Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Merry Utami Tuntut Keadilan Hukum Usai 21 Tahun Mendekam Penjara

Terpidana mati kasus narkotika, Merry Utami menuntut keadilan hukum setelah 21 tahun mendekam penjara.

TRIBUNJATENG/Agus Salim Irsyadullah
Kuasa hukum Merry Utami, Aisya Humaida saat menunjukkan sertifikat Program Pembinaan Kemandirian pada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di LPP Kelas II A Semarang 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Terpidana mati kasus narkotika, Merry Utami menuntut keadilan hukum lantaran selama 21 tahun mendekam di penjara tanpa proses hukum yang jelas.

Mulanya, pada 25 Juli 2016, Merry dibawa dari Lapas Perempuan Tangerang ke sel isolasi di Nusakambangan untuk menjalani eksekusi mati.

Sebelum hari eksekusi tiba, ia menyempatkan mengajukan grasi kepada Presiden Jokowi per 26 Juli 2016.

Baca juga: Buron 5 Tahun, Terpidana Kasus Korupsi Pembangunan Gedung DPRD Kota Madiun Ditangkap di Mataram

Merry sedikit bernafas lega kala kejaksaan pada 29 Juli 2016 memutuskan untuk menunda eksekusi mati Merry. 

Namun, ketidakjelasan proses hukum itu mulai ia rasakan setelah grasi dan penundaan hukuman mati tak kunjung menemui titik terang. 

"Sampai saat ini (2022) belum ada kejelasan gimana kelanjutan proses hukumnya," kata tim kuasa hukum Merri Utami, Aisya Humaida kepada Tribun Jateng, Kamis (22/9/2022). 

Perempuan yang didakwa membawa 1,1 Kg heroin tersebut, tak habis pikir dengan proses hukum yang menimpa dirinya. 

Selama 21 tahun, Merry telah merasakan dinginnya jeruji besi. 

Kini, melalui kuasa hukumnya, Aisya Humaida, Merry ingin menuntut keadilan kepada negara. 

Merry merasa, 21 tahun berada di balik jeruji besi adalah bentuk penyiksaan yang merendahkan harkat martabat manusia. 

"21 tahun bukanlah waktu yang sedikit," imbuhnya.

Aisya dan tim kuasa hukum yang merasa proses hukum tak berjalan sebagaimana mestinya, langsung mendatangi Lapas Perempuan Semarang untuk meminta surat pengantar yang digunakan untuk pengajuan PK kedua kepada Pengadilan Negeri Tangerang.

Sebab, kata Aisya, jika mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), maka durasi hukuman penjara paling lama adalah 20 tahun.

"Penghukuman yang dijalani melebihi durasi dari durasi hukuman penjara, tentu patut dipertanyakan kebsahan hukuman yang dijalani Merri Utami saat ini. Terlebih hukuman itu menimbulkan dampak psikologis yang parah,” kata dia.

Baca juga: Upaya Selundupkan Obat Terlarang ke Rutan Banyumas, IF Lempar Paket ke Atap, Pemesan Napi Narkotika

Aisya menambahkan, rencana pengajuan PK kedua adalah untuk meminta kepastian hukum sekaligus keringanan lantaran kliennya telah 21 tahun menjalani masa tahanan. 

"Jadi PK kedua yang akan kami ajukan harapannya adalah evaluasi buat Merri bahwa 20 tahun pemenjaraan itu sudah cukup. Namun ini menjelang 21 tahun penjara," sambungnya. 

Dikatakan Aisya, Merri adalah orang yang rajin.

Ia selalu mengikuti berbagai kegiatan di lapas.

Bahkan ketika pelatihan membuat biasan bordir di Lapas Perempuan Semarang pada 10 Januari hingga 21 Maret lalu, Merri mendapat nilai memuaskan. 

Hasil itu, dalam kacamata Aisya mampu meringankan hukuman yang dijalani Merri. 

"Dilihat dari keikutsertaan dan prestasinya, seharusnya klien kami bisa dapatkan keringanan atas hukuman yang menimpanya," timpalnya.

Sebagai informasi, Merri adalah TKI yang kedapatan membawa heroin 1,1 kilogram di dalam tas yang sebenarnya milik teman prianya asal Nepal.

Merri dibekuk di Bandara Soekarno-Hatta pada Oktober 2001. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved