Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Idul Fitri dan Spirit Bertoleransi

Potensi perbedaan dalam ber idul fitri nampaknya akan terjadi kembali di tahun ini.

Editor: rustam aji
dok. pribadi
Rohmat Suprapto (Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PW Muhammadiyah Jateng 2022-2027) 

Dimana kuasa telah meruntuhkan sendi toleransi dan membutakan hak dasar manusia untuk berbeda baik suku bangsa dan bahasa yang hal ini dijamin oleh Tuhan sendiri bahwa perbedaan adalah suatu sunatullah yang menuntut pemahaman, kedewasaan dan saling berinteraksi untuk saling kenal (QS. Hujurat : 13).

Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah pemenuhan kebutuhan spiritual yang telah dibawa  sejak zaman azali atau kelahiran. Di mana semua manusia memiliki rasa akan kebutuhan adanya Maha Pencipta dan Tuhan yang menguasai alam serta hidup dan kehidupan manusia.

Berdasarkan penelitian Clinebell (1981) menyatakan bahwa pada setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual (basic spiritual needs).

Kebutuhan dasar spiritual ini adalah kebutuhan kerohanian, keagamaan dan ke-Tuhan-an yang karena paham materialisme dan sekulerisme menyebabkan kebutuhan dasar spiritual terlupakan tanpa disadari.

Dengan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar spiritual maka daya tahan dan kekebalan seseorang dalam menghadapi stresor psikososial menjadi melemah, yang kemudian sebagian dari mereka “melarikan diri” (escape reaction) ke NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif).

Tak heran jika guna mengejar kepuasan spiritual ini manusia dapat mengorbankan apa saja, baik harta, benda bahkan nyawa sekalipun yang kadang meluruhkan akan sehat. Padahal agama tanpa akal bukanlah agama yang benar (Al-Hadis).

Bahkan dalam Al-Qur’an sendiri derajat orang diukur tidak saja kualitas iman, tetapi juga kecil besar prosentasi akal  atau ilmu pengetahuan yang dimiliki (QS. Al-Mujadilah : 11). Sedangkan ilmu pengetahuan sendiri jelas bersumber dari bagaimana memaksimalkan penggunaan akal.

Guna menggapai spiritual ini, ibarat seseorang sedang mabuk cinta, Setingi apapun sebuah gunung pasti kan didaki demikian juga sedalam apapun samudera pasti akan diseberangi, sebahaya apapun mudik tak menyurutkan niat untuk kumpul dan bersosial dengan keluarga, handai tolan, tak pandang bulu keluarga atau kawan berbeda pemahaman, berbeda shalat Idul Fitri. Mudik telah meruntuhkan primordialisme-spiritual. Bahkan mudik adalah cerminan toleransi hakiki.

Beranjak dari Spiritual Kamuflase menjadi Hanafiyatus Samhah

Pelajaran berharga dari mudik adalah sikap menurunkan ego pribadi. Inilah tantangan terberat orang berpuasa. Bahkan Rasulullah saw pernah mengingatkan agar hati-hati ketika seseorang melaksanakan puasa tetapi hanya mendapatkan kepuasan spiritual karena belum menyentuh ruh atau substansi puasa. Puasa yang hanya mendapatkan kepuasaan spiritual namun kamuflase, atau spiritual kamuflase.

Mengutip wikipedia Indonesia kamuflase diartikan suatu metode yang memungkinkan sebuah organisme atau benda yang biasanya mudah terlihat menjadi tersamar atau sulit dibedakan dari lingkungan sekitarnya (wikipedia.org) Spiritual-kamuflase adalah kegiatan spiritual atau keagamaan yang secara kasat mata terlihat saleh, akan tetapi hanya sebatas kulit semata sedangkan batiniahnya sulit untuk ditebak hal ini karena urusan batin hanya Allah dan yang memiliki batin yang tahu.

Islam sejatinya berada pada kutub yang seimbang antara ekstrim kanan dan kiri. Ketika spiritual terlalu ke kanan maka akan menyebabkan seseorang bersikap fatalis, demikian juga jika seseorang terlalu longgar akan menyebabkan seseorang tercerabut dari akar spiritualnya yang berakibat pada sikap liberal.

Kebalikan beragama secara kamuflase adalah al-hanifiyah al-samhah (beragama secara lurus dan toleran/tengah) atau wasathiyah. 

Bragama wasatiyah menjadi  tawaran baru guna beradaptasi dalam menjalankan agama di tengah intoleransi Islam wasathiyah yang penuh substantif atau wasathiyah-substantif meniscayakan seseorang mampu mengelaborasi kesalehan individualnya menjadi kesalehan sosial yang tidak ekstrim kanan atau kiri, saling toleran dan menghormati keperbedaan.

Seseorang tidak hanya cukup rajin shalat, selesai membazar zakat atau dapat menjalankan puasa dengan genap satu bulan penuh atau merasa puas jika dapat berhaji dan umrah tiap tahun tetapi juga harus toleran dengan berbagai perbedaan yang ada.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved