Berita Opini
HABLUM-MINAL ALAM - Memaknai Tema Muktamar dan Risalah Islam Berkemajuan
Presiden Jokowi, dalam sambutan pembukaan Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta, mengemukakan narasi hablum-minal alam.
Sebagaimana firman-Nya : " Rabbana ma khalaqta hadza batila, faqina adzab-an-nar".
Selaras dengan sabda Nabi Saw : "Cukuplah sebuah kematian menjadi pengingat bagi kita".
Tidak cukupkah kematian 157.000 orang lebih warga negara Indonesia selama pandemi Covid berlangsung 2 tahun sebagai pengingat kita?
Atau, tidakkah cukup berbagai bencana alam : banjir, gunung meletus, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kekeringan dan ribuan anak stunting yang terjadi di seluruh penjuru negeri membuat kita sadar diri untuk kembali ke jalan yang baik dan benar?
Baca juga: BREAKING NEWS: Haedar Nashir dan Abdul Muti Ketua Umum & Sekretaris Umum PP Muhammadiyah 2022-2027
Aksi Nyata Hablum-minal Alam
Presiden Jokowi, dalam sambutan pembukaan Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta, mengemukakan narasi hablum-minal alam.
Saya meyakini narasi tersebut muncul sebagai respon positif atas tema yang diangkat dalam Muktamar yaitu "Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta".
Beliau mengajak segenap elemen bangsa (rakyat, wakil rakyat dan pemerintah) untuk bergotong royong membangun kehidupan kebangsaan yang lebih bermartabat dan berwawasan lingkungan dengan memanfaatkan sumberdaya alam secara bijak.
Muhammadiyah, sebagai salah satu pilar utama kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah seharusnya mengambil peran penting bersama komponen anak bangsa lainnya, dalam menangani krisis pangan, krisis energi dan krisis lingkungan.
Sebuah 'krisis peradaban kontemporer' yang sedang dihadapi oleh semua bangsa dan negara di dunia.
Sebuah kesenjangan peradaban (civilization gap) yang muncul akibat keserakahan dan ketidakadilan/kedzaliman, serta absennya nilai moral dan etika sosial manusia terhadap Tuhan, sesama dan lingkungan/alam semesta.
Saya berharap, Risalah Islam Berkemajuan yang dihasilkan Muktamar Muhammadiyah ke-48 hendaknya bisa menjadi semacam "Fikih Peradaban" yang mampu dipraktikkan secara nyata dalam kehidupan umat dan warga persyarikatan sehari-hari.
Sehingga diharapkan warga dan umat mampu mengejawantahkan setiap laku kehidupan menjadi amal shalih dan bernilai ibadah (hablum-mina-Allah).
Setiap pimpinan, kader dan warga persyarikatan dituntut mampu bersinergi dan berkolaborasi dengan sesama (hablum-minan -nas).
Mari kita biasakan berperilaku jujur, adil, berperikemanusiaan, memiliki sense of behaviour, gemar dan gembira membantu sesama, mampu hidup saling asah-asih- asuh dalam keragaman suku-agama-ras (bhinneka tunggal ika).