Pemilu 2024
Begini Tanggapan Masyarakat Kota Semarang Terkait Pemilu Tanpa Uang
Belasan Pemilu telah digelar sejak Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Penulis: budi susanto | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Belasan Pemilu telah digelar sejak Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Tercatat dalam sejarah, sebanyak 12 Pemilu diadakan dengan Pemilu pertama pada 1955 dan Pemilu terkahir 2019 lalu.
Pesta demokrasi tersebut juga disambut seluruh masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.
Berbagai peristiwa juga terjadi dalam setiap pelaksanaan Pemilu di berbagai daerah.
Politik uang hingga politik identitas tak jarang dialami oleh masyarakat sebagai pemilih dalam pesta demokrasi.
Slogan Pemilu bersih pun masih jadi mimpi dalam pelaksanaan pesta demokrasi di tanah air.
Seperti diungkapkan oleh Arifin (52) warga Kota Semarang yang telah menjadi pemilih aktif dalam Pemilu 1992.
Ia berujar uang jadi andalan partai politik bersama calon yang mengikuti Pemilu.
Bahkan ada istilah serangan fajar dalam pelaksanaan pemilihan.
"Rahasia umum kalau itu, pasti ada tim yang membagikan uang saat hari pemilihan," terangnya menanggapi sinis pelaksanaan Pemilu bersih, Senin (20/2/2023).
Diakuinya masyarakat tetap butuh uang, apalagi di tengah peliknya mencukupi kebutuhan hidup.
Namun, Arifin berujar masyarakat juga tidak gampang dibodohi meski diiming-imingi uang.
Ia secara gamblang menceritakan pengalamannya dalam Pemilu 2019 saat diarahkan memilih salah satu calon dalam Pemilu.
"Saya diberi Rp 50 ribu dari calon A, ya saya terima. Lalu diberi lagi Rp 100 oleh calon lainnya ya saya terima juga," katanya sembari tertawa kecil.
Meski menerima pemberian, tapi ia tak memilih calon tersebut.
Pasalnya Arifin punya pilihan sendiri dalam Pemilu 3 tahun silam.
Dari hal itu, Arifin mengatakan yang dibodohi sebenarnya adalah partai politik dan calonnya.
"Mau ditarget bagiamana pun lewat iming-iming uang ya tidak bisa, karena rakyat punya pilihan sendiri. Yang ada justru calon dan partai tersebut tekor kan," paparnya.
Terpisah, Ali (60) warga Kabupaten Semarang yang sudah tinggal di Kota Semarang sejak 1997 mengatakan calon yang memberikan uang dalam Pemilu pasti tidak beres.
Ali yang bekerja sebagai pengayuh becak itu bahkan tak pernah memilih calon atau partai yang memberikan uang saat Pemilu.
"Suara kok dibeli, pasti tidak akan jadi. Saran saya laporkan kalau ada yang seperti itu. Atau kumpulan uangnya dan kembali lagi secara terang-terangan agar yang bersangkutan malu di depan umum," terangnya.
Baca juga: Soal Pelunasan Biaya Haji 2023, Kemenag Jateng: Tunggu Keppres
Baca juga: Diskominfo Karanganyar Tindak Lanjuti Soal Perpres Nomor 39 Tahun 2019, Ditargetkan Miliki Big Data
Baca juga: Pengamat Politik Undip Wijayanto Soroti Potensi Politik Identitas dan Uang dalam Pemilu 2024
Baca juga: Kasat Reskrim Polres Wonosobo Berganti, AKP Kuseni Resmi Menjabat
Membaca Ulang Partisipasi Pemilih pada Pemilu Tahun 2024: Antara Antusiasme Elektoral dan Kejenuhan |
![]() |
---|
Inilah Sosok Rizqi Iskandar Muda Anggota DPRD Jawa Tengah Termuda Asal Batang, Dilantik Bareng Ayah |
![]() |
---|
Kisah Happy Franz Haloho, Dilantik Jadi Anggota DPRD 2024-2029 Meski Hanya Modal 94 Suara |
![]() |
---|
2 Caleg PDIP Ancam Kepung Gedung DPRD Karanganyar, Jika Tak Dilantik Sebagai Wakil Rakyat |
![]() |
---|
Komeng Raih 5.399.699 Suara, Ternyata Tak Otomatis Jadi Ketua DPD, Justru Malah Nama Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.