Smart Women
Makin Termotivasi saat Ditantang, Bintari Bikin Inovasi Bakmi Jawa Kemasan Kering
Menjadi pengusaha yang memberikan lapangan pekerjaan pada orang lain merupakan impian Raden Nganten Bintari Saptanti (44) semenjak remaja.
Penulis: M Nafiul Haris | Editor: moh anhar
Kemudian, mau tidak mau Bintari yang semula gagap teknologi, bahkan tidak memiliki email, belajar secara autodidak untuk memasarkan produknya melalui media sosial. Tanpa disangka, usahanya itu pun membuahkan hasil, bahkan permintaan dari konsumen mengalami peningkatan, terutama dari luar Jawa.
“Tapi dari situ masalah belum selesai. Saya harus mengurus berbagai macam perizinan, jika usaha ini mau bertahan. Sebab, dahulu hanya izin PIRT, itu tidak cukup, harus ada izin BPOM dan sebagainya, yang semua itu merupakan hal baru bagi saya,” katanya.
Atas banyaknya persoalan itu, Bintari hampir memilih untuk berhenti. “Akan tetapi suami saya bilang, jika tidak lanjut, ruko yang kami sewa akan dibuat usaha lain. Saya ini tipikal jika diberi tantangan malah termotivasi,” ujarnya.
Semenjak itu kata dia, sejumlah perbaikan dari kemasaran pola pemasaran menjalin kerja sama dengan distributor usahanya itu pun berkembang pesat.
Baca juga: Rumah Dijual di Semarang Sekitarnya Minggu 2 Januari 2022
Baca juga: Bupati Andi Beri Perhatian Khusus pada Kesenian Tradisional di Jepara
Sampai sekarang, Bakmie Jogja Sundoro telah memiliki cabang resmi di Jakarta, Yogyakarta, dan Purwokerto. Kemudian pemasaran melalui pihak luar produk Bakmie Jogja Sundoro bisa diperoleh di sejumlah toko modern di Semarang, Surabaya, Bandung, dan Solo dengan dua varian, mi rebus dan kering.
Pelajaran dari Tekor Ratusan Juta Rupiah
Sebelum sukses membangun usaha Bakmie Jogja Sundoro, selama 13 tahun Raden Nganten Bintari Saptanti (44) lebih memilih bekerja ketimbang melanjutkan kuliah.
Hal itu dia lakukan sejak lulus SMA, pada 1997. Terlebih, Bintari merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Dia meyakini, adik-adiknya dinilai lebih membutuhkan biaya pendidikan.
Bintari mengatakan, sebelum terjun ke dunia kuliner dia bekerja sebagai karyawan salon, lalu membuat bisnis sendiri berupa jasa rias pengantin sembari menjadi make up artist di Pro TV.
Hanya saja, bisnis yang dibangunnya itu tidak membuahkan untung.
Yang ada, kata dia, uang berputar sebatas memenuhi kebutuhan.
Puncaknya dia merugi sekira Rp 400 juta sebab ada klien tidak membayar.
“Dulu saya niatnya bekerja di salon itu untuk belajar, terus membuat usaha tata rias pengantin untuk membantu suami malah merugi. Mereka ada yang tidak membayar, ada yang bayarnya kurang, sedang ketika itu konsepnya wedding organizer atau melayani paket komplet, termasuk undangan, foto, dan sebagainya. Kemudian, akhirnya tidak saya teruskan dan berganti bikin usaha mi Jogja,” kenangnya.
Ibu lima anak tersebut menyatakan, dari pengalamannya usaha di masa lalu tersebut kemudian dia mengevaluasi.