Berita Semarang
IDI Jateng dan IDI Kota Semarang Urun Rembug Omnibus Law Kesehatan Bersama Rahmad Handoyo
IDI Wilayah Jawa Tengah dan IDI Cab Kota Semarang melakukan Dialog Konstruktif.
Penulis: amanda rizqyana | Editor: sujarwo
Data-data tersebut berkaitan dengan pelayanan profesinya yang mencakup lisensi, riwayat malpraktek, analisa pola praktek dan sertifikasi; serta proses evaluasi untuk menyetujui atau menolak fasyankes apakah dapat diikat dalam kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Adapun penilaiannya didasarkan pada aspek administrasi dan teknis pelayanan. Kredensialing juga dilakukan untuk mengetahui kapasitas dan kualitas fasilitas kesehatan yang akan bekerjasama dengan BPJS sehingga peserta dapat dilayani dan tujuan pembangunan kesehatan dapat tercapai.
Kredensialing tersebut termasuk organisasi profesi pun tetap melakukan pembinaan dalam hal mutu dan etika dalam bekerja.
"Semua proses ini dilakukan untuk memenuhi tujuan menjaga profesionalitas nakes dan menjamin mutu kesehatan," ujarnya.
Ia berpendapat, undang-undang terdahulu yang baik harus tetap dilestarikan dengan diikuti aturan baru guna meningkatkan mutu.
Adapun pentingnya kemudahan akses, biaya pendidikan, sarana-prasarana rumah sakit pendidikan, hingga pemerolehan surat kompetensi dokter berbasis pemerataan.
Pemerataan dengan mempertahankan kualitas tenaga kesehatan dalam penyediaan nakes dengan memberikan kesempatan dan kemudahan para dokter untuk melakukan pendidikan profesi spesialis.
"Perlu memperhatikan kesehatan nakes dan kepastian perlindungan hukum dan dukungan terhadap nakes dalam aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan," terangnya.
Pada kesempatan yang sama, dr. Sigit Kirana, Sp.F., selaku Ketua IDI Wilayah Kota Semarang menyatakan dengan adanya organisasi profesi tunggal sebagai rumah profesi guna pengembangan profesionalisme mampu menjadi pemersatu perwakilan profesi.
"Menyampaikan pentingnya organisasi profesi dalam mengawasi dan memastikan setiap anggota melaksanakan kewajiban profesinya terkait etika profesi yang merupakan fundamental dan marwah profesi tersebut dalam pelayanan pada masyarakat," jelasnya.
Rahmad Handoyo menyatakan urun rembug menjadi sinergi antara DPR RI selaku legislatif yang menuliskan aturan sedangkan organisasi profesi yang akan membuat konten di dalamnya.
Meskipun ia mengetahui awal mula gagasan RUU Omnibus Law Kesehatan sempat menuai penolakan dari sejumlah pihak.
"Saya memahami adanya penolakan, namun penolakan itu muncul ketika RUU Omnibus Law Kesehatan masih menjadi wacana, belum ada isinya, ibaratkan skripsi masih berupa judul," ungkapnya.
Dengan mekanisme tersebut, ia berharap RUU Omnibus Law memberikan ruang bagi organisasi tunggal profesi untuk mengisi konten dalam RUU Omnibus Law. (*)
