Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Regional

Fakta Baru Kerangkeng Perbudakan Manusia di Rumah Bupati Langkat Nonaktif, Pernah Ada Korban Jiwa

Fakta baru terungkap dalam penemuan kerangkeng perbudakan manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Paranginangin.

Editor: rival al manaf
KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN
Diduga kerangkeng manusia ditemukan di rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin. Keberadaan kerangkeng itu diduga merupakan bentukan dari perbudakan moderen. Kerangkeng diisi para pekerja sawit. Foto keberadaan kerangkeng itu dilaporkan Migrant Care ke Komnas HAM, Senin (24/1/2022). 

"Sehingga memang jika kalau ditanya yang meninggal berapa, pasti lebih dari satu," ujarnya, Sabtu, diberitakan Tribun-Medan.com

Choirul mengatakan, Polda Sumut telah melakukan penyelidikan serupa dan menemukan adanya korban lain.

Sehingga, diduga jumlah korban akan terus bertambah.

Keluarga Diminta Tanda Tangan Surat Perjanjian

Pihak keluarga ternyata juga diminta menandatangani surat perjanjian.

Satu di antara poin dalam surat perjanjian itu, yakni keluarga tidak boleh mengajukan pembebasan tahanan selama batas waktu yang ditentukan.

Selain itu, pihak keluarga harus menyepakati tidak akan keberatan kalau tahanan sakit atau meninggal dunia.

Edwin Partogi Pasaribu menyatakan, surat bermaterai itu ditandatangani oleh pengurus sel dan pihak keluarga tahanan.

"Jadi dalam surat yang kita dapat itu menyatakan jika keluarga tidak boleh meminta tahanan keluar sebelum masa waktu sekitar 1 tahun lebih."

"Dan keluarga juga tidak boleh keberatan jika tahahan meninggal atau sakit," ucapnya, dilansir Tribun-Medan.com.

Kondisi di salah satu ruangan tahanan pribadi milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin, Rabu (26/1/2022) (Tribun Medan/Fredy Santoso)
Para Tahanan Dibatasi Aksesnya

Sementara itu, para tahanan disebut hilang kebebasan, dieksploitasi untuk bekerja di pabrik olahan sawit tanpa mendapat gaji.

Mereka ditahan dalam kerangkeng itu dengan waktu bervariasi dengan standar 1,5 tahun hingga 4 tahun.

"Informasi lainnya bahwa mereka dibatasi aksesnya. Termasuk warga tak bisa membesuk mereka dalam waktu tertentu 6 bulan atau 3 bulan pertama tak bisa diakses keluarga," kata Edwin, seperti diberitakan Kompas.com, Sabtu.

Ia menambahkan, mereka juga tidak bisa beribadah sebagaimana wajarnya.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved