Citizen Journalism
Di Balik Semangat Penggembira Muktamar Muhammadiyah di Solo
Sejak masuk gerbang tol Weleri KM-384 hingga exit tol Bandara Adi Sumarmo di Solo KM-498, kami melihat banyak rombongan bus penggembira menuju Solo.
"Alhamdulillah mandar caket" (Alhamdulillah malahan dekat) pujinya.
Dari obrolan sambil menunggu hujan reda, saya menjadi tahu bahwa pak Zen datang ke Solo bersama cucunya (Anisa) yang masih sekolah kelas 3 di SMP Muhammadiyah Ngadirejo.
Berangkat jam 10.00 pagi dengan mengambil rute Ngadirejo-Temanggung-Secang-Magelang-Jogja-Prambanan-Klaten-Solo (kl 160 km).
Mereka berdua bersepeda motor tanpa jaket hujan. Berdua hadir di Solo hanya ingin menyaksikan Muktamar Muhammadiyah ke-48 sebagai penggembira.
Saya yakin mereka berdua tidak ada agenda dan tujuan khusus ke Solo, kecuali ingin sekedar menyaksikan, mensyiarkan dan "handarbeni" (rasa memiliki, merasakan kegembiraan) bisa bertemu sesama warga Muhammadiyah dari berbagai daerah dan wilayah. Saya yakin banyak mbah Zen-mbah Zen lain yang rela datang ke Solo dengan penuh perjuangan dan ketulusan.
Hujan belum reda saat melihat jam tangan menunjukkan waktu 00.05 WIB. Saya tunjukkan tempat transit yang dekat dan bisa menampung mereka berdua sebagai penggembira. Saya haturkan logistik yang diambil dari mobil sambil salaman pamit undur diri.
"Ngapunten mbah, kulo pamit rumiyin. Mugi Gusti Allah paring sehat, kuat lan slamet dumugi kondur nggriyo" (Mohon maaf mbah, saya pamit dulu. Semoga Allah memberi kesehatan, kekuatan dan keselamatan sampai pulang ke rumah).
"Mugi-mugi jawahe enggal terang, panjenengan saged istirahat wonten mriko" (Semoga hujan segera reda, anda berdua bisa istirahat di tempat transit), ucap saya.
Dalam perjalanan menuju penginapan di Kartasura, saya berdoa lirih dalam lubuk hati, semoga para penggembira muktamar diberi keselamatan, kesehatan, kegembiraan dalam bermuhammadiyah.
Rasanya malu jika pagi nanti, kami bisa masuk stadion menyaksikan upacara pembukaan muktamar oleh Presiden Joko Widodo, sementara mbah Zen dan ratusan ribu penggembira lain hanya bisa menyaksikan dari layar di luar stadion.
Dan rasanya menjadi pimpinan Muhammadiyah itu tidak mudah. Selain dituntut memiliki sifat sidiq, amanah, tabligh dan fathonah, juga harus sudah selesai dengan kepentingan pribadi dan keluarganya.
Menjadi pimpinan maknanya harus bisa meringankan beban persyarikatan dan umat. Bukan sebaliknya, malah menjadi beban tidak ringan bagi umat dan Muhammadiyah.
Pimpinan Muhammadiyah harus "bener, pener, kober lan pinter" (benar, baik/shalih, sempat dan pandai/berilmu). Pimpinan musti mampu berbuat adil dan tidak dzalim; beradab dan tidak biadab; penuh hikmah dan tidak serakah (harta, pangkat dan jabatan); memiliki keshalihan sosial dan tidak hanya mengejar keshalihan personal.
Semoga peserta Muktamar mampu memilih 13 Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang terbaik di jamannya. Dengan selalu mengharap ridha dan rahmat Allah Tuhan Sekalian Alam.
Ingatlah bahwa terpilihnya seseorang menjadi pimpinan persyarikatan, tidak hanya ditentukan oleh banyaknya peserta yang memilih nama kita, tetapi juga ditentukan oleh ketulusan doa dan laku sosial jutaan penggembira yang hadir di forum Muktamar. Wallahua'lam
Solo, Dinihari : 19 November 2022
Khafid Sirotudin
Ketua LHKP-PW Muhammadiyah Jateng