Berita Pendidikan
Jadi Kepala Sekolah Harus Lulus Guru Penggerak, PGRI Jateng: Tak Bisa Diterapkan dalam Waktu Dekat
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim pernah menyebut lulusan Program Guru Penggerak bisa menjadi prioritas posisi strategis di lembaga pendidikan.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: moh anhar
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG- Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim pernah menyebut bahwa lulusan Program Guru Penggerak (PGP) bisa menjadi prioritas dan kesempatan pertama pada posisi strategis di lembaga pendidikan.
Posisi strategis yang dimaksud yakni menjadi kepala sekolah, pengawas, dan sebagainya.
Program Guru Penggerak merupakan pelatihan yang diberikan kepada guru sebagai upaya memberikan dampak nyata pembelajaran di kelas.
Baca juga: Curhatan Novia Widyasari hingga Ungkapan Ingin Mengakhiri Hidup, Ia Tuang Lengkap di Media Sosial
Baca juga: Adik Bibi Andriansyah Pasang Tarif Rp 30 Juta Jadi Bintang Tamu, Nikita Mirzani : Emang Lo Siapa?
Baca juga: Penyebab Laura Tak Bisa Jalan Bukan Gangga Kusuma Tunangan Awkarin
Hal itu agar pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan bukan sekadar pendidikan dan pelatihan (diklat) biasa.
Ketua Pengurus Persatuan Guru Republik Indonesi (PGRI) Provinsi Jawa Tengah, Muhdi berharap kebijakan tersebut tidak diterapkan dalam waktu dekat ini.
"Saya berharap ini kebijakan bukan jangka pndek. Program Guru Penggerak, di samping baru, juga peraturan yang memayungi belum jelas.
Jumlah guru banyak, tetapi yang merupakan lulusan Guru Penggerak belum maksimal," kata Muhdi, Minggu (5/11/2021).
Menurutnya, ide untuk menjadikan guru hebat melalui Guru Penggerak merupakan ide yang pantas diapresiasi. Pihaknya sepakat dengan itu.
Ide lulusan Guru Penggerak akan menjadi prioritas untuk menjadi pemimpin semisal kepala sekolah juga bagus. Tetapi tidak tepat jika diterapkan dalam waktu dekat ini.
"Silakan jadi wacana, tapi jangan kebijakan itu dilakukan dalam waktu dekat ini. Sosialisasi gencarkan, maksimalkan jumlah guru penggerak, lalu lihat hasilnya. Jika hasilnya positif, menjadikannya sebagai prioritas sebagai kepala sekolah bisa dipahami, tapi bukan untuk jangka waktu pendek ini," tandasnya.
Di sisi lain, Muhdi khawatir jika kebijakan ini akan berubah ketika menteri diganti.
Bisa saja di kemudian hari menjadi kepala sekolah tidak harus lulusan Guru Penggerak.
Oleh karena itu, kata dia, peta jalan pendidikan atau blue print di negeri ini harus dibuat terlebih dahulu. Supaya kebijakan pendidikan tidak berubah-ubah maksimal 35 tahun mendatang.
Persyaratan untuk menjadi kepala sekolah bisa dicantumkan pada peta jalan pendidikan tersebut.
Sehingga, meskipun menteri ganti, lulusan program Guru Penggerak tetap menjadi prioritas untuk menjadi kepala sekolah.