Suroto, peternak yang membentangkan spanduk protes bertuliskan 'Pak Jokowi Bantu Peternak Beli Jagung dengan Harga Wajar' ke iring-iringan Presiden saat berkunjung ke Blitar, Jawa Timur, pada Selasa (7/9).

Selain itu, hal serupa juga dialami 10 mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo baru-baru ini yang membentangkan sejumlah spanduk di sela kunjungan Presiden di kampus itu pada Senin (13/9).
Baik Suroto maupun sejumlah mahasiswa UNS itu sempat diamankan kepolisian, tetapi kemudian berakhir dibebaskan. Bahkan, Jokowi mengundang Suroto ke Istana pada Rabu (15/9). Namun, hal serupa belum dialami 10 mahasiswa UNS.

Menanggapi hal itu, juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman tak bisa memberikan jawaban pasti terkait dengan apakah Jokowi nantinya akan mengundang 10 mahasiswa UNS datang ke Istana, layaknya Suroto.

Pengingat

Namun, ia berharap undangan ke Istana yang diberikan ke Suroto, juga didapatkan mahasiswa UNS. Menurutnya, undangan kepada Suroto adalah sebagai pengingat bagi pemerintah daerah (pemda) agar lebih peka kepada masyarakat. Sebab, beberapa dari poster kritik itu mencakup urusan wilayah pemda.

"Mudah-mudahan diundang ke Istana. Problemnya begini, 270 juta rakyat Indonesia ingin diundang ke Istana ingin bicara ke Jokowi. Ini yang jadi persoalan hari-hari sekarang. Kami juga ingin mengingatkan ada tindakan pemerintah daerah lebih pro-aktif. Karena ada beberapa masalah yang dimunculkan tak ada kaitannya dengan Presiden," paparnya, dikutip dari tayangan Satu Meja The Forum, Rabu (15/9).

Fadjroel menilai aksi-aksi membentangkan poster itu sebagai bentuk kepercayaan masyarakat kepada Jokowi sangat tinggi, di mana masyarakat ingin Jokowi menyelesaikan langsung masalah-masalah di bawahnya.

Untuk itu, menurut dia, aksi Suroto maupun mahasiswa UNS ini tidaklah suatu masalah. "Mereka ingin mengatakan, apapun masalah yang ada di bawah, pak Jokowi yang bisa menyelesaikannya. Suroto juga bilang begitu. Enggak ada yang masalah sebenarnya. Terima kasih atas kepercayaannya," ucap Fadjroel.

Selain itu, Fadjroel menyatakan, undangan Jokowi kepada Suroto untuk memberi teladan para aparat pemerintahan di bawahnya, di mana aparat tak perlu memberikan tindakan represif kepada masyarakat.

"Presiden ingin menunjukkan teladan kepada aparat sampai ke bawah, begini lo yang namanya kritik. Panggil mereka, kemudian kita dialog, dan itu beliau lakukan juga dulu di Solo," lanjutnya.
Ia juga menekankan, pemerintah tidak melarang adanya kritik dan pendapat. Dia berujar, masyarakat berhak untuk berpendapat dan hal tersebut dijamin oleh UU.

"Jelas bahwa menyampaikan pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, mimbar bebas. Ini yang menjadi pegangan. Ini kan hasil reformasi," tandasnya. (Tribunnews)

Baca juga: Ratusan Pedagang Bakso di Semarang Sudah Gunakan QRIS

Baca juga: Kecewa dengan Hasil Jarahan, Pencuri Tinggalkan Sepucuk Surat di Rumah Korban

Baca juga: Lazio Kalah dari Galatasaray di Europa League, Sarri Bawa-bawa AC Milan di Jumpa Pers

Baca juga: KPK Lakukan OTT di Kabupaten HSU Kalsel, Plt Kadis PU Ditetapkan Jadi Tersangka

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved