OPINI
OPINI Slamet Makhsun : ACT Diduga Mereduksi Kemanusiaan
BARU-BARU ini hangat dibicarakan dan diberitakan tentang Aksi Cepat Tanggap (ACT). Penegak hukum menduga, ACT melakukan penyelewengan dana
Di titik ini, masyarakat harus pintar dalam memilih dan memilah mana sekira lembaga sosial yang kredibel, amanah, serta bertanggungjawab.
Tidak hanya dalam pemilihan lembaga sosial saja, namun di semua lini. Umat perlu menelusuri lembaga tersebut, apakah memiliki badan hukum atau tidak, riwayat organisasinya bagaimana, atau bahkan sampai ke background pendiri dan pengelolanya.
Kasus yang kerap terjadi seringkali menggunakan embel-embel agama. Agama memang memiliki sisi-sisi sakral yang setiap pemeluknya dengan pasti akan berusaha mentaati apa yang diajarkan agama.
Nahasnya, karena kurangnya literasi umat, maka hal semacam itu menjadi sasaran empuk para penipu.
Contohnya kasus yang terjadi pada tahun 2018 ketika banyak orang berbondong-bondong ikut mendaftar umrah dan haji yang digawangi oleh First Travel. Setelah dibongkar oleh penegak hukum, ternyata uangnya dibawa kabur oleh pengelola Frist Travel.
Hal yang sama juga dialami oleh para investor PT Alfatih Bangun Indonesia (kasus pada tahun 2020). Banyak yang tertarik berinvestasi di perusahaan tersebut sebab menawarkan perumahan berkonsep syariah dengan nama Quranic Residence.
Setelah ditelusuri, rupanya developer perumahan berkedok syariah itu melakukan penggelapan dana sehingga perumahannya sama sekali tidak ada wujudnya alias mereka kena tipu.
Pengawasan
Pun memiliki kesamaan motif dengan apa yang dilakukan ACT. Lembaga sosial tersebut kerap mengkampanyekan “Bela Palestina” secara nyaring, entah melalui platform media sosial, atau selebaran lainnya. Jelas tentu hal itu menggugah empati kalangan umat Islam Indonesia.
Terlebih, narasi yang dibawa ialah narasi-narasi keislaman sehingga bagi umat yang mendengar atau membaca kampanye tersebut, seakan belum kaffah keislamannya jika belum ikut menyalurkan donasi ke ACT sebagai wujud membela saudara seimannya yang berada di Palestina.
Lain hal, pemerintah wajib hadir dalam fungsi pengawasan terhadap lembaga sosial. Selama ini, lembaga sosial tidak memiliki semacam instruments yang mengawasi penyaluran bantuan sehingga sangat rawan untuk disalahgunakan.
KPK dan BPK tidak bisa masuk ke lembaga sosial karena bukan ranahnya. Di saat yang sama, pemerintah memiliki kewajiban dalam membangun masyarakat yang adil, kondusif, aman dan tenteram.
Oleh sebab itu, pemerintah wajib turun tangan dalam fungsi pengawasan lembaga sosial agar masyarakat tidak lagi menjadi korban penipuan.
Jika pemerintah benar-benar ikut mengawasi lembaga sosial, tentu bakal merepotkan para pengelola lembaganya.
Mereka harus rajin-rajin membuat laporan pertangungjawaban ke pemerintah. Belum lagi dengan pengurusan administrasi yang bakal memakan banyak waktu. Namun buru-buru muncul sebuah pertanyaan, “Jika sedikit merepotkan namun dapat menjamin terlaksananya kebaikan, mengapa tidak?. (*)
Baca juga: Detik-detik Ridwan Kamil Putuskan Mengadopsi Arka di Rumah Yatim, Polah Si Bayi Sampai Terbawa Mimpi
Baca juga: FOKUS : Teladan Resi Gotama
Baca juga: Beredar Video Jalan Aspal Mengelupas Hanya Dikeruk Tangan, Kayak Kue Kering, Faktanya. . .
Baca juga: Jadwal Malaysia Masters 2022, Apriyani/Fadia Vs Malaysia, Chico Vs Ginting, The Daddies Vs Taiwan