Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Polisi Tuding Mahasiswa Lontarkan Kata Tak Pantas, Cornel Membantah: Kami Justru Diancam

Tujuh aktivis dan mahasiswa di Kota Semarang mengaku mendapatkan perlakuan represif oleh pihak kepolisian.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: moh anhar
TRIBUN JATENG/AGUS ISWADI
Polisi amankan mahasiswa yang menurut polisi mengeluarkan kata tak pantas, di Kota Semarang, Kamis (30/9/2021). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Tujuh aktivis dan mahasiswa di Kota Semarang mengaku mendapatkan perlakuan represif oleh pihak kepolisian.

Tindakan itu buntut dari aksi mereka di depan kantor Gubernuran Jalan Pahlawan.

Kepolisian menuding para mahasiswa enggan dibubarkan dan sempat melontarkan kata-kata tidak pantas ke pihak kepolisian.

Akan tetapi hal itu dibantah keras oleh Aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Cornelius Gea yang juga mendapatkan tindakan represif dari oknum anggota kepolisian.

Baca juga: Bea Cukai Purwokerto Sosialisasi Gempur Rokok Ilegal, Dongkrak Penerimaan Negara

Baca juga: Nasib Polisi Viral Tilang Pengendara Mobil Bawa Sepeda di Kabin Kena Sanksi

Baca juga: Terpilih Ketua Gapensi Kudus 2021-2026, Sugiyanto Siap Du‎kung Pembangunan Daerah

"Tak ada kata-kata tak pantas yang menyasar kepolisian.

Kami hanya berkata Undang-Undang Cipta Kerja a**ng.

Siapa yang tak menyakini UU Cipta Kerja itu a**ng.

Trus apa polisi itu UU Cipta kerja?," katanya kepada Tribunjateng.com.

Ia mengaku, sebenarnya pihak aparat kepolisian sudah jauh sebelum jam unjuk rasa selesai mencoba membubarkan massa.

Padahal peserta aksi tinggal menggelar satu aksi terakhir berupa aksi teatrikal selepas adzan magrib.

Akan tetapi pihak kepolisian tak mau diajak untuk berdiskusi

"Mereka sejak awal mengancam kami akan dibubarkan sehingga kondisi jadi kacau.

Padahal semuanya bisa dibicarakan," ungkapnya.

Polisi juga mengancam membubarkan mahasiswa menggunakan UU nomor 9 tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum, bagi Cornel hal itu merupakan penyesatan lantaran membatasi demokrasi

Baca juga: PSISa Tumbangkan Tuan Rumah Persinga Ngawi 1-0, Pelatih Ingatkan Pemain Tidak Mudah Puas

Baca juga: Manfaat Vitamin Sebagai Pencegah Infeksi Covid-19

.

Sesuai amamat undang-undang tersebut bukan menghalangi orang untuk berpendapat di malam hari tapi kalau sudah malam belum selesai bisa dibicarakan bukan dipukuli.

"Saya dipiting oleh tiga polisi bertubuh besar, dijambak, dicakar.

Saya memeluk tiang pembatas jalan agar tak diangkut pihak kepolisian,

Jika bukan karena teman-teman mahasiswa yang menolong saya sudah diangkut," paparnya.

Ia menyebut, ada satu teman mahasiswa yang ditangkap oleh pihak kepolisian.

Teman mahasiswa tersebut dibawa oleh polisi ke halaman gubernuran.

"Kami cek teman kami sebelum bubar ternyata ada satu yang ditangkap.

Kami datangi polisi dan kami jemput teman kami," terangnya.

Polisi juga mempersoalkan peserta aksi yang masih bertahan saat adzan magrib berkumandang, menurut Cornel, para peserta aksi duduk diam di depan pintu gerbang Gubernuran.

Peserta aksi menghormati adzan yang berkumandang, selain itu peserta aksi juga duduk di tepi jalan sehingga tak mengganggu arus lalu lintas.

Selain itu, aksi tersebut juga menggunakan alat pengeras suara berupa TOA kecil sehingga tak berisik, itupun ketika adzan segala aktivitas sementara dihentikan sembari menunggu aksi terakhir berupa teatrikal.

"Amanat undang-undang juga tak membatasi orang menyampaikan pendapat di atas pukul 18.00 tapi bisa dibicarakan.

Itu yang kami harapkan agar ada ruang diskusi.

Jangan ngomong soal demokrasi dan negara jika jam 6 malam sudah tak bisa menyampaikan pendapat," tegasnya.

Sementara itu, Wakasat Sabhara Polrestabeses Semarang Kompol R Justinus mengatakan, para mahasiswa sempat melontarkan kata-kata tak pantas ke pihak kepolisian.

"Iya tadi mereka meneriaki kami dengan kata tak pantas," terang kepada Tribunjateng.com, Kamis (30/9/2021) malam.

Ia mengaku, sebenarnya para mahasiswa sudah diimbau agar membubarkan aksi mereka.

Lantaran aksi harus membubarkan diri maksimal pukul 18.00 WIB.

Namun ketika itu mahasiswa masih melakukan orasi dan akan dilanjutkan dengan pangung bebas.

"Betul pukul 18.00 harus bubar.

Hal itu sesuai UU nomor 9 tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum," katanya.

Ia menyebut, pihak kepolisian sudah melakukan tindakan persuasif.

Yakni berusaha membubarkan aksi mahasiswa melalui pengeras suara.

Namun ketika melakukan aksi persuasif tersebut ada oknum mahasiswa melontarkan kata-kata tak pantas.

"Kami persuasif.

Kalo ga persuasif kami sudah bawa alat-alat.

Tapi kami hanya pakai pengeras suara," katanya.

Ia mengatakan, dalam pembubaran itu tak ada perkelahian.

Terkait ada mahasiswa yang diamankan, ia menyebut, hanya akan dilakukan pembinaan.

Baca juga: Cara Menyembelih Unggas Secara Syari dari Baznas Banyumas

Baca juga: Pelatih Legendaris Sartono Anwar Berulang Tahun ke-76, Dapat Kejutan dari Mantan Pemainnya di PSIS

Baca juga: Olivia Putri Nia Daniaty Akhirnya Buka Suara Soal Dugaan Penipuan Loloskan CPNS

"Iya hanya pembinaan," katanya.

Meski begitu, ia mengaku, tak sakit hati kepada mahasiswa.

"Ya meski dihina kami ga sakit hati. Itu sudah risiko sebagai pelayan masyarakat," bebernya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved