Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tadarus

Strategi Dakwah Nabi Muhammad

DALAM tempo sekitar dua dekade, nabi Muhammad SAW telah berhasil mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat Arab yang berperadaban utama. B

Editor: m nur huda
Tribun Jateng
Ditulis Oleh Drs H Jumari (Wakil Ketua PWM Jawa Tengah, BPH Universitas Muhammadiyah Magelang) 

Ditulis Oleh Drs H Jumari (Wakil Ketua PWM Jawa Tengah, BPH Universitas Muhammadiyah Magelang)

TRIBUNJATENG.COM - DALAM tempo sekitar dua dekade, nabi Muhammad SAW telah berhasil mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat Arab yang berperadaban utama. Bahkan pengaruhnya juga sampai ke beberapa wilayah di luar Arab. Perubahan besar suatu peradaban yang tidak membutuhkan waktu lama, tentu dilakukan oleh tokoh yang tidak biasa saja.

Nabi Muhammad memang, utusan dan kekasih Allah, sukses dakwah beliau tidak a historis. Sejarah mencatat bahwa kekasih Allah itu menjalankan tugas dakwah dengan berjuang sepenuh kemampuan menghadapi para penentang, memberdayakan segenap potensi untuk menarik hati agar mereka tunduk pada ketentuan Ilahi.

Nabi Muhammad memang manusia biasa, sebagaimana firman Allah, “Katakanlah (Muhammad): Aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah diberi wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” (QS Al Kahfi ayat 110). Oleh karena itu, beliau menjalankan tugas kenabian juga melalui proses yang manusiawi. Beliau merancang strategi dakwahnya dengan perencanaan yang matang, bahkan menyertakan dan menghargai gagasan cemerlang dari para sahabatnya.

Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim, dan ketika masih usia kanak-kanak ibunya meninggal dunia. Kemudian diasuh kakeknya yang meninggal saat Muhammad belum dewasa. Pengasuhan Muhammad diteruskan oleh pamannya yang secara ekonomi termasuk biasa saja. Secara psikologis, anak yang mengalami masa kecil seperti itu menjadi sangat manja atau sangat mandiri.

Beliau termasuk yang menjadi sangat mandiri. Masa kecil yang seperti itu juga menjadikan Muhammad menjadi pribadi yang ‘murni’, bahkan belum mengenal kebiasaan hidup orang tuanya. Secara teologis memang bisa disebut sebagai ‘skenario’ Allah seperti itu, karena beliau akan mengemban tugas mulia.

Muhammad remaja dalam pengasuhan pamannya sudah menampakkan jatidirinya sebagai pribadi yang mulia. Dia pekerja keras, jujur, santun, mandiri, peduli juga rendah hati. Kemuliaan pribadinya itu membuat Khadijah (‘juragan’ nya) terpesona hingga pada akhirnya keduanya menikah. Muhammad-Khadijah kemudian menjadi keluarga yang bahagia, sekaligus menjadi teladan utama untuk keluarga para pejuang dan penggerak dakwah Islam.

Khadijah yang bangsawan kaya raya itu, tetap berbakti dan selalu nyengkuyung perjuangan dakwah sang suami. Ketika Muhammad gelisah, Khadijah yang memotivasi dan menguatkan. Ketika perjuangan membutuhkan finansial, Khadijah menyerahkan hartanya untuk dipergunakan. Keduanya saling menguatkan dan saling melengkapi, sehingga menjadi keluarga yang sempurna.

Keluarga idola dan ideal itu menjadi faktor pertama, sukses dakwah nabi Muhammad. Yang keluarganya tidak tertata, sulit dibayangkan dapat menata masyarakat. Dakwah nabi memang dimulai dari diri sendiri dan keluarga, baru kemudian meluas kepada masyarakat dan dunia. Sebagaimana sabda beliau, ibda’ binafsika, mulailah dari dirimu sendiri. Inilah pedoman penting bagi semua orang, bahwa untuk persoalan Pendidikan, dakwah, perubahan sosial dan kaderisasi, harus dimulai dari diri sendiri.

Faktor kedua, selalu tenang dan tabah dalam menghadapi masalah. Ketika melihat kondisi masyarakat semakin bubrah dan tidak terarah, beliau menyendiri di gua Hira’ untuk berkontemplasi, merenung dan berpikir jernih untuk mencari solusi. Beliau tidak mengeluh dan menyalahkan keadaan, serta tidak lari dari masalah. Beliau hadapi dengan mencermati masalah dari berbagai arah, mencari solusi dengan ya Rabbi (berdoa) dan ya lobby (mengatur strategi).

Faktor ketiga, selalu berkonsultasi dengan wahyu. Dalam menjalankan tugas dahwah beliau selalu berpedoman pada Alquran, yakni memberi peringatan (bagi yang enggan) dan memberi kabar gembira (bagi yang menerima ajaran). Dan strategi dakwah yang diterapkan mengacu pada firman Allah, “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana, mau’idhah hasanah dan dialog yang beradab. Sesungguhnya Tuhanmu, dia lebih tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan siapa yang mendapat petunjuk” (QS An Nahl 125).

Nabi dan para pelaku dakwah penerusnya senantiasa menerapkan tiga strategi atau metode dakwah yang diperintahkan Alquran tersebut. Pertama, dakwah dengan bijaksana. Artinya pesan dakwah disampaikan sedemikian rupa sehingga mudah diterima oleh orang awam dan sekaligus bisa nyaman di kalangan cendekiawan.

Khatibu an naas ‘ala Qadri ‘uqulihim, sampaikan kepada manusia menurut kadar kemampuan berpikirnya masing-masing. Nabi sering memberi tekanan pesan yang berbeda, sesuai karakter penanya. Misalnya, kepada yang dikenal pendusta, beliau berpesan jangan bohong. Kepada yang lain beliau pesan, jangan marah. Pesan ringkas itu menjadikan Islam terasa mudah dan tidak memberatkan.

Kedua, dengan mau’idhah hasanah. Sasarannya adalah mereka yang terlanjur bersalah. Umumnya marah kepada orang yang bersalah itu dipandang lumrah, ternyata itu salah. Sebab, orang yang dimarahi itu pasti jengkel dan kalau jengkel pasti tidak bisa dinasehati. Nabi mencontohkan kepada kita bersikap ramah kepada mereka yang bersalah, sehingga mereka bisa nyaman menerima dan meneruskan pesan dakwah. Sikap nabi ini diabadikan dalam Alquran surat Ali Imran ayat 159. Ketiga, dengan dialog yang beradab. Factor lain sukses dakwah nabi adalah karena satunya antara hati, lisan dan perbuatan, sehingga menjadi uswatun hasanah paar excellence. Wallahu A’lam. (*tribun jateng cetak)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved