Berita Nasional
Eks Kepala BPKH: Calon Haji Sudah Ditunda Keberangkatannya, Malah Diminta Biaya Tambahan
Mantan Kepala BPKH Anggito Abimanyu mengatakan usulan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) bersinggungan dengan prinsip keadilan.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu mengatakan usulan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) bersinggungan dengan prinsip keadilan.
Menurutnya, banyak calon jemaah haji yang sudah membayar 15 tahun lalu tetapi harus menanggung tambahan biaya.
"Pastinya banyak jemaah yang sudah membayar dan seharusnya berangkat misalnya tahun 2022 eh kok disuruh bayar lagi," ucap Anggito dalam diskusi virtual membahas kenaikan biaya haji ditinjau melalui Istitha'ah, Senin (23/1).
Baca juga: Soal Kenaikan Biaya Haji, Anggito Abimanyu: Kok Tiba tiba 70 Persen Biaya Sendiri
Anggito menuturkan, belum lagi 50 persen jemaah yang sudah mendapatkan kursi haji tahun 2020 ditunda karena Covid-19.
Calon jemaah haji tersebut sudah ditunda keberangkatan haji dan justru diminta membayar biaya tambahan.
"Ini aspek keadilan dan apakah pantas tambahan Rp69 juta sehingga calon jemaah haji harus mencari uang sebesar itu dalam waktu yang singkat," tukas Anggito.
Lebih lanjut, mantan Direktur Jenderal Haji & Umrah Kementerian Agama mengatakan kenaikan biaya perjalanan haji sebaiknya dinilai dari aspek kewajaran berdasarkan Istitha'ah.
Anggito menuturkan bahwa tentunya setiap jemaah haji ingin kenaikan harga yang terbaik paling tidak di kisaran Rp8 juta sampai Rp12 juta.
"Wajar itu sesuai Istitha'ah ya nanti ditimbang-timbang saja berapa angka kenaikan yang wajar sesuai kemampuan," tuturnya.
Dia menambahkan hal yang masih kontroversi yakni perhitungan nilai manfaat apakah sama seperti perbankan di mana nasabahnya mendapatkan imbal hasil syariah.
Atau berapa yang dihasilkan oleh BPKH kemudian yang dibagikan kepada jemaah.
"Jadi ini masih kontroversi sebetulnya bisa berakhir hal yang kontroversi apabila dana haji sudah masuk virtual account (VA)," ungkapnya.
Dengan masuknya dana haji ke virtual account, Anggito memandang nilai manfaat akan lebih jelas kurangnya berapa.
Namun, kendalanya infrastruktur di Indonesia masuk belum memadai untuk menggunakan virtual account.
"Kalau menurut saya sekarang tinggal kita akur-akuran saja, bila menggunakan hak individu jemaah 15 tahun paling gampang dihitung imbal hasil sesuai dengan bunga pasar 5-6 persen net," imbuhnya.
Anggito menegaskan usulan kenaikan biaya jemaah haji Rp 98 juta diamanahkan kepada BPKH untuk investasi dan dicairkan imbal hasil kepada jemaah setiap tahunnya.
Biaya haji tersebut dipakai untuk perjalanan ibadah haji mulai dari manasik, asrama, embarkasi, hotel, catering, penerbangan, masya'ir haji, dan pelayanan lainnya.
"Jadi sesimpel itu sebenarnya pengertian dari Isthita'ah saya mereduksi istilah ini bahwa haji membayar dengan kemampuan sendiri dan sebetulnya 2023 sudah kesitu makanya biayanya cukup tinggi," ucap Anggito.
"Masalahnya hanya uang yang dikembalikan (return, red) baru empat tahun yaitu sejak tahun 2014 seharusnya setiap tahun dikembalikan ke jemaah, nah ini yang belum match perhitungan full cost dengan dana yang dikembalikan," tukasnya.
Jemaah Tanggung Beban
Sebelumnya, Kementerian Agama mengusulkan adanya penambahan biaya yang ditanggung oleh calon jemaah ketimbang tahun sebelumnya.
Pada tahun 1444H/2023M ini, pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH per jemaah sebesar Rp98.893.909,11 atau naik sebesar Rp514.888,02 dengan komposisi Bipih sebesar Rp69.193.734,00 (70 persen) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp29.700.175,11 (30 persen).
Dengan begitu, ada penyesuaian atau kenaikan Biaya yang ditanggung langsung oleh jemaah hampir Rp 30 juta per jemaah.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief mengatakan penambahan biaya ini skema yang lebih berkeadilan dalam Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M.
Komposisi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dan penggunaan nilai manfaat dihitung secara lebih proporsional.
"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantri keberangkatan, tidak tergerus habis," ujar Hilman.
Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) terus mengalami peningkatan.
Dari data BPKH, pada tahun 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah hanya Rp4,45 juta.
Sementara Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp30,05 juta.
Komposisi nilai manfaat hanya 13 persen, sementara Bipih 87 persen
Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19 persen (2011 dan 2012), 25 persen (2013), 32 persen (2014), 39 persen (2015), 42 persen (2016), 44 persen (2017) serta 49 persen (2018 dan 2019).
Karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jemaah sudah melakukan pelunasan), penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59 persen.
"Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak," jelasnya.
Nilai manfaat, kata Hilman, bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan BPKH.
Menurutnya, nilai manfaat adalah hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat.
Mulai sekarang dan seterusnya, menurut Hilman, nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan untuk menjaga keberlanjutan.
Apalagi, Hilman mengungkapkan kinerja BPKH juga masih belum optimal sehingga belum dapat menghasilkan nilai manfaat ideal.
Jika pengelolaan BPKH tidak kunjung optimal serta komposisi Bipih dan NM masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan terus tergerus dan tidak menutup kemungkinan akan habis pada 2027.
"Jika komposisi Bipih (41 persen) dan NM (59 persen), dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat habis pada 2027 sehingga jemaah 2028 harus bayar full 100 persen," ucap Hilman.
"Padahal mereka juga berhak atas nilai manfaat simpanan setoran awalnya yang sudah lebih 10 tahun," jelas dia.
Untuk itulah, kata Hilman, Pemerintah dalam usulan yang disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat Raker bersama Komisi VIII DPR, mengubah skema menjadi Bipih (70 persen) dan NM (30 persen).
"Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Gus Men lakukan demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jemaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya," tegasnya.
"Ini usulan pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Kita tunggu kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi paling ideal! Amiin," tandasnya. (Tribun Network/Reynas Abdial)
(tribun neetwork/reynas abdilla/tribun jateng cetak)
Perintah Megawati Soekarnoputri: Kader PDIP Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran |
![]() |
---|
Bos ChatGPT Bongkar Rahasia, Hindari Obrolan Sensitif di Chatbot, Pengguna Bisa Terjerat Hukum |
![]() |
---|
Kemana Perginya Uang di Rekening yang Diblokir? Ini Kata PPATK |
![]() |
---|
Jadwal Pemakaman Mantan Menteri Agama RI Suryadharma Ali, Berikut Profilnya |
![]() |
---|
Kabar Duka: Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali Meninggal Dunia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.