Berita Semarang
Keluhan Perajin Tempe di Semarang, Hanya Bisa Bertahan Menunggu Harga Kedelai Turun
Sakdun (51), perajin tempe di Kota Semarang ini mengaku hanya bisa bertahan menunggu harga kedelai turun.
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: Catur waskito Edy
"Dulu saya menghitung, setiap 1 kilogram kedelai mentah itu direbus jadi 1,5 kg kedelai bersih. Jadi kalau setengah kilogram tempe dijual Rp 5 ribu, menjadi tiga tempe. Kalau satunya Rp 5 ribu, mendapat uang Rp 15 ribu.
Jadi kalau sekarang harga kedelai hampir Rp 12 ribu, hasil bersih tidak sampai Rp 3 ribu. Rp 3 ribu itu sekarang kotor, jadi penghasilan menipis," ujarnya.
Di sisi lain ia memaparkan, perajin tempe tidak bisa serta merta menaikkan harga. Sebab selain berpotensi diprotes pembeli, dengan harga yang tak sesuai pasar juga dikhawatirkan akan banyak mengurangi konsumen.
Menurutnya, yang bisa ia dan para perajin tempe lain lakukan yakni dengan cara memperkecil ukuran tempe.
Namun, ukuran tempe yang diperkecil juga tak jarang menimbulkan protes bagi konsumen.
"Harga tetap tapi isinya dikurangi. Kalau tidak dikurangi, tidak dapat sisa. Jadi diperkecil tempenya.
Sebenarnya diprotes konsumen tapi bisa tidak bisa harus begitu. Bahkan kami jual sudah beberapa hari ini hasilnya mepet tidak seperti biasanya," keluhnya.
Sementara itu terkait aksi mogok produksi di pulau Jawa yang akan dilakukan selama tiga hari, 21-23 Februari 2022 mendatang, ia mengaku belum mendapat pemberitahuan sampai sekarang.
Menurutnya, hal itu juga menimbulkan kebimbangan bagi dirinya sebab apabila berhenti berproduksi ia tidak tahu dari mana akan mendapat penghasilan.
"Dulu waktu di sini masih ada Kopti, enak. Nempurnya (beli) di situ, bisa menyambung, penghasilan dibagi jadi kita bisa menikmati bersama. Sekarang sendiri-sendiri. Saya inginnya disediakan koperasi lagi seperti dulu," imbuhnya.
Dampak kenaikan harga kedelai juga dirasakan perajin tempe lainnya, Suryanti.
Menurutnya, ia terpaksa memperkecil ukuran tempe untuk menyiasati kenaikan harga yang terjadi.
"Tidak bisa ganti harga, jadi yang dilakukan adalah timbangannya dikurangi," kata Suryanti. (idy)
Baca juga: Pedagang Tempe dan Tahu di Pasar Tradisional Kendal Bakal Mogok Jualan 3 Hari
Baca juga: Harga Minyak Masih Tinggi, Penjual Getuk Goreng Tidak Berani Menaikan Harga
Baca juga: Bupati Pemalang Berharap Jurnalis Bantu Pembangunan Daerah dengan Produk Berita Aktual dan Objektif
Baca juga: Tangis Haru dan Sujud Syukur Iringi Vonis Kasus Perkelahian Pertandingan Sepakbola di Purbalingga