Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Ekonomi Bisnis

Harga Kedelai Ikut Naik, Curhatan Pemilik Angkringan Semarang: Keuntungan Juga Makin Menyusut

Masih tingginya harga minyak goreng di pasar tradisional dan kenaikan harga kedelai turut memberikan dampak bagi Sri, pedagang di Kaligawe Semarang.

Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: deni setiawan

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Setelah merasakan tingginya harga minyak goreng, penjual warungan kini juga turut terkena imbas dari kenaikan harga kedelai impor.

Pasalnya, semakin kecil ukuran tempe yang dibuat para pengrajin untuk menyiasati kenaikan harga kedelai turut membuat penjual di warung kebingungan untuk menyiasati penjualan tempe goreng atau mendoan.

Penjual warung dilema, sebab di satu sisi mereka ingin menaikkan harga karena tingginya harga bahan baku.

Baca juga: Bekali Murid Studi Lanjut, SMA Islam Al Azhar 15 Semarang Gelar Online Campus Meeting

Baca juga: BLU Pastikan Armada Trans Semarang Layak Jalan

Baca juga: Ada 555 Lapak Kosong di Kompleks Johar Semarang, Satpol PP Akan Segel

Baca juga: Kejari Kota Semarang Komitmen Wujudkan Zona Integritas WBK/WBBM

Namun di sisi lain, mereka khawatir apabila diprotes pembeli dan berujung pengurangan pembelian oleh konsumen.

Hal itu seperti diutarakan Arif (27), pemilik angkringan di Jalan Pedamaran Semarang.

Menurut Arif, sebelumnya harga Rp 5.000, dia sudah bisa mendapatkan tempe dengan ketebalan sekira 2 sentimeter.

Namun dengan kenaikan harga kedelai, tempe yang dia peroleh dengan harga sama ukurannya semakin menyusut.

Menurutnya, tiap satu tempe biasanya bisa dia potong menjadi 30 bagian.

Namun semenjak harga kedelai naik, tempe tersebut hanya bisa dia bagi menjadi 23 potong.

"Awalnya segini (memperkirakan ukuran tempe), ketebalannya sekira 2 sentimeter."

"Ini sekarang paling sekira 1,5 sentimeter."

"Harganya sama Rp 5.000, cuma tempenya agak kecil," kata dia kepada Tribunjateng.com, Rabu (16/2/2022).

Menyusutnya ukuran tempe dengan harga sama ini menurutnya turut memengaruhi penghasilannya sehari-hari.

Ia mengatakan, jumlah potongan tempe berkurang yang tidak diimbangi dengan kenaikan harga gorengan membuat keuntungannya semakin menyusut.

Ia belum berani menaikkan harga mendoan sebab khawatir pelanggannya akan protes.

"Penghasilan tiap harinya pasti berkurang."

"Kalau mau menaikkan harga gorengannya, masih belum berani," ungkapnya.

Di sisi lain, masih tingginya harga minyak goreng di pasar tradisional dan kenaikan harga kedelai turut memberikan dampak bagi Sri, pedagang warung di Kaligawe Semarang.

Sri mengatakan, ia berbelanja di pasar untuk mencari berbagai bahan masakan sebab merasakan harga dinilai lebih terjangkau.

Namun, harga yang menurutnya serba tinggi membuatnya semakin kebingungan untuk menyiasati penjualan di warungnya.

"Di rumah saya jual matengan, ada nasi goreng dan gorengan."

"Pemakaian minyak goreng minimal 2 liter per hari."

"Kalau tidak ada yang murah ya terpaksa beli Rp 40 ribu (2 liter), sampai mau putus asa jualannya karena harga-harga naik," ungkapnya. (*)

Baca juga: Update Corona Salatiga - Ada 49 Kasus Baru Hari Ini, Argomulyo Kecamatan Tertinggi Kasus Covid-19

Baca juga: 289 Kepala Sekolah Terima SK Pengangkatan, Ini Pesan dan Harapan Bupati Blora

Baca juga: Mungkin Kamu Beruntung Dapat Motor Nih, Syaratnya Warga Batang Lunas Bayar PBB P2 Periode 2013-2022

Baca juga: Barang Masuk Minimarket Langsung Ludes Diserbu Warga, Minyak Goreng Masih Langka di Banyumas

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved