Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kudus

Adu Nasib di Makam Dua Sejoli Raden Ayu Dewi Nawangsih dan Raden Bagus Rinangku yang Tak Direstui

Ribuan warga bersimpuh di bawah rindangnya pepopohan. Di depannya terdapat bungkusan keranjang berisi ingkung ayam utuh

Penulis: Rifqi Gozali | Editor: Catur waskito Edy
Rifqi Gozali
warga berkumpul di kompleks Makam Nawangsih-Rinangku di Dukuh Masin, Desa Kandangmas dalam tradisi sedekah kubur atau sewu sempol, Kamis (24/3/2022). 

Dari sekelumit kisah cinta tak direstui itulah kemudian membangkitkan kepercayaan, jika sepasang kekasih yang belum menikah datang berziarah ke Makam Sunan Muria maka hubungannya akan berakhir atau putus.

Di makam Nawangsih dan Rinangku yang dikeramatkan itu hampir selalu ada orang yang datang berziarah.

Sejumlah warga mencari bunga kantil di tumpukan bunga dalam tradisi sedekah kubur di kompleks Makam Nawangsih-Rinangku di Dukuh Masin, Desa Kandangmas, Kudus, Kamis (24/3/2022).
Sejumlah warga mencari bunga kantil di tumpukan bunga dalam tradisi sedekah kubur di kompleks Makam Nawangsih-Rinangku di Dukuh Masin, Desa Kandangmas, Kudus, Kamis (24/3/2022). (Rifqi Gozali)

Ada yang sengaja datang hanya sekadar untuk ziarah, ada pula yang membawa maksud terselubung.

Puncaknya yakni saat jelang Ramadan atau bulan Syaban. Digelarnya tradisi sedekah kubur di kompleks makam tersebut mampu menjadi magnet bagi ribuan warga Masin atau warga dari daerah lain, bahkan dari luar Jawa, yang lahir dan besar di Masin untuk turut serta mengikuti tradisi tersebut.

"Orang dari Masin yang sudah hidup di luar biasanya tetap ikut. Mereka menitipkan ke keluarga yang masih tinggal di Masin," ujar warga Masin, Ina Leriana.

Untuk mengikuti tradisi tersebut masing-masing keluarga membawa satu ingkung utuh dengan nasi dan lauk-pauk, biasanya lauknya berupa tahu tempe dan mie.

Ingkung itu kemudian satu pahanya dipotong dikumpulkan pada sebuah wadah nampan besar yang terletak di muka pelataran makam.

Bayangkan, ketika ada ribuan ingkung sudah barang tentu tampak menggunung. Dari situlah kemudian tradisi ini juga disebut sewu sempol (seribu paha ayam).

Di samping tumpukan paha ayam terdapat bunga tujuh rupa di antaranya kantil, mawar, kenanga berikut potongan kemenyan yang juga ditaruh dalam nampan besar yang juga tampak menggunung.

Saat semua sudah terkumpul baru kemudian digelar doa bersama. Doa itu dilakukan dengan tata cara Islam. Sebelumnya juga terdengar suara lantang dari pengeras suara di makam itu membunyikan ayat-ayat Alquran.

Seorang warga hendak membagikan paha ayam yang terkumpul dari warga untuk dibagikan kepada tokoh masyarakat dan tamu undangan dalam tradisi sedekah kubur.
Seorang warga hendak membagikan paha ayam yang terkumpul dari warga untuk dibagikan kepada tokoh masyarakat dan tamu undangan dalam tradisi sedekah kubur. (Rifqi Gozali)

Begitu doa selesai digelar, sebagian warga langsung beranjak dari makam. Mereka pulang sembari membawa kembali ingkung yang telah nihil satu pahanya.

Paha ingkung yang telah dikumpulkan itu dibagikan untuk para tokoh masyarakat dan pengurus makam.

Setelah prosesi selesai, ada pula yang masih berkelindan di kompleks makam. Sebagian ada yang berebut menyusupkan tangan dalam nampan berisi bunga yang tampak menggunung itu tadi. Mereka mencari bunga kantil ada pula yang mencari kemenyan.

Saya mencoba mendekat dan mencari tahu sebenarnya apa yang dilakukan orang-orang yang menyusupkan tangannya pada nampan berisi bunga yang menggunung.

Namun umumnya mereka tidak mau bercerita. Paling hanya sekadar jawaban normatif: mencari keberkahan.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved