Berita Jakarta
Pro Kontra Permendikbudristek No 53 Tahun 2023, Senat Akademik UI Dukung Kebijakan Nadiem Makarim
Pemerintah memberikan kemerdekaan bagi setiap perguruan tinggi menyusun standar pendidikan, termasuk pilihan tugas akhir kelulusan.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Pemerintah memberikan kemerdekaan bagi setiap perguruan tinggi menyusun standar pendidikan, termasuk pilihan tugas akhir kelulusan.
Hal itu menyusul peluncuran Merdeka Belajar Episode Ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023, tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teguh Dartanto mengatakan beleid itu menjadi angin segar bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
"Kebijakan Permendikbud No. 53 tahun 2023 merupakan angin segar kepada Universitas-universitas di Indonesia bukan hanya UI, karena peraturan ini memberikan ruang lebih atau otonomi kepada universitas untuk mengelola satuan pendidikannya," kata Teguh dihubungi Tribun Network, Kamis (31/8/2023).
Menurutnya, Senat Akademik UI dan juga pihak rektorat akan segera merespon munculnya beleid baru.
Teguh menjelaskan petunjuk teknis bagi seluruh program studi tengah dirampungkan agar sejalan dengan kebijakan yang baru dikeluarkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.
"Penyederhanaan sistem akreditasi merupakan sesuatu yang diharapkan oleh pengelola pendidikan tinggi. Poin pentingnya adalah, program studi/universitas harus didorong untuk memperoleh akreditasi internasional yang benar-benar diakui oleh kalangan internasional," tutur Teguh.
"Misalnya, kalau di sekolah bisnis maka tiga akreditasi internasional yang sudah well known/respected/recognized adalah AACSB, AMBA, EQUIS mengakui perguruan tinggi tersebut," tambahnya.
Terkait kebijakan tesis dan disertasi mahasiswa S2-S3 tidak wajib masuk jurnal ilmiah, Teguh menuturkan bahwa UI mendukung langkah itu.
Pihaknya mengaku sudah bertahun-tahun menyuarakan agar S2 tidak wajib publikasi ilmiah di jurnal untuk tesis, karena hampir tidak ada di dunia yang menjalankan kebijakan seperti ini kecuali S2 jalur riset.
"Saya rasa kualitas lulusan S2 tidak terpengaruh dengan kewajiban publikasi atau tidak, kualitas bisa dilihat dari business process penyelenggaraan program studi," ucap Teguh.
Penerima Eisenhower Fellowship 2017 ini menyebut bahwa FEB UI sangat tidak khawatir dengan adanya kewajiban tidak publikasi untuk S2.
"Kami yakin sebagai fakultas yang satu-satunya di Indonesia yang memiliki double crown international accreditation--AACSB dan AMBA--akan tetap mampu mencetak lulusan yang unggul," ungkap Teguh.
Sementara untuk program doktoral S3, Teguh memandang disertasi masih perlu dipublikasikan karya ilmiahnya karena pendidikan S3 jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan S2.
Selain itu, publikasi untuk S3 akan mendorong atau menjaga kualitas pendidikan.
Lowongan 1.000 Petugas Damkar Jakarta 2025: KTP Luar Jakarta Boleh Daftar! |
![]() |
---|
Prabowo Beri Abolisi dan Amnesti: Tom Lembong & Hasto Dapat Pengampunan |
![]() |
---|
IHSG Melemah 65 Poin di Akhir Juli, Saham Perbankan Tekan Pasar |
![]() |
---|
Dolar Bisa Rp 1.000? Ini Syarat dan Pro Kontra Soal Hilirisasi Ekspor |
![]() |
---|
Misteri Buku Diplomat Pertama di Kasus Kematian Diplomat Kemlu ADP |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.