Migor Kemasan dan Curah Susah Didapat, Pedagang: Mendingan Tidak Ada Subsidi Tapi Barang Ada
Sebelum pemerintah membuat kebijakan minyak bersubsidi, tidak ada kelangkaan. Meski mahal, namun stok komoditas itu lancar.
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: galih pujo asmoro
Alina menambahkan, ia hanya mendapat jatah satu karton minyak subsidi.
Di sisi lain, permintaan konsumen terhadap minyak goreng selalu tinggi seperti sebelum kebijakan subsidi.
Sementara bila ia menjual minyak di atas HET yang ditetapkan, konsumen akan protes.
"Penjual dibikin repot.
Jualan minyak subsidi paling 30 menit sudah habis.
Namun bila jualan minyak di atas HET, konsumen marah karena tahunya harga minyak seperti yang dipatok pemerintah," sambung dia.
Meski dicibir konsumen karena ia menjual minyak goreng di atas HET, Alina tidak mempedulikannya.
Alasannya, pasokan minyak goreng subsidi yang diterimanya tidak sebanding dengan permintaan konsumen.
Biasanya, Alina membeli minyak goreng Rp 19 ribu lalu dijualnya Rp 20 ribu.
"Bila minyak subsidi mencukupi tidak masalah, kalau tak mencukupi bikin kisruh.
Mendingan tidak usah subsidi tapi barangnya ada," tambahnya.
Terkait minyak goreng curah, ia mengaku mudah mendapatkannya.
Namun harga masih terbilang tinggi.
"Minyak goreng curah harganya Rp 19 ribu per kilogram.
Kadang juga naik jadi Rp 19.500.
Tidak menentu harganya.
Soal stok, di agen-agen biasanya ada.
Namun tetap saja mahal bila dibanding harga subsidi," tandasnya. (*)